Mohon tunggu...
Telisik Data
Telisik Data Mohon Tunggu... Penulis - write like nobody will rate you

Fakta dan data otentik adalah oase di tengah padang tafsir | esdia81@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politisi PKS Gagal Paham Soal Mundurnya 2 Stafsus Jokowi

24 April 2020   17:46 Diperbarui: 24 April 2020   17:55 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mardani Ali Sera  memberikan penilaian terhadap kepemimpinan Jokowi  terkait mundurnya 2 stafsus milenial baru-baru ini. Menurut politisi PKS tersebut mundurnya stafsus menunjukkan ketidakmampuan Jokowi membina mereka. Ia juga meminta dicek lebih lanjut apakah ada tekanan terhadap mereka berdua.

Melihat urutan-urutan peristiwanya, dapat kita simpulkan bahwa penyebab utama mundurnya staf khusus Belva Devara dan Andi Taufan adalah akibat adanya tekanan politik.

Baik dari pihak pro-Jokowi sendiri, terlebih lagi dari oposisi, sama-sama mengangkat isu konflik kepentingan stafsus yang sesungguhnya masih abu-abu. Kuatnya pemberitaan media dan komentar di media sosial membuat stafsus yang belum punya bekal politik tersebut merasa kegerahan.   Mundur adalah pilihan yang rasional.

Artikel sebelumnya: Memahami Bersatunya Kubu Oposisi dengan Pro-Jokowi

Bagi Jokowi sendiri, meski mungkin menyayangkan, pengunduran dua staf muda tersebut tidak begitu merugikan secara politik. Dan tentu bukan fokusnya pula untuk secara khusus memberi pelatihan cara-cara bertahan dari serangan politik ketika duduk di kursi panas.

Mardani Ali Sera (kompas.com, 24/04/2020):

"Sudah dua yang mundur. Bisa jadi ada lagi. Yang salah bukan prajurit, tapi jenderalnya. Pak Presiden perlu bertanggung jawab pada pembinaan stafsusnya."

Keputusan Jokowi mengambil wakil  milenial di pemerintahannya adalah  buah dari pertimbangan kompromistis pada awalnya. Kita masih ingat ketika kabinet sedang digodok susunannya, banyak usulan agar ada milenial yang menduduki jabatan menteri. Jokowi sendiri sempat menjamin hal itu (tempo.co, 17/10/2020).

Tetapi yang terjadi kemudian berubah sama sekali seiring dinamika politik pascapilpres yang berlangsung zigzag. Gara-gara Gerindra bergabung dengan koalisi petahana maka secara otomatis susunan rancangan kabinet juga harus dikocok ulang.

Jokowi perlu memberi posisi bagi pendukungnya baik dari partai maupun relawan; tetapi Gerindra juga perlu diberi obat penenang. Walhasil jatah 2 menteri diraih mantan lawan politiknya tersebut, kursi menhan dan menteri kelautan.

Jatah milenial terpaksa harus dipangkas, hanya tersisa 3 sebagai wakil generasi (anggap saja) muda. Menteri BUMN untuk Erick Thohir; Menteri Pariwisata buat Wishnutama; dan Nadiem Makarim yang mengurus pendidikan.

Akan halnya janji Jokowi untuk memberi posisi bagi milenial di bawah 30 tahun terpaksa dialihkan, staf khususlah yang kemudian jadi pilihan.

Blessing in disguise, keputusan Jokowi  tersebut ternyata memberi keuntungan tak terduga. Jika dilihat dari kematangan politik dan komunikasi publik maka dapat dikatakan stafsus milenial pilihan Jokowi  memang belum saatnya menjabat jadi menteri.

Peta oposisi sendiri saat ini terdiri dari 2 golongan secara garis besar; kalangan senior angkatan-98 ke belakang  dan angkatan milenial yang seumuran dengan para stafsus milenial itu. Banyak dari mereka yang matang secara politik di "jalanan" atau track record akademis yang lumayan. Mereka  terlatih secara baik dalam beradu argumen atau melakukan manuver-manuver penuh trik.

Jadi masuk akal jika kemudian sisi lemah struktur pemerintahan Jokowi di stafsus milenial ini yang kemudian digarap oposisi. Dua sudah rontok dan --seperti Mardani katakan-- mungkin ada lagi yang akan menyusul.

Bagi Jokowi kondisi tersebut secara tidak langsung menjadi pembuktian dan penyelamatan.

Kita andaikan jika ada satu atau dua kursi menteri yang jatuh ke tangan milenial dan kemudian terjadi blunder; dapat kita bayangkan bagaimana remuknya reputasi Jokowi jika hal itu terjadi. Beruntung yang kemudian jadi kenyataan hanya pada level "aksesoris", yang tidak berkaitan langsung dengan keputusan-keputusan eksekutif.

Bagi PKS mundurnya 2 stafsus presiden mungkin sangat perlu dirayakan tetapi bagi Jokowi hal itu justru berarti penyelamatan dan penguatan.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun