Artinya, ada keterputusan transfer informasi yang menyebabkan kelalaian fatal itu bisa terjadi. Kasus tersebut sejatinya juga menampar wajah pejabat biro hukum dan TGUPP yang dibayar mahal itu.
Sebagai presiden yang terpilih dua kali, selain merealisasikan janji-janji kampanye Jokowi juga harus jeli memperhitungkan persiapan-persiapan yang sifatnya transformatif. Tidak hanya untuk masa jabatan saat ini tetapi juga periode kepemimpinan mendatang.
Persiapan transformatif di sini bukan berarti semangat untuk melanggengkan kekuasaan tetapi lebih pada bagaimana proses politik Pemilu nanti tidak mencederai semangat kolektif bangsa untuk terus maju bersama-sama.
Beberapa hal menjadi catatan dalam 100 hari periode kedua pemerintahan Jokowi.
Kesan inkonsistensi pada beberapa jabatan menteri tak terhindarkan karena munculnya kasus dan adanya perubahan kebijakan. Yang menonjol tentu kasus Kementerian  BUMN dan KKP, Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Pada Kementerian BUMN, saat ini sedang digoyang kasus megakorupsi Jiwasraya dan Asabri yang mungkin menyeret nama pejabat-pejabat terdahulu. Publik dapat menilai, masalah keuangan pada kedua BUMN tersebut tentu tidak terjadi dalam tempo 100 hari ini ketika Erick Thohir menjabat menteri.
Pernyataan Jokowi bahwa kasus Jiwasraya sudah berlangsung sejak 10 tahun lalu, dan baru diketahui dalam 3 tahun ini  jelas eksplisit tersirat, era Rini Suwandi sebagai pendahulu Erick termasuk di dalamnya.
Seandainya sistem kontrol dan pengawasan kinerja menteri berjalan baik seharusnya kisruh Jiwasraya tentu dapat ditangani lebih dini, sejak 3 tahun lalu itu.
Kasus berikutnya adalah kebijakan Menteri Kelautan yang kontroversial soal ekspor benih lobster dan penenggelaman kapal pencuri ikan.
Kebijakan tegas Menteri Susi Pudjiastuti yang pro-sustainable legal fishing seharusnya didukung penuh sesuai harapan masyarakat. Menjadi kontraproduktif ketika menteri baru secara terang-terangan seolah-olah begitu mudah membalik orientasi kebijakan ke arah yang berlawanan.
Bahasa komunikasi pejabat yang secara vulgar menihilkan kebijakan terdahulu, terbukti menimbulkan tanda tanya; mengapa presidennya sama tetapi kebijakannya kok berbeda?