Menkes dr. Terawan minta maaf kepada perawat se-Indonesia.
Sebelumnya, para perawat yang tergabung dalam organisasi PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia) melayangkan protes kepada Kemenkes. Persoalan yang menjadi masalah adalah  pernyataan juru bicara Satgas Penanganan COVID-19, Achmad Yurianto (detik.com, 20/3/2020 ).
Mereka keberatan dengan ucapan Yurianto yang mengibaratkan peran perawat sebagai roomboy hotel ketika yang bersangkutan mengkritik  praktek bisnis rumah sakit di Indonesia. Kritikan tersebut dikatakan untuk menanggapi isu adanya penolakan rumah sakit swasta terhadap pasien yang ingin memeriksakan diri terkait gejala penyakit COVID-19.
Yurianto menyampaikan hal itu dalam wawancara dengan Youtuber Deddy Corbuzier di kanal miliknya.
Apa yang dikatakan dalam kritik Yurianto tersebut mungkin tidak sepenuhnya salah.
Pengalaman keluarga dan kerabat penulis sendiri menunjukkan bahwa tidak semua rumah sakit memberikan pelayanan sesuai harapan. Bahkan kepada PNS yang nota bene rutin membayar iuran BPJS tiap bulan.
Fenomena nuansa bisnis dalam pelayanan rumah sakit juga sejatinya merupakan problem lawas. Pernah menjadi tema kritik sosial dalam lagu Iwan Fals "Ambulance Zigzag" yang rilis tahun 1981.Â
Selain pelayanan rumah sakit, masalah bisnis obat-obatan/ farmasi yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi di sektor kesehatan pernah dikupas habis beberapa media sejak bertahun lampau.
Namun, apakah tepat Yurianto mengatakan kritik itu di ruang publik dengan judul bombastis khas Youtube: "Saya Emosi!! Ternyata bla bla bla...!" tersebut?
Sejak diangkat jadi jubir khusus Corona, label corong resmi pemerintah melekat dalam dirinya ke mana pun ia pergi. Seharusnya Yurianto lebih jeli dalam memilih kata, terutama saat mengangkat isu sensitif pada waktu sense of crisis harus dikedepankan.
Konten Deddy Corbuzier yang mengangkat isu pandemi Corona itu sendiri sempat pula dikomentari di instagram oleh dokter @dr_stella_spog. Deddy yang ingin mengungkap lebih jauh penanganan Corona dari sisi orang awam, justru dianggap tidak berkompeten menyentuh tema tersebut.
Di Indonesia masalah apa pun bisa digoreng atas bawah sampai gosong kedua sisinya.
Dalam insiden "efek kejut" pembatasan transportasi di DKI misalnya, cukup banyak opini politisi dan komentar warganet yang justru menyalahkan pemerintah pusat!
"Selamat datang di Indonesia!"
Agaknya kalimat itu yang cocok menjelaskan berbagai peristiwa di negeri kita saat ini; meminjam kalimat serupa yang dikatakan Yurianto di kanal youtube Corbuzier tadi. Â
Anomali yang nyata sedang terjadi.
Betapa bencana pandemi Corona yang sedang menimpa kita telah menjadi perdebatan sengit para SJW (social justice warriors).Â
Acapkali tema debat kusir yang terjadi sudah sangat melenceng dari kepentingan bersama untuk membasmi habis COVID-19 dari muka bumi.
Sebagai pejabat publik Achmad Yurianto dan pejabat pemerintah lainnya, seyogianya belajar dari kasus Ahok.Â
Gara-gara terlalu open ke media dan publik, juga terlalu ceplas ceplos; yang terjadi malah timbul kehebohan yang tidak produktif.
Semoga polemik pernyataan jubir Corona Achmad Yurianto lekas selesai dengan permintaan maaf Menkes  dr. Terawan. Baik pemerintah dan pihak medis/ paramedis harus segera fokus kembali menghadapi virus Corona yang semakin merebak.
Persoalan di luar itu harus diselesaikan dengan cara lain, dengan pendekatan lain. Ibarat nasi bungkus, sambalnya harus dipisah.***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI