Megawati berbicara sebagai keynote speaker tentang peran politik perempuan Indonesia dalam seminar yang bertema Perempuan Hebat untuk Indonesia Maju, 22 Desember 2019. Seminar yang diselenggarakan bertepatan dengan Hari Ibu tersebut menggugat partisipasi wanita Indonesia dalam berbagai hal.
Dalam pemaparannya Mega bercerita tentang pencapaian politik yang diraihnya sebagai Presiden RI ke-5 dan Wakil Presiden Indonesia ke-8. Ketua Badan Pengarah Ideologi Pancasila (BPIP) itu juga mengulas perjalanan sejarah Sang Saka Merah Putih yang dijahit Ibundanya, Fatmawati.
Usai bernostalgia dengan masa lalu, Ketum PDIP ini berbicara tentang masa kini dan masa depan.
Kali ini prestasi Puan Maharani yang diangkat dalam seminar yang diselenggarakan di Ritz Carlton itu.  Putri Megawati tersebut  berhasil terpilih menjadi Ketua DPR ke-23 sekaligus menjadi perempuan pertama di Indonesia yang sukses menduduki jabatan tersebut.
Perolehan suara cucu Sukarno itu juga  sangat meyakinkan, sekitar 450.000 pemilih mempercayakan suara kepadanya.
Menyinggung soal kesetaraan gender dalam konstitusi, Mega mengaku jengkel dengan dominasi kaum laki-laki yang mendominasi pucuk pimpinan lembaga legislatif. Setelah 22 periode berlalu dengan kepemimpinan yang seluruhnya kaum Adam, baru sekarang kaum Hawa berhasil 'mengkudeta'.
Dalam kesempatan itu Megawati juga memotivasi kaum perempuan untuk berani berpolitik. Bahkan, berani bermimpi untuk meraih  jabatan  yang selama ini dianggap tabu bagi kaum perempuan yaitu Panglima TNI. Hingga saat ini memang belum pernah ada panglima yang berasal dari korps wanita.
Menurut Mega, jabatan presiden dan wakilnya saja bisa  perempuan apalagi "cuma" panglima.
Ada pesan khusus yang terselip halus dan senyap dalam pemaparan pimpinan koalisi pemenang Pilpres 2019 itu. Mega menyinggung soal kepemimpinan nasional di Indonesia.
"Saya sangat merindukan sekiranya sudah ada mulai yang namanya kaum perempuan yang berkeinginan menjadi wapres, menjadi presiden, why not? Tidak ada suara seperti itu, padahal yang harus mengumandangkan adalah kalian sendiri".
Terasa ada benang halus berwarna merah teruntai dalam narasi yang tersusun rapi.
Apakah kerinduan Mega itu merupakan tantangan kepada audiens yang notabene dihadiri sejumlah tokoh perempuan; ataukah wacana pengantar yang menuntun imajinasi publik pada nama-nama yang disebutkannya? Fatmawati, lanjut ke Megawati sendiri, kemudian Puan, lalu berbicara  wapres atau presiden? Hypnopolitics.
Sejumlah tokoh nasional perempuan memang hadir juga dalam acara tersebut, antara lain Menkeu Sri Mulyani Indrawati dan putri Gus Dur Yenni Wahid.
Megawati akhir-akhir ini memang cukup agresif dalam manuver-manuver politik yang dilakukannya.
Bergabungnya Prabowo ke kubu petahana tidak luput dari sentuhan tangan dinginnya yang dilakukan secara sistematis. Sebagai ketua partai Mega juga berani secara terang-terangan menuntut jatah menteri paling banyak kepada Jokowi.
Meski terkesan ambisius, apa yang dilakukan Mega masih terbilang wajar. Politik identitas dan kampanye hitam bukan jalan yang dilalui tokoh politik yang sudah berpuluh-puluh tahun makan asam garam dunia politik di tanah air.
Demikianlah Megawati, sebagai seorang politisi, anak politisi, sekaligus juga ibu dari seorang politisi. Pituturnya di Hari Ibu pun tidak jauh-jauh dari dunia yang setia digelutinya.
Terakhir sebelum ditutup, tak lupa penulis ucap: "Selamat Hari Ibu, semoga semakin meningkat partisipasi kaum perempuan untuk menjadikan Indonesia Hebat".***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H