Rumah termasuk kebutuhan dasar manusia selain makanan dan pakaian.
Naluri membangun atau punya hunian sebenarnya sudah terpatri sejak dini.
Gak percaya?
Coba perhatikan gambar anak-anak  yang bertema pemandangan. Entah gunung, pantai, atau semak-semak yang mereka lukis, mesti ada objek rumahnya.
Seiring bertambahnya umur, mimpi anak untuk punya rumah itu sementara akan kian memudar, apalagi di zaman  now. Mereka, generasi milenial itu, lebih tertarik pada hal-hal yang lagi ngehits di sekelilingnya berkat teknologi informasi dan media sosial.
Dengan gawai di genggaman, milenial lebih akrab dengan fashion, kongkow bareng di kafe, nonton konser, atau backpacker-an ke tempat wisata.
Kebiasaan itu umumnya tetap terbawa dari masa sekolah hingga masuk usia kerja. Alhasil, uang gaji pun sering amblas tanpa ada yang tersisa untuk disimpan.
Nyicil rumah? Wah... ntar saja, tinggal di rumah ortu atau ngontrak juga nyaman kok.
Data hasil  riset Kompas.com mengatakan, 61% milenial Indonesia berusia 25-35 tahun belum punya rumah sendiri!
Selain masih nyaman nebeng, alasan milenial untuk menunda adalah harga rumah idaman yang gila-gilaan di kantong mereka. Rumah murah ada tetapi lokasinya jauh dari tempat kerja, padahal kecepatan dan kemudahan akses transportasi juga menjadi pertimbangan penting.
Keluarga Andi misalnya yang bekerja di Kebayoran, mengontrak rumah di Serua, perbatasan Jakarta dan Banten. Padahal kalau dihitung-hitung, nominal uang kontrakan setahun sebenarnya cukup untuk membayar DP rumah di Maja atau Cibubur.