Perang Badar adalah salah satu perang yang dianggap penting pada masa awal perkembangan agama Islam.
Dalam perang itu Rasulullah Muhammad SAW bersama ratusan umat Islam di Madinah berjuang mempertahankan eksistensi menghadapi serangan kaum kafir Quraisy dari Mekkah yang jumlahnya tiga kali lipat lebih besar. Jika kalah maka umat Islam dan agama Islam mungkin akan punah untuk  selamanya.
Sulit sekali memahami analogi Perang Badar kala itu dengan Pemilihan Gubernur DKI.
Di pihak Anies Baswedan yang didukung Amien Rais terdapat banyak umat non muslim sedangkan di barisan lawan beratnya, Basuki Tjahaja Purnama yang non muslim, juga terdapat banyak pendukung dari kalangan umat Islam.
Konteksnya adalah memilih pemimpin daerah secara administratif, bukan perang antara pihak muslim di satu sisi dengan kaum kafir di sisi yang lain.
Agak aneh memang, sebagai akademisi Prof. Amien Rais tidak mendorong publik untuk menggunakan wacana intelektual dalam memahami realitas politik. Dosen ilmu politik UGM ini sekarang cenderung menggunakan kalimat ofensif yang lebih pendek alih-alih mengedepankan argumentasi, data, dan fakta dalam beradu gagasan dengan lawan politiknya.
Sejak sekitar akhir tahun 90-an, Amien Rais mulai dikenal lewat tulisan-tulisannya yang kritis  di koran atau majalah. Lewat media cetak, pendiri PAN ini mengajak publik berpikir mengapa rezim orde baru harus ditumbangkan.
Sekarang, ketika era digital semakin menuntut kecepatan bertindak, cara-cara dan laku berpikir tertib tampak sudah ditinggalkannya.
Kerja mencerdaskan rakyat di dunia politik dengan mendorong penggunaan akal sehat memang kurang popular dan butuh kerja keras. Tidak semua politisi punya cukup waktu dan kesabaran merintis jalan terjal ini.
Dengan #2019pilpresceria semoga Mahfud MD bersama tokoh-tokoh lainnya mampu memberi warna pesta demokrasi kita dengan nuansa yang lebih cerdas dan beradab. Semoga.
***