Organisasi ini didirikan pada tanggal 31 januari 1926 dengan berlandaskan Ahlu Sunnah Wal Jama'ah (ASWAJA), yang mana Aswaja ini tidak hanya berpatokan dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah akan tetapi Aswaja ini juga merujuk kepada Empat Imam Madzhab, yakni: 1. Madzhab Hanafi, 2. Madzhab Maliki, 3. Madzhab Syafi'ie, 4. Madzhab Hambali. Karena opini Penulis terkait ketidakhanyaan NU pada rujukan Qu'an dan Sunnah itu bukan tanpa sebab, melainkan 2 rujukan itu dalam konteks ayat dan teks hadits tidak semua mudah dipahami. Salah satunya pada rujukan Qur'an. Al-Qur'an terbagi menjadi 2 Ayat, yang pertama Ayat Mutasyabbihat, yang kedua Ayat Muhkamat.
Â
Ayat Mutasyabihat ini harus dipahami secara teliti yang tidak hanya bisa dipahami dari segi arti. Sedangkan Ayat Muhkamat ini dapat dipahami langsung dari segi arti ayat tersebut. Maka dari itu, Penulis memberikan pandangan antara kedua organisasi ini dan pendirinya yang secara nasab keguruan mereka nyambung, akan tetapi dari segi rasionalisme mereka bisa berbeda.
Â
KH. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah dengan bertujuan mengajak umat islam untuk kembali hidup sesuai tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Sebagaimana Allah berfirman dalam surat Ali-Imran Ayat 32 yang artinya:Â
Â
katakanlah wahai Muhammad, "taatilah Allah dan Rasul, jika kamu berpaling, ketahuilah bahwa Allah tidak menyukai orang-orang kafir".[4]
Â
Maka dengan ini, KH. Ahmad Dahlan yang punya pemikiran bahwa hidup dengan tuntunan Qur'an dan Hadits diperkuat oleh ayat tersebut. Untuk mengangat topik mengenai pembaharuan pada dasar pemikiran islam dalam perspektif KH. Ahmad Dahlan, itu harus di analisa apa pembaharuan yang di lakukan oleh KH. Ahmad Dahlan pada dasar pemikiran islam ini?
Â
KH Ahmad Dahlan sebenarnya tidak mendapat pendidikan dalam tahapan yang seharusnya. Sebagian besar dia peroleh dari sang ayah dan otodidak. Namun menjelang dewasa, KH Ahmad Dahlan mendapat kesempatan untuk berguru dengan beberapa ulama besar, seperti KH Muhsin, KH Raden Dahlan, KH Mahfud, dan beberapa ulama lainnya. Dari para ulama tersebut, KH Ahmad Dahlan banyak mendapat ilmu baru, mulai dari ilmu fiqh, ilmu hadits, hingga ilmu qira'at. Berawal dari situ, KH Ahmad Dahlan pun memiliki pemikiran untuk melakukan pembaruan Islam di Indonesia, baik dalam bidang keagamaan ataupun pendidikan yang dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, seperti minimnya pendidikan pada masa itu.