Seperti yang terjadi tiga hari lalu, Pakde Karto kedatangan tamu tiga orang bule.
Berbeda dengan tamu asing yang lain kali ini sang tamu ditemani  Mas Wira, langsung dari Jakarta.
"Iki kanca kuliahku mbiyen Man, asale saka Afrika.." kata Mas Wira menjelaskan salah satu dari mereka.
Diman bingung karena katanya teman kuliah Mas Wira itu orang Afrika tapi  kok ngga ada mirip-miripnya dengan orang sana?
Urusannya juga beda dengan tamu Pakde Karto yang biasa datang. Tak sekali pun barang sejenak sang tamu menjulurkan batang lehernya ke empang yang menjadi wilayah kekuasaan Diman. Sehingga selama kunjungan singkat --hanya setengah hari-- teman Mas Wira itu ngendon di rumah saja.
Bisik-bisik dari Mas Wira, teman dolan-nya dulu, Diman mendapat informasi berharga untuk disampaikan kepada tetangga sekitar rumah yang pasti penasaran. Bersama Mas Wira sang tamu katanya ingin bekerja sama bisnis. Karena butuh modal yang cukup besar akhirnya mereka berdua sowan ke Pakde Karto, ayah Mas Wira, untuk mendapatkan tambahan modal.
"Lha.. bule kok cekak? pikir Diman pendek.
Menjelang isya, para tamu beserta Mas Wira dan Pakde Karto kemudian bertolak ke Jakarta. Tidak biasanya pula Pakde Karto lantas ikut pergi bersama tamu yang datang.
...
Pagi yang hangat ini Diman menikmati kopi jahe dan jajanan pasar di halaman rumahnya di tepi  kolam besar belakang rumah Pakde Karto.
Koran lokal hari itu baru saja diambilkan Sugeng Urip, anaknya semata wayang, dari gerbang depan rumah Pakde Karto. Berhubung Pakde Karto masih di Jakarta, koran itu singgah dulu ke tangannya.