Tokohnya pada zaman dahulu yaitu Hitler atau Mussolini di balik Perang Dunia II. Pada masa sekarang mungkin Trump, Putin, atau Xi Jinping sebagai pucuk pimpinan adidaya yang berpotensi memicu pelatuk Perang Dunia III.Â
Indonesia belum berada satu papan dengan mereka.
Sebagai seorang intelektual Faisal seharusnya bisa lebih komprehensif, urut, dan sistematik dalam mengemukakan gagasan. Ada banyak saluran bagi beliau untuk mencurahkan apa yang menjadi beban pikiran.
Argumen dan data pasti punya, media untuk menyalurkan beraneka ragam, tinggal pilih sehingga banyak pihak yang akan mendapatkan penjelasan lebih utuh. Tetapi Faisal juga mesti sadar bahwa sebagaimana Luhut sudut pandangnya juga bukanlah sesuatu yang mutlak atau pasti benar.
Pandangan Luhut soal Corona yang tidak kuat hidup dalam iklim panas bisa dimentahkan dengan bukti atau fakta lain. Tetapi apa yang menjadi pandangan Luhut tersebut tidak serta merta membuat Indonesia abai akan bahaya virus tersebut. Pemerintah pusat sudah menganggarkan Rp 405 triliun sebagai bagian respon penanganan wabah Corona, belum termasuk provinsi dan inisiatif-inisiatif lain.
Atau apakah Faisal sedang berpolitik?
Jika demikian halnya alangkah menyedihkan bagi kita; seorang akademisi begitu mudah beralih haluan dan tidak punya kesetiaan etos. Garis hidup Faisal lebih kuat sebagai seorang ilmuwan, sejauh ini. Karier politiknya belum begitu meyakinkan dan mungkin kurang tepat untuk jalan hidupnya.
Momentum  untuk berpolitik juga tidak tepat untuk saat ini karena kita semua sedang sama-sama prihatin menghadapi Corona.Â
Pilkada DKI masih jauh, pilpres apalagi. Selesaikan dulu Corona baru kita bicara isu yang lain.
Dalam konteks politik terkait penanganan virus penyebab pandemi, apakah yang telah dilakukan Luhut sehingga Faisal mengatakan ia lebih berbahaya dari itu?
Dalam catatan media terakhir, Luhut sedang terlibat berkonfrontasi dengan M Said Didu.