Sebagai hewan pemangsa ayam, reputasi musang di kampung saya dahulu sudah dikenal sejak lama. Bahkan jika ada kasus kehilangan unggas peliharaan tersebut, musang selalu termasuk salah satu tersangka selain anjing atau kucing. Bisa juga pencuri yang manusia.
Meskipun merupakan hama yang populer, sangat jarang warga bertemu omnivora itu secara langsung dalam jarak dekat. Kecuali di gambar atau film, saya juga belum pernah melihat secara live aksi hewan yang juga disebut careuh atau luwak itu.
Di kebun binatang musang juga sepertinya tidak masuk daftar peliharaan favorit karena bukan termasuk hewan yang dilindungi atau langka.
Kehadiran si pemakan biji kopi ini ditandai dengan aroma pandan yang kuat sehingga hewan ini mendapat julukan tambahan yaitu musang pandan.
Untunglah cahaya bulan cukup membantu pengamatan hewan yang kadung dianggap suka menyamar jadi ayam ini. Dia berjalan cukup cepat, setengah berlari. Dari sekian kali kesempatan, tidak pernah sekalipun sempat saya abadikan dengan kamera gawai.
Sebagai hewan urban tampaknya dia sudah lebih toleran dengan kehadiran manusia meski masih tetap menjaga jarak aman.
Setelah rumah direnovasi, posisi jendela yang bersebelahan dengan jalan favorit si codet --saya kasih nama begitu-- kemudian berubah. Sayang sekali.
Tetapi rupanya perubahan posisi arsitektur rumah membuat satu tempat di pojok atas bagian belakang jadi agak terisolasi.Â