Andai Sri Mulyani bikin prestasi lagi, Â perasaan kita kayaknya kurang wah. Biasa saja.
Mengapa begitu?
Jawabnya karena Bu Sri, atau kadang ditulis inisialnya SMI, memang sarat dengan prestasi sepanjang kariernya.
Jauh sebelum direkrut Jokowi dua kali berturut-turut, pencapaiannya spektakuler. Levelnya bukan hanya nasional, tetapi juga regional ASEAN, ASIA, bahkan hingga tingkat dunia.
Meskipun dikenal dengan panggilan kesayangan 'Si Ratu Utang' oleh Rizal  Ramli tetapi SMI punya tempat di hati warga. Selain Susi Pudjiastuti, SMI termasuk yang direkomendasikan warga untuk menjabat menteri di era Jokowi jilid II.
Jokowi manut untuk SMI, tetapi tidak untuk Susi.
Susi Pudjiastuti terlempar dari pusaran lingkaran pengambil keputusan di republik ini dan kembali menjadi rakyat biasa. Tetapi legacy kebijakannya selama menjadi Menteri  KKP tetap dikenang.
Selain soal kebijakan-kebijakannya yang diapresiasi dunia; gayanya yang fotogenik jadi idola. Susi luwes, bisa feminim dengan kebaya, bisa macho ketika jadi biker motor laki-laki, sudah sedemikian termasyhur. Di Jepang, seorang komikus terkenal sempat mengabadikan gaya menteri asal Pangandaran ini di dalam karyanya. Fenomenal.
Kata-kata pencinta laut ini yang paling terkenal cuma sepatah saja. Hanya satu kata: "Tenggelamkan!".
Kata 'tenggelamkan' adalah mantra pembuka ketika Susi hendak mengirim paket kapal ke dasar lautan. Jumlahnya ratusan, kapal-kapal maling ikan itu.
Karena keberaniannya figur pemilik Susi Air  ini kerap dicocok-cocokkan dengan Cut Nyak Dien atau Laksamana Malahayati yang pemberani. Bagi yang gemar klenik ia dimirip-miripkan dengan Nyi Roro Kidul, sosok mitologis penjaga Laut Selatan. Rumah mereka kebetulan bersebelahan.
Kata 'tenggelamkan' ini di Indonesia juga sudah menjadi seperti idiom; diterapkan untuk apapun yang tidak layak eksis.
Contohnya adalah koruptor yang mencuri dua kali. Kalau cuma satu kali mungkin mereka masih bisa dimaafkan, setelah dibui. Barangkali mereka hanya sekadar ikut-ikutan, terpengaruh lingkungan, atau karena lagi butuh uang.
Penulis curiga dengan Jokowi ketika membuat keputusan mengistirahatkan Susi, lulusan SMP yang konon pernah ditawar Rp 5 triliun. Ditawar untuk berhenti atau mengundurkan diri dari jabatan pembantu presiden.
Jangan-jangan Susi sedang dipersiapkan untuk posisi yang baru. Atau, bisa juga sedang dibangkucadangkan untuk sewaktu-waktu saat  reshuffle tiba dia memegang lagi jabatan kementerian.
Pengganti Susi adalah Edhy Prabowo, kader Gerindra yang 5 tahun kemarin menjadi oposisi.
Pada saat serah terima jabatan Susi tampak menaruh harapan agar Edhy dapat meneruskan misi menjaga laut dan kekayaannya. Tidak perlu menjadi pengekor, berbeda tidak apa-apa; asal semangatnya sama: memanfaatkan laut secara berkelanjutan.
Yang muncul ke permukaan ternyata tidak berimbang antara eksploitasi laut dengan konservasinya.
Memanfaatkan kapal pencuri ikan untuk nelayan mungkin masih oke. Sesuai keinginan Luhut Pandjaitan dan Jusuf Kalla. Tetapi mengobral benih lobster untuk dijual dan dibesarkan di Vietnam sungguh bukan kebijakan yang masuk akal. Memangnya Vietnam lebih jago dari kita? (Jangan-jangan memang begitu ya...).
"Lobster belum bisa dibibitkan secara artificial breeding. Semua hasil pemijahan di alam. Jadi kalau kita tidak jaga indukan juga juvenilenya maka cepat/ lambat akan punah. Plasma nuftah harus dilindungi oleh negara". (twitter.com; @susipudjiastuti, 6/12/2019).
Menurut Susi, benur lobster itu hingga saat ini belum dapat ditangkarkan. Benur yang kelak harganya bisa setara Harley Davidson ini hanya dapat diperoleh dari kemurahan alam.Â
Negara yang punya potensi benur pun mengawasi ketat jalur perdagangan agar jangan sampai lolos dilego atau diselundupkan ke luar. Hanya Indonesia yang malah mau melelang untuk dibudidayakan nelayan asing.
Rasanya tidak perlu mengutip sekian cercaan netizen dan penulis-penulis yang geram dengan kebijakan Edhy. Kawan separtainya sendiri, Fadli Zon, ikut-ikutan mendesak Edhy agar mempertimbangkan saran Susi.
Sy sarankan pd kolega sy Menteri Edhy Prabowo untuk mempertimbangkan masukan n kritik yg baik soal benih lobster. Jangan apriori walau datang dr manapun apalagi dr pendahulu @susipudjiastuti yg punya nasionalisme tinggi. Sy yakin Menteri Edhy Prabowo akan bijak bersikap. (twitter.com, @fadlizon, 17/12/2019).Â
Selain punya benur lobster yang melimpah kita juga banyak peneliti. Seharusnya Kementerian KKP mengkonsolidasikan SDM peneliti agar fokus meneliti budidaya komoditi laut yang susah ditangkarkan.
Kita punya LIPI, BPPT, UI, ITB, IPB, UGM, dan berbagai balai penelitian. Mengapa kita tidak mampu meningkatkan harapan hidup benih lobster yang katanya cuma 1% itu. Kalau peneliti kita tidak mampu dan pakarnya ada di Vietnam, atau di China, atau di Jepang; maka yang kita kirim seharusnya adalah peneliti yang akan belajar, bukan benurnya.
Semoga saran Susi yang diamini Fadli Zon itu dapat diterima Edhy. Kalau tidak, bisa jadi warganet malah usul langsung kepada Jokowi. Bukan soal benur lagi, tetapi usulan yang lain.***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI