Menko Polhukam Wiranto diserang oleh anggota Jamaah  JAD di Menes, Pandeglang. Wiranto mendapat 2  luka tusukan belati jenis kunai hingga harus mendapat tindakan operasi di RSPAD. Usus halus yang terluka dipotong 40 cm. Artinya, luka serius.
Yang patut kita sesalkan adalah komentar nyinyir dan tidak bermoral dari sejumlah tokoh publik yang memperlakukan insiden tersebut seolah sebuah settingan.
Hanum Rais dan Jerinx pun akhirnya dilaporkan ke kepolisian  gara-gara komentar di medsos yang cenderung menggiring opini negatif tentang kejadian itu.
Komentar Hanum putri Amien Rais mengarah  isu playing victim pemerintah. Sedangkan Jerinx, personel band Superman Is Dead, mempertanyakan ukuran  belati  yang disebutnya terlalu kecil. Dia begitu mudah mengesampingkan kemungkinan belati beracun yang dipakai pelaku.
Selain Hanum dan Jerinx sejumlah akun medsos ikut diperkarakan. Akun-akun tersebut antara lain milik Jonru Ginting, Gilang Kazuya Shimura, dan Bhagavad Shamabada.
Soal nyinyir Hanum, I Gede Ari Astina  atau Jerinx, dan Jonru itu biasa saja,  oposan akut. Kebencian dan dendam sudah kronis yang berefek pada proses pendangkalan cara berpikir.

Gara-gara postingan istri di Facebook, Dandim Kendari yaitu Kolonel HS, ditahan dan dicopot dari jabatannya. Kolonel HS juga harus menjalani hukuman disiplin militer selama 14 hari.
Istri Dandim Kendari, IPDN, berkomentar 2 kalimat berikut, tak lama setelah insiden penusukan Wiranto: 'Jangan cemen pak,...Kejadianmu tak sebanding dengan berjuta nyawa yg melayang.
Kemudian:
'Teringat kasus pak setnov,.. bersambung rupanya, pake pemeran pengganti.
Memang tidak ada nama Wiranto dalam postingan IPDN.  Tetapi yang bersangkutan harus menjelaskan di pengadilan atas isu apa dia melontarkan  kalimat-kalimat itu. Anggota Persit (Persatuan Istri Tentara) ini juga harus mengungkap darimana ia memperoleh informasi adanya jutaan rakyat (Indonesia?) yang mati.

FS terang-terangan mengatakan dugaan kejadian di alun-alun Menes adalah drama Wiranto sebagai pengalihan isu pelantikan. Dan yang lebih keji lagi adalah bahwa jika kejadian itu benar maka ia mendoakan agar si penyerang Wiranto baik-baik saja dan yang ditusuk semoga lancar kematiannya!
Berikutnya kabar yang berasal dari Bandung.  LZ, istri Sersan Dua Z yang bertugas di Detasemen Kavaleri  Berkuda, diamankan aparat atas ujarannya yang tidak mencerminkan seorang anggota keluarga TNI.
Terbuka kemungkinan  ada beberapa lainnya yang tak terungkap, komentar negatif dari lingkungan TNI (atau Polri) atas musibah yang menimpa pejabat tinggi negara.
Fakta tersebut memperkuat analisis Menhan Ryamizard soal adanya 3% anggota TNI-Polri yang terpapar paham radikalisme. Â
Apalagi, kasus-kasus besar belakangan ini telah menyeret sejumlah jenderal purnawirawan: peristiwa kerusuhan 21-22 Mei lalu dan rencana aksi untuk menggagalkan pelantikan presiden 19 Oktober  nanti. Mereka antara lain Mayjen TNI (Purn.) Kivlan Zen, Mayjen TNI (Purn.) Soenarko, Laksamana Muda (Purn.) Sony Santoso, dan mantan KSAL Laksamana (Purn.) Slamet Soebijanto.
Pemerintah dalam hal ini TNI, Polri, BIN, Polisi Militer dan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila harus bertindak cepat. Sudah terbukti paham radikalisme menyusup di lingkungan kampus, di kalangan ASN, di tempat ibadah, dalam ormas bahkan hingga siswa sekolah dan guru.
Sebelum program deradikalisasi dilakukan di elemen masyarakat yang lain dan mereka yang terlibat jaringan, TNI dan Polri harus membersihkan diri di kalangan mereka sendiri dahulu. Secepatnya sebelum meluas dan membesar.
Keterlibatan sebagian kecil anggota TNI dan Polri dalam gerakan radikal pasti berdampak serius,  memberi  pesan menyesatkan pada masyarakat.
Kalangan awam yang terpapar akan beranggapan bahwa gerakan radikal untuk merongrong pemerintahan yang sah mendapat dukungan militer sehingga menimbulkan kepercayaan diri yang keliru dalam cara berpikir, berbicara (komentar), dan bertindak mereka. Mereka berpikir apa yang dilakukannya mendapatkan pembenaran bahkan dari kalangan militer sendiri, tidak hanya dari petinggi-petinggi sipil dari ormas atau partai tertentu.Â
Pascaserangan teroris JAD di Pandeglang, pengawalan ketat kepada pejabat tinggi pemerintah penting dan harus dialakukan. Tetapi program deradikalisasi sangat urgen, dimulai dari lingkungan TNI-Polri sendiri dan keluarganya. Resiko yang sedang kita hadapi sudah sangat serius.***
Sumber:Â
Kompas | Detik | CNN | TNI AU
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI