Mohon tunggu...
Telisik Data
Telisik Data Mohon Tunggu... Penulis - write like nobody will rate you

Fakta dan data otentik adalah oase di tengah padang tafsir | esdia81@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Wiranto Pepet Prabowo, Multaqo Ulama Redam Ijtima Ulama

3 Mei 2019   23:04 Diperbarui: 5 Mei 2019   06:32 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukan karena pertemuan AHY dengan Jokowi di istana yang jadi penyebab Prabowo batal  menengok Ani Yudhoyono di Singapura.

Prabowo sepertinya jengah jika momentum menengok Ani berpeluang mempertemukan dirinya dengan Menko Polhukam Wiranto dan Mahfud MD yang juga berkunjung bersama beberapa tokoh lain pada hari yang bersamaan. Khawatir diinterogasi soal klaimnya tempo hari, atau diajak janjian bertemu dengan Jokowi.

Sebelumnya, Luhut Binsar yang mencari Prabowo untuk menyampaikan pesan Jokowi terkait perlunya upaya mendinginkan suhu politik pasca-pemilu. Pertemuan itu secara terbuka lewat media dinyatakan gagal karena Prabowo beralasan sakit flu, walaupun bisa juga pertemuan terjadi tetapi secara diam-diam tanpa diketahui publik.

Luhut sendiri mengakui bahwa pembicaraan lewat telepon sudah dilakukan dan keduanya bercakap-cakap sebagai kawan yang sudah saling mengenal dalam waktu lama. Luhut dan Prabowo memang sama-sama berasal dari TNI Angkatan Darat, dan  sama-sama baret merah Koppasus.

Bisa dipahami jika Prabowo enggan berada dalam situasi tidak enak  jika harus bertemu dengan orang-orang dari lingkaran dekat Jokowi. Setidaknya mungkin sampai pelantikan presiden terpilih nanti.

Pada pelantikan presiden tahun 2014 lalu, Prabowo hadir di istana meskipun sebelumnya menolak hasil perhitungan suara pilpres KPU dan bahkan melakukan sujud syukur berdasarkan perhitungan suara oleh timnya sendiri.

Kabar terbaru malam ini ada juga tentang penyelenggaraan Multaqo Ulama  di Hotel Kartika Chandra, Jakarta.

Acara ini dihadiri 1500 ulama, habaib, dan cendekiawan muslim yang berasal dari berbagai pesantren dan lembaga.  Mereka antara lain, K. H. Maimoen Zubair atau Mbah Moen, Shinta Nuriyyah Wahid, Kyai Said Aqil Siraj (Ketum PBNU), Habib Luthfi bin Yahya (Ketua MUI Jateng),  K.H. Masdar F Mas'udi (cendekiawan muslim), juga Habib Salim Jindan dan Imam Besar Masjid Istiqlal, Nasarudin Umar.

Apabila dilihat dari materi para pembicara, jelas sekali tujuan yang ingin disampaikan: perlunya menjaga konstitusi untuk menegakkan NKRI dan pentingnya menjunjung tinggi ukhuwah Islamiyyah di atas kepentingan-kepentingan politik pasca-pemilu terutama pilpres. Sangat tegas melawan pihak-pihak siapapun yang akan melakukan gerakan inskonstitusional.

Tema yang disampaikan dalam Multaqo Ulama yaitu:

  • "Kewajiban taat kepada ulil amri (pemerintah)" oleh Nasarudin Umar.
  • "Hukum makar dalam Islam" dibawakan oleh Habib Salim Jindan.
  • "Perlunya menjaga ukhuwah Islamiyyah" oleh Masdar F Mas'udi.
  • "Perlunya menjaga stabilitas dalam Islam" oleh Masykuri Abdillah.

Multaqo ulama ini sangat penting bagi umat Islam agar tidak dicekam kebingungan. Sebelumnya pada hari Selasa lalu bertepatan dengan May Day, sekelompok ulama mengumumkan fatwa yang sangat tendensius berkaitan dengan pemilu 2019 lalu.

Ijtimak Ulama III yang diselenggarakan oleh elemen gerakan 212 mengeluarkan 5 fatwa yang salah satunya adalah mendiskualifikasi paslon 01, Jokowi-Ma'ruf. Fatwa tersebut dikatakan sebagai fatwa alternatif terhadap fatwa MUI yang secara sepihak oleh Bachtiar Nasir dianggap tidak menjawab pertanyaan umat.

Pernyataan Bachtiar langsung disanggah K.H. Cholil Nafis, Ketua Komisi Dakwah MUI, yang mengatakan bahwa politik praktis bukanlah domain MUI. Tidak relevan apabila MUI ditarik dalam polemik pemilu apalagi harus memosisikan diri pada salah satu pihak yang sedang berkontestasi.

Cholil Nafis juga menambahkan bahwa fatwa politik adalah bagiannya lembaga negara resmi yaitu Mahkamah Konstistusi. Secara tidak langsung Cholil menyatakan bahwa fatwa politik yang dikeluarkan Ijtimak Ulama sudah offside karena menyalahi asas negara dan model tata negara Indonesia.

Fatwa Ijtimak Ulama III yang juga dianggap bermasalah adalah tuduhan adanya kecurangan terstruktur, massif, dan sistematis.

Bawaslu menanggapi tuduhan tersebut dengan nada kejengkelan yang luar biasa. Anggota Bawaslu Mochamad Afiffudin  menyatakan bahwa Bawaslu menerima semua aduan dari semua pihak asalkan disertai bukti yang kuat.

Komentar Mochamad Afiffudin, anggota Bawaslu terkait kecurangan pemilu:

"Buktinya, buktinya. Berdasarkan bukti, ya berdasarkan bukti, laporan, temuan, buktinya, meyakinkan apa tidak!"  

Fatwa Ijtimak Ulama III sendiri bertentangan dengan pandangan Sandiaga Uno, cawapres 02 yang berpasangan dengan Prabowo. Sandi berpendapat bahwa Pemilu 2019 terselenggara dengan jujur dan adil. Mengenai kecurangan, Sandi mengakui bahwa potensi itu ada dan terjadi pada kedua belah pihak, baik kubu 01 maupun 02.

Opini partai-partai koalisi oposisi sendiri secara implisit mengakui  mekanisme resmi yang sedang berjalan; Demokrat, PAN, dan terakhir PKS yang mengumumkan bahwa #2019GantiPresiden sudah tutup buku. Mardani Ali Sera, kader PKS sekaligus inisiator tagar ganti presiden mengatakan bahwa presiden hasil pilihan rakyat harus diakui sebagai presiden yang sah. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun