Setiap tanggal 25 Desember, umat Nasrani merayakan Hari Raya Natal untuk memperingati kelahiran Yesus Kristus.
Saya setiap tanggal itu justru selalu teringat satu peristiwa kematian.
Seorang anggota Bantuan Serbaguna (Banser) NU syahid ketika menjalankan tugas; menjaga jemaat yang sedang bersiap jelang Natal, 24 Desember 2000. Satu dari sepasang bom yang ditemukan di Gereja Eben Haezer, Mojokerto, meledak dalam pelukannya.
Riyanto, nama sosok itu, bukan sok hero yang sengaja cari mati. Dia sudah berusaha sekuat yang ia mampu agar bom misterius itu tidak melukai siapapun termasuk dirinya. Tetapi takdir berkata lain, benda keparat itu bekerja terlalu cepat.
Hidupnya pun berakhir pada usia muda, 25 tahun. Meskipun demikian, Â nama pemuda putra pasangan Sukarmin dan Katinem itu saya yakin akan terus dikenang sangat lama.
Apa nggak salah mati syahid menjaga gereja?
Ya mungkin saja keliru, karena Tuhan yang menentukan kategori syahid tidaknya kematian seseorang. Itu hanya keyakinan saya saja.
Jihad karena itu, termasuk juga segala aktivitas yang berkaitan dengan usaha menjaga dan melindungi kehidupan. Asalkan dilakukan dengan sungguh-sungguh, sesuai syariat, dan semata hanya berharap keridaan Tuhan.
Sudah sedari lama hingga saat ini terus muncul gejala sekelompok orang yang mencintai kematian secara over dosis, OD. Regenerasi paham itu terus berjalan lancar dan mungkin belum akan segera berakhir.
Mereka seperti terburu-buru ingin mati meskipun dengan jalan yang keji; membunuh sebanyak-banyaknya orang yang tidak seiman atau tidak sehaluan. Bersalah atau tidak bukan persoalan karena kebenaran bagi mereka adalah sesuatu yang sudah menyatu dalam dirinya.
Para pemuja kematian itu menyebut aksinya sebagai sebuah jihad, dan mati saat melakukannya dianggap syahid. Seperti Riyanto almarhum, saya tidak berada satu gerbong dengan mereka yang berkeyakinan seperti itu.
Menjaga gereja setiap menjelang Natal sudah dilakukan Banser sejak dulu. Sejak ada instruksi Gus Dur  yang melihat ancaman itu sejak lama. Cucu pendiri NU itu waspada,  paham radikalisme dan intoleransi yang mulai merebak di mana-mana ketika itu tak lama lagi akan segera mencari mangsanya. Â
Faktanya terbukti. Sejumlah tempat ibadah menjadi sasaran dan sudah banyak pula jatuh korban jiwa.
Bagi mereka menjaga kyai atau menjaga gereja semangatnya sama, menjaga dan menghormati kehidupan. Bukan karena punya waktu luang atau karena cari momen untuk gagah-gagahan.
Salut untuk Banser NU, Al Fatihah untuk Riyanto.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H