FS terang-terangan mengatakan dugaan kejadian di alun-alun Menes adalah drama Wiranto sebagai pengalihan isu pelantikan. Dan yang lebih keji lagi adalah bahwa jika kejadian itu benar maka ia mendoakan agar si penyerang Wiranto baik-baik saja dan yang ditusuk semoga lancar kematiannya!
Berikutnya kabar yang berasal dari Bandung.  LZ, istri Sersan Dua Z yang bertugas di Detasemen Kavaleri  Berkuda, diamankan aparat atas ujarannya yang tidak mencerminkan seorang anggota keluarga TNI.
Terbuka kemungkinan  ada beberapa lainnya yang tak terungkap, komentar negatif dari lingkungan TNI (atau Polri) atas musibah yang menimpa pejabat tinggi negara.
Fakta tersebut memperkuat analisis Menhan Ryamizard soal adanya 3% anggota TNI-Polri yang terpapar paham radikalisme. Â
Apalagi, kasus-kasus besar belakangan ini telah menyeret sejumlah jenderal purnawirawan: peristiwa kerusuhan 21-22 Mei lalu dan rencana aksi untuk menggagalkan pelantikan presiden 19 Oktober  nanti. Mereka antara lain Mayjen TNI (Purn.) Kivlan Zen, Mayjen TNI (Purn.) Soenarko, Laksamana Muda (Purn.) Sony Santoso, dan mantan KSAL Laksamana (Purn.) Slamet Soebijanto.
Pemerintah dalam hal ini TNI, Polri, BIN, Polisi Militer dan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila harus bertindak cepat. Sudah terbukti paham radikalisme menyusup di lingkungan kampus, di kalangan ASN, di tempat ibadah, dalam ormas bahkan hingga siswa sekolah dan guru.
Sebelum program deradikalisasi dilakukan di elemen masyarakat yang lain dan mereka yang terlibat jaringan, TNI dan Polri harus membersihkan diri di kalangan mereka sendiri dahulu. Secepatnya sebelum meluas dan membesar.
Keterlibatan sebagian kecil anggota TNI dan Polri dalam gerakan radikal pasti berdampak serius,  memberi  pesan menyesatkan pada masyarakat.
Kalangan awam yang terpapar akan beranggapan bahwa gerakan radikal untuk merongrong pemerintahan yang sah mendapat dukungan militer sehingga menimbulkan kepercayaan diri yang keliru dalam cara berpikir, berbicara (komentar), dan bertindak mereka. Mereka berpikir apa yang dilakukannya mendapatkan pembenaran bahkan dari kalangan militer sendiri, tidak hanya dari petinggi-petinggi sipil dari ormas atau partai tertentu.Â
Pascaserangan teroris JAD di Pandeglang, pengawalan ketat kepada pejabat tinggi pemerintah penting dan harus dialakukan. Tetapi program deradikalisasi sangat urgen, dimulai dari lingkungan TNI-Polri sendiri dan keluarganya. Resiko yang sedang kita hadapi sudah sangat serius.***