Said Iqbal mendesak akan memperingati Hari Buruh 1 Mei 2020 nanti dengan demo besar-besaran.Â
Massa diperkirakan berjumlah 50.000 orang akan ikut berpartisipasi pada aksi yang akan berlangsung tanggal 30 Maret nanti. Karena bertepatan dengan pandemi corona Ketua Presidium KSPI itu merencanakan penerapan physical distancing. Selain itu, peserta unjuk rasa dibekali hand sanitizer dan mengenakan masker (detik.com, 22/04/2020).
Berapakah perkiraan biayanya?
Jika dihitung 1 peserta aksi memerlukan pengeluaran Rp 30.000 saja --termasuk konsumsi-- maka Said Iqbal harus punya kalkulasi anggaran demo sekitar Rp 1,5 milyar. Kecuali peserta aksinya tidak makan siang, biaya pasti bisa ditekan.
Demo tahunan itu tentu tidak akan berjalan sendiri, pihak kepolisian mau tidak mau harus  keluar dana juga untuk pengamanan. Banyak uang yang harus dihamburkan untuk mengongkosi keinginan Said Iqbal.
Persoalannya adalah, dengan kondisi wabah saat ini risiko penularan virus corona tidak hilang dengan physical distancing dan masker plus sanitizer. Upaya-upaya tersebut hanya mengurangi tetapi tidak menghilangkan sama sekali potensi penularan penyakit Covid-19. Terbukti nyata, petugas medis dengan perlengkapan APD lengkap saja bisa tertular.
Kemudian, dengan kondisi keterbatasan dana saat ini, alangkah  lebih baiknya jika milyaran rupiah anggaran demo itu digunakan untuk melawan wabah. Atau, membantu para pekerja mengatasi biaya hidup sehari-hari di masa yang sedang sulit.
Kombes Yusri Yunis, Humas Polda Metro Jaya (detik.com, 22/04/2020):
"Sudah tahu masa begini, masih juga mau demo. Dasar kita adalah maklumat Kapolri. Di situ bunyinya adalah tidak izinkan atau dilarang kegiatan mengumpulkan masa. Sekarang PSBB-kan diberlakukan."
Tuntutan yang diajukan Said Iqbal atas nama buruh juga sebenarnya sudah menjadi perhatian semua pihak. Tidak hanya buruh yang perlu dibela, tetapi juga lapisan masyarakat lain yang terdampak dari golongan ekonomi lemah.
Jika persoalannya terkait dengan politik yaitu pembahasan legislasi ketenagakerjaan, maka Said Iqbal bisa menempuh jalur parlemen. Beberapa partai sudah menarik diri dari pembahasan omnibus law UU Ciptaker. Artinya, aksi tekanan sebagai ekspresi politik bisa dilakukan tanpa harus membebani komponen masyarakat yang lain.
Pemaksaan kehendak Presidium KSPI sudah barang tentu berlawanan dengan akal sehat dan logika umum.
Saat ini ruang lingkup aktivitas kehidupan sudah dibatasi terutama daerah dengan pemberlakuan PSBB, Pembatasan Sosial Berskala Besar. Jakarta, dan kota-kota satelit di sekitarnya sudah ditetapkan sebagai kawasan PSBB. Dengan kondisi tersebut maka seluruh warga wajib taat peraturan, atau PSBB jadi sia-sia.
Secara nasional pemerintah dan ulama juga sudah melakukan langkah-langkah antisipasi.
Setelah kegiatan keagamaan yang berupa kerumunan massa  --seperti salat Jumat-- dihentikan sementara, Presiden Jokowi juga sudah memberlakukan larangan mudik terkait perayaan Idul Fitri. Selain itu, MUI (Majelis Ulama Indonesia) bersepakat untuk tidak mengadakan salat Id di lapangan seperti biasa jika wabah masih berlangsung (kompas.com, 07/04/2020).
Dengan larangan mudik dan tanpa salat raya berjamaah otomatis perayaan lebaran tahun ini menjadi sangat terasa sunyi. Sanak famili dan kerabat tidak bisa berkumpul, tetangga dekat juga tidak akan berkunjung sedekat ketika lebaran berlangsung tanpa adanya wabah.
Walaupun pahit, umat Islam pada umumnya dapat menerima dengan pembatasan tersebut meski mungkin ada segelintir yang masih keras kepala.
Dengan kondisi  darurat dan pengorbanan anggota masyrakat yang lain maka langkah Said Iqbal menuntut untuk tetap aksi adalah sesuatu yang sangat arogan. Pihak kepolisian yang sudah tegas tidak memberi izin demo May Day harus kita apresiasi. Mengistimewakan Hari Buruh di atas perayaan hari besar Islam yaitu Idul Fitri hanya akan melukai perasaan masyarakat muslim saja.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H