Mohon tunggu...
Telisik Data
Telisik Data Mohon Tunggu... Penulis - write like nobody will rate you

Fakta dan data otentik adalah oase di tengah padang tafsir | esdia81@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Faisal Basri Katakan Luhut Lebih Berbahaya dari Covid-19, Terasa Bernuansa Politis

4 April 2020   00:13 Diperbarui: 4 April 2020   03:52 636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Faisal Basri, ekonom senior Indonesia (Dok. Institut Harkat Negeri/ majalahcsr.id).

Faisal Basri membuat pernyataan yang cenderung clickbait.

Dalam cuitannya ekonom senior tersebut mengatakan bahwa Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan lebih berbahaya dari coronavirus COVID-19.

Link yang tercantum sebelumnya memperlihatkan, nampaknya Faisal sedang mengomentari pernyataan Luhut tentang virus tersebut.

Sayangnya, komentar tersebut tampak tergesa-gesa, emosional, dan irasional, jika tanpa penjelasan atau argumen pembanding; atau penjelasan lain setelah itu.

Faisal Basri, (twitter.com, @FaisalBasri):

Luhut Panjaitan lebih berbahaya dari coronavirus COVID-19

Luhut Binsar Pandjaitan, (tempo.co, 2/4/2020):

"Dari hasil modelling, cuaca Indonesia di ekuator yang panas dan humidity tinggi maka untuk COVID-19 itu enggak kuat."

Mudah-mudahan akun Faisal ternyata diretas dan kita tidak perlu membahasnya lebih lanjut.

Namun jika apa yang ditulis itu disampaikan secara sadar maka tentu Faisal berutang penjelasan kepada publik.

Menurut logika sederhana, sepotong pernyataan Faisal tersebut sudah banyak mengandung cacat bawaan.

Misal kalimatnya "HIV lebih berbahaya dari Corona" atau "Luhut lebih berbahaya dari koruptor"; terdengar setara logika bahasanya. Ini umpama.

Jika penekanan yang dimaksud Faisal adalah pada poin bahaya, maka rasanya kurang pas juga.

COVID-19 itu kalibernya global dan tanpa batas negara.

Menurut tingkat ancamannya terhadap kemanusiaan, pandemi kelasnya adalah setara dengan perang dunia. Baik dari segi korban jiwa maupun pihak-pihak yang terseret ke dalam perang multinasional tersebut.

Tokohnya pada zaman dahulu yaitu Hitler atau Mussolini di balik Perang Dunia II. Pada masa sekarang mungkin Trump, Putin, atau Xi Jinping sebagai pucuk pimpinan adidaya yang berpotensi memicu pelatuk Perang Dunia III. 

Indonesia belum berada satu papan dengan mereka.

Sebagai seorang intelektual Faisal seharusnya bisa lebih komprehensif, urut, dan sistematik dalam mengemukakan gagasan. Ada banyak saluran bagi beliau untuk mencurahkan apa yang menjadi beban pikiran.

Argumen dan data pasti punya, media untuk menyalurkan beraneka ragam, tinggal pilih sehingga  banyak pihak yang akan mendapatkan penjelasan lebih utuh. Tetapi Faisal juga mesti sadar bahwa sebagaimana Luhut sudut pandangnya juga bukanlah sesuatu yang mutlak atau pasti benar.

Pandangan Luhut soal Corona yang tidak kuat hidup dalam iklim panas bisa dimentahkan dengan bukti atau fakta lain. Tetapi apa yang menjadi pandangan Luhut tersebut tidak serta merta membuat Indonesia abai akan bahaya virus tersebut. Pemerintah pusat sudah menganggarkan Rp 405 triliun sebagai bagian respon penanganan wabah Corona, belum termasuk provinsi dan inisiatif-inisiatif lain.

Atau apakah Faisal sedang berpolitik?

Jika demikian halnya alangkah menyedihkan bagi kita; seorang akademisi begitu mudah beralih haluan dan tidak punya kesetiaan etos. Garis hidup Faisal lebih kuat sebagai seorang ilmuwan, sejauh ini. Karier politiknya belum begitu meyakinkan dan mungkin kurang tepat untuk jalan hidupnya.

Momentum  untuk berpolitik juga tidak tepat untuk saat ini karena kita semua sedang sama-sama prihatin menghadapi Corona. 

Pilkada DKI masih jauh, pilpres apalagi. Selesaikan dulu Corona baru kita bicara isu yang lain.

Dalam konteks politik terkait penanganan virus penyebab pandemi, apakah yang telah dilakukan Luhut sehingga Faisal mengatakan ia lebih berbahaya dari itu?

Dalam catatan media terakhir, Luhut sedang terlibat berkonfrontasi dengan M Said Didu.

Luhut menuntut Said Didu, juga atas kata-katanya yang provokatif di twitter. Jika itu masalahnya maka biarlah mereka berdua selesaikan menurut cara yang disepakati. Lewat hukum ataukah jalur lain.

Jika Faisal bermaksud menyela urusan di antara keduanya maka secara etis agak kurang pas. Mencampuri urusan orang lain hanya akan memperkeruh keadaan tanpa solusi.

Namun, jika apa yang dikatakan Faisal bahwa Luhut lebih berbahaya dari COVID-19 itu memang suatu entitas yang berbeda maka sekali lagi perlu dikatakan bahwa ia sungguh-sungguh berutang penjelasan kepada publik.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun