Mohon tunggu...
Telisik Data
Telisik Data Mohon Tunggu... Penulis - write like nobody will rate you

Fakta dan data otentik adalah oase di tengah padang tafsir | esdia81@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menengok Natuna Pasca-Insiden KRI Tjiptadi Ditabrak Coast Guard Vietnam

29 April 2019   16:20 Diperbarui: 30 April 2019   08:44 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Provokasi penabrakan KRI Tjiptadi oleh kapal coast guard Vietnam (detik.com).

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan di bawah komando Susi Pudjiastuti telah menenggelamkan ratusan kapal pencuri ikan.

Terbaru, kapal pencuri asal Vietnam BD 979 terciduk KRI Tjiptadi-381  yang sedang patroli di perairan Natuna. TNI AL  kemudian menyeret kapal pencuri tersebut untuk diadili sesuai hukum di Indonesia. Sebelumnya, dua kapal Vietnam juga diamankan oleh Koarmada kita.

Sempat terjadi insiden akibat provokasi kapal  coast guard Vietnam  yang menabrak lambung KRI Tjiptadi. Kapal perang kita bergeming, kokoh seperti batu karang karena ukurannya yang lebih besar dan tentu lebih kuat. Kapal pemerintah Vietnam itu juga ternyata  menumbur kapal  pencuri ikan yang sedang ditunda KRI Tjiptadi, mengakibatkan sisi kiri lambung bocor dan kemudian tenggelam.

Penjaga pantai  Vietnam itu sepertinya sudah yakin duluan akan nasib kapal pencuri yang tertangkap basah itu. Sebelum dikirim ke dasar laut oleh KKP dan menjadi rumpon ikan, mereka dengan sadar berinisiatif menenggelamkan kapal mereka sendiri.

Meskipun demikian, jadi pertanyaan juga mengapa Vietnam melakukan aksi nekat seperti itu. Kru kapal pencuri memang selamat (ditangkap), tetapi  kita jadi tidak tahu apa isi kapal yang tenggelam tersebut. Bisa saja ada muatan barang haram yang diselundupkan di antara sirip-sirip ikan. Perlu investigasi.

Natuna, pos terdepan yang dekat wilayah sengketa

Sejak dilantik menjadi presiden, Jokowi memberikan perhatian lebih kepada kedaulatan wilayah laut dan pulau-pulau terluar Indonesia.

Maraknya pencurian ikan dan pelanggaran wilayah perairan membuat pemerintah geram. Ketegangan sengketa wilayah antarnegara di sekitar Laut China Selatan juga menjadi masalah  yang harus diwaspadai.

Tanpa banyak wacana titik-titik terluar yang paling rawan kemudian diidentifikasi. Hasilnya, 3 pulau  akan diperkuat  untuk dijadikan pangkalan militer yaitu: Natuna, Bitung, dan Selaru. Tiga titik ini tentu masih kurang mengingat luasnya wilayah NKRI, tetapi dalam jangka pendek hal ini bisa dianggap memadai.

Yang sangat mendesak adalah pos Natuna. Selain insiden dengan Vietnam, penegakkan kedaulatan hukum kita di sana pernah juga menimbulkan gesekan dengan Malaysia dan China.

Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto meresmikan berdirinya Satuan Terintegrasi TNI di Natuna, 2018 (viva.com).
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto meresmikan berdirinya Satuan Terintegrasi TNI di Natuna, 2018 (viva.com).

Kekayaan alam laut Natuna bertahun-tahun menjadi jarahan asing dan menjadikan pesatnya industri perikanan negara-negara tetangga. China yang teritorinya sangat jauh bahkan tidak malu mengklaim perairan Natuna sebagai daerah penangkapan tradisional mereka.

Setelah  pemerintah melakukan kebijakan pengetatan pengawasan laut, aksi illegal fishing dan pelanggaran wilayah berkurang drastis. Ratusan kapal pencuri ikan besar dan kecil diadili dan "dihukum mati" sedangkan ribuan lainnya dihalau menjauh. Industri yang berbasis ikan curian kemudian kolaps karena kelimpungan mencari bahan baku.

Tidak hanya rawan pencurian, Natuna juga dekat dengan zona sengketa perbatasan antara China dan negara-negara ASEAN yaitu Philipina, Brunai, Vietnam, dan Malaysia.

Panasnya wilayah sengketa  tersebut suatu saat bisa merembet dan berdampak pada Indonesia. Kebijakan meningkatkan kehadiran militer di Natuna adalah langkah strategis sehingga kita dapat  berjaga-jaga terhadap segala kemungkinan buruk yang akan terjadi.

Gerak cepat pemerintah sudah nyata hasilnya. Bulan Desember 2018, Panglima TNI meresmikan Satuan Terintegrasi TNI di Natuna yang merupakan pangkalan gabungan kekuatan Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. Berdirinya pangkalan militer tersebut melegakan hati karena pengawasan laut menjadi lebih efektif sehingga dapat mempersempit gerak para pencuri dan pelanggar kedaulatan wilayah.

Menjaga kedaulatan hukum di laut memang penting, jauh lebih luas cakupannya dan tidak hanya sebatas kasus pencurian ikan. Maraknya penyelundupan narkoba, perdagangan manusia, pembajakan kapal, penyelundupan senjata dan berbagai kejahatan lain dapat ditekan sekecil mungkin dengan patroli laut yang intensif.

Industri perikanan di Natuna

Pembangunan pangkalan militer dan pengawasan wilayah perairan pasti menguras anggaran, untuk itu perlu juga dipikirkan timbal balik ekonomi yang menguntungkan.

Kekosongan pasokan bahan baku ikan untuk industri setelah illegal fishing  dibabat habis adalah peluang untuk diisi  dengan  suplai terkendali. Penangkapan ikan yang memperhatikan aspek kelestarian dan keberlanjutan lingkungan perlu didukung oleh infrastruktur yang sesuai.

Berdirinya  Sentra Kelautan dan Perikanan  Terpadu  (SKPT) di Natuna untuk mendukung industri perikanan adalah langkah yang tepat dari sisi ekonomi. Pemerintah membangun sarana pengisian BBM, cold storage, rumah transit, Tempat Pelelangan Ikan, jalan, tempat perbaikan  jaring dan mesin kapal; sehingga kegiatan penangkapan  ikan oleh  nelayan dapat berjalan lancar.

Yang lebih penting dari aspek fisik infrastruktur adalah membangun sistem, bagaimana mengatur hubungan saling menguntungkan antara aktivitas penangkapan ikan oleh nelayan dengan industri dan perdagangan.

Menggerakkan militer lebih mudah karena komandonya jelas, tetapi menggerakkan nelayan beserta sistem ekonomi perikanan di dalamnya mungkin perlu waktu lebih lama. Inilah tantangan yang perlu pendekatan dengan mindset yang berbeda, apalagi di Natuna adalah daerah yang jarang penduduk.

Namun demikian langkah-langkah maju pemerintah di daerah perbatasan, terutama perairan laut yang rawan patut mendapatkan apresiasi yang tinggi. Kita tidak ingin kehilangan wilayah seperti kasus Sipadan dan Ligitan; juga tidak rela jika kekayaan laut kita hanya dinikmati oleh nelayan dan industri perikanan asing.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun