Mohon tunggu...
Telisik Data
Telisik Data Mohon Tunggu... Penulis - write like nobody will rate you

Fakta dan data otentik adalah oase di tengah padang tafsir | esdia81@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Jago Eksekusi Proyek Mangkrak, Jokowi Kini Incar Superholding BUMN

16 April 2019   07:18 Diperbarui: 16 April 2019   07:42 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanri Abeng pernah angkat bicara soal superholding  Badan Usaha Milik Negara yang ramai dibahas pascadebat pilpres sesi pamungkas Sabtu lalu. Superholding adalah struktur badan usaha yang menaungi holding-holding, sedangkan holding sendiri merupakan gabungan dari perusahaan-perusahaan (dalam hal ini BUMN) yang memiliki jenis usaha yang mirip atau sejenis.

Sang "manajer 1 milyar" mengatakan, gagasan Jokowi tentang pembentukan holding BUMN yang dikemukakan dalam debat sesi kelima sejatinya bukanlah sesuatu yang baru. 

Menurutnya, apa yang akan dilakukan oleh pemerintah merupakan langkah yang sudah tepat. Ide itu sendiri pernah digagas Tanri sejak era Soeharto dahulu; yaitu ketika ia menjabat Menteri Negara Pendayagunaan Badan Usaha Milik Negara, 1998-1999.

Kita dapat menduga, gagasan pengusaha asal Makassar ini kandas karena Soeharto keburu jatuh. Pemerintahan selanjutnya juga tidak begitu concern dengan manfaat besar di balik penggabungan badan-badan usaha pemerintah tersebut, hingga kemudian ide brilian ini nyaris menguap begitu saja.

Beruntunglah Indonesia saat ini ketika seorang pengusaha mebel yang sederhana, yang menjadi  nakhoda negeri ini, mengangkat kembali ide membentuk holding perusahaan-perusahaan  pelat merah.

Jokowi dalam paparannya saat debat mengatakan, ke depan Indonesia akan memiliki holding-holding perusahaan; mulai dari perusahaan bidang konstruksi, bidang pertanian dan  perkebunan, migas, dan lain-lainnya. Selanjutnya, di atasnya lagi dibentuk superholding yang membawahi holding-holding hasil penggabungan BUMN-BUMN yang sejenis tersebut.

Menurut capres 01, dengan membentuk holding BUMN maka sudah tiba saatnya perusahaan negara bertarung di kancah bisnis global dan jangan hanya jadi jago kandang saja. Dengan penggabungan BUMN-BUMN dalam satu wadah maka kekuatan sumber daya pun bertambah; sehingga  semakin mudah pula langkah untuk menembus pasar global, membentuk networking, atau mendapatkan modal.  

Saat ini, BUMN yang sudah berhasil keluar dari belenggu kejumudan itu adalah perusahaan konstruksi dan kereta api yang sukses merambah pasar mancanegara. 

Perusahaan konstruksi saat ini sudah mulai mengerjakan proyek-proyek infrastruktur di Timur Tengah, sedangkan INKA sudah mengekspor kereta api ke Bangladesh dalam jumlah besar.

Jika superholding BUMN  berhasil membuka pasar luar negeri maka swasta akan mengikuti, dan di belakangnya akan terangkat pula usaha-usaha yang lebih kecil milik rakyat. 

Begitulah secara ringkas strategi Jokowi memajukan daya saing dunia usaha kita. Menjadikan superholding BUMN sebagai "panglima perang" ekspansi pasar bisnis di kancah global.

Menteri BUMN  Rini Soemarno menanggapi  pula isu superholding ini.

Menurut Rini, Indonesia perlu memiliki satu badan usaha super kelas dunia seperti halnya Temasek milik Singapura atau Khazanah Berhad punya Malaysia. Kedua superholding negara tetangga tersebut sudah malang melintang  lebih dahulu bisnisnya di dunia internasional.  Temasek didirikan tahun 1975, sedangkan Khazanah tahun 1993.

Berkaca pada sejarah superholding negara tetangga kita, seandainya ide Tanri menggabung BUMN langsung dieksekusi tahun 1999 saja pun sebenarnya kita sudah kalah langkah sekian tahun. Apalagi saat ini sudah bertambah lagi 20 tahun. Pada titik ini kita bisa melihat bagaimana pentingnya seorang pemimpin memiliki kejelian dan visi yang jauh ke depan untuk kemajuan bangsanya.

Walaupun kembali hangat dibicarakan, langkah pemerintah menjajaki pembentukan superholding BUMN sebenarnya sudah tercatat dimulai sejak tahun 2015  lalu dan roadmap-nya disusun tahun 2016.

Superholding BUMN jika terbentuk akan dikelola secara profesional untuk menangani aset sebesar kurang lebih  Rp. 8029 triliun. Dengan terbentuknya badan usaha super tersebut maka  kementerian BUMN pun otomatis hilang karena sudah tidak diperlukan lagi. Terjadi alih pengelolaan, dari tangan birokrat ke tangan profesional.

Setelah operasional bisnis dikelola oleh profesional yang berkompeten, bukan berarti negara lepas tangan. Manajerial superholding BUMN bertanggung jawab secara langsung kepada komisaris super yaitu presiden, wakil presiden dan menteri keuangan.  Temasek Singapura dan  Khazanah milik Malaysia berada di bawah perdana menteri negara masing-masing.

Hingga saat ini Indonesia sudah memiliki beberapa  holding BUMN  yaitu:

  • holding pupuk, induknya yaitu PT Pupuk Indonesia;  
  • holding pertambangan, induknya yaitu PT Inalum;
  • holding migas yang induknya yaitu PT Pertamina;
  • dan holding perkebunan yang dipimpin PT Perkebunan Nusantara III.

Menteri Rini selanjutnya menargetkan pembentukan 8 holding baru hingga Maret 2019 yaitu infrastruktur, perumahan, asuransi, pertahanan, pelabuhan, semen, farmasi, dan BUMN Kawasan. Baru dua yang terealisasi yaitu holding infrastruktur dan perumahan.

Sulitnya eksekusi superholding BUMN

Memang tidak semudah kelihatannya, semangat untuk bangkit dan berkompetisi di kancah global ternyata menghadapi hambatan dari dalam diri kita sendiri. 

BUMN yang sering dijadikan sapi perahan oknum pejabat dan budaya kerja yang pas-pasan menjadi kendala utama.Tidak heran jika pada kesempatan  BUMN Great Leaders Camp  10-12 Maret 2019 lalu Rini menantang kesiapan Dirut BUMN untuk menjadikan perusahaanya sebagai  global player atau mundur saja jika tidak mampu.

Perubahan struktur pengelolaan juga berpotensi menimbulkan resistensi dari karyawan dan jajaran manajemen BUMN sebelumnya. Hal itu bisa terjadi karena perubahan struktur berdampak pada perubahan posisi dan  standar gaji.

Selain kesiapan sumber daya manusia terkait budaya kerja, rencana  superholding  juga mendapat sorotan kritis dari beberapa pakar ekonomi.

Faisal Basri dalam artikel Februari 2017  lalu berpendapat bahwa langkah pembentukan holding menyesatkan karena BUMN yang sakit seharusnya ditutup saja, bukan digabungkan ke dalam holding karena akan menjadi beban.

Senada dengan kekhawatiran Faisal, dalam debat capres kemarin kubu penantang juga menyentil persoalan kesehatan performa BUMN. Prabowo dalam hal ini menyoroti kinerja perusahaan penerbangan nasional Garuda Indonesia yang dianggapnya tidak menguntungkan.

Faisal juga mengangkat isu adanya kecurigaan bahwa pembentukan superholding  sebagai langkah pemerintah untuk membatasi  fungsi pengawasan dari DPR. Mekanisme check and balances menjadi terganggu dan dianggap riskan karena baik DPR maupun pemerintah sama-sama berpotensi untuk melakukan korupsi.

Toto Pranoto,  Managing Director Lembaga Management FEB-UI, menyatakan pendapat yang beririsan dengan Faisal Basri meskipun dirinya setuju rencana pembentukan superholding.

Terkait performa bisnis, Toto mengakui bahwa kondisi BUMN Indonesia sekarang berada dalam ratio pareto, 20:80. Perkiraannya, hanya ada sekitar 25 BUMN dari 114 yang menyumbang 90% total penjualan seluruh BUMN. Dari angka tersebut bisa kita hitung berapa banyak BUMN yang "gabut", makan gaji buta karena minim kontribusinya bagi pendapatan negara.

Selama berlangsungnya proses transformasi superholding BUMN, beberapa rambu  juga harus diperhatikan agar tidak melenceng dari tujuan pembentukannya semula. Syarat itu adalah: struktur yang terbentuk  harus menghasilkan nilai lebih, membentuk nilai baru, dan menyederhakan pengelolaan; dibandingkan dengan jika tidak ada penggabungan.

Masih menurut ekonom UI ini, tiga kunci utama juga harus menjadi pedoman dalam  pengelolaan  superholding yaitu: profesionalitas, integritas, dan kepemimpinan yang visioner.

Terlepas dari pro dan kontra, keinginan pemerintah untuk meningkatkan daya saing perekonomian nasional lewat pembentukan superholding BUMN harus kita bantu. Gesekan kepentingan pasti ada karena kapital yang dikelola juga jumlahnya sangat luar biasa, Rp 8000 triliunan. Perubahan harus bertahap dan ekstra hati-hati sesuai roadmap yang direncanakan untuk meminimalisir kekisruhan.

Transformasi superholding BUMN adalah upaya kita untuk selalu mencari cara agar pengelolaan BUMN kita berjalan transparan, akuntabel, menguntungkan. Di sisi yang lain, keberadaan BUMN harus dapat dirasakan manfaatnya secara merata.

Membaca rekam jejak Jokowi sebagai eksekutor proyek-proyek mangkrak kita percaya, transformasi BUMN menjadi superholding kebanggaan nasional akan terlaksana. Tetapi kita juga harus waspada, pihak-pihak yang terganggu bukan tidak mungkin akan melakukan proxy-proxy untuk menaikkan posisi tawar atau bahkan menggagalkan rencana itu  sampai kepentingannya terpenuhi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun