Pertarungan Pilkada Jakarta bahkan belum mencapai klimaks setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan syarat suara 7,5% parpol yang dapat mengusung pasangan calon. Sebelumnya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) hampir dibuat "mandul" di dalam Pilkada Jakarta akibat manuver dari Koalisi Indonesia Maju yang menggaet partai besar di DKI yakni Partai Keadilan Sejahtera (PKS). PKS yang sebelumnya memajukan petahan Anies Baswedan berbalik dukungan memajukan Ridwan Kamil dengan Suwono untuk Pilkada Jakarta. Pasca putusan MK "tanpa paman" PDIP kembali memiliki asa untuk mengusung pasangan calon di dalam Pilkada Jakarta. Putusan itu juga diiringi Aksi Kawal Putusan MK yang kembali menunjukkan taji rakyat. Terlepas dari hal itu, kans PDIP kembali terbuka lebar, namun siapa sosok yang sebenarnya patut diusung "Partai Banteng?"Â
Pilkada Jakarta adalah pertarungan penting karena telah terbukti dapat secara dua kali beruntun dapat memajukan sang pemilik kursi ke pemilihan presiden. Dua sosok yang memiliki elektabilitas paling tinggi di dalam Pilkada Jakarta adalah Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama, keduanya pernah menjadi gubernur dan masih memenuhi syarat untuk pencalonan. Tulisan ini sekaligus menjadi Proposal dan Surat Terbuka kepada PDI Perjuangan untuk memajukan sosok yang lebih tepat di dalam Pilkada Jakarta. Kader murni dan berpengalaman sangat diperlukan oleh PDIP dan terlebih lagi oleh masyarakat Jakarta. Sosok yang paling tepat untuk maju adalah Hendrar Prihadi, Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) sekaligus mantan Walikota Semarang. Terdapat beberapa alasan kenapa sosok ini potensial untuk menjabat di DKI
1. Mempunyai Visi pada Penyediaan Transportasi Publik
Poin pertama adalah poin paling penting yang harus dimiliki oleh kader yang akan maju di Pilkada Jakarta. Visi penyediaan transportasi publik yang memadai sangat dibutuhkan oleh Jakarta yang semakin hari dikepung oleh kemacetan. Masyarakat Jakarta harus terhindar dari politisi yang tidak mempunyai visi transportasi publik terlebih sosok-sosok yang justru yang mengusulkan pembangunan semakin banyak jalan seperti membangun "flyover" di jalan Sudirman hingga Bundaran HI. Persoalan ini tidak perlu dijelaskan lebih jauh. Namun, bukan hanya visi, masyarakat Jakarta juga perlu bukti nyata dari kehadiran visi tersebut. Banyak kepala daerah yang memiliki visi namun nol besar dalam implementasi penyediaan transportasi publik.
Kota Semarang di bawah kepemimpinan Hendrar Prihadi adalah salah satu dari sedikit kota yang berkomitmen besar dan impelementatif dalam penyediaan transportasi publik. Trans Semarang yang disediakan oleh Pemkot Semarang adalah sistem transportasi publik berbasis bus dengan subsidi terbesar kedua di Indonesia setelah Trans Jakarta. Subsidi untuk Trans Semarang bahkan mengalahkan Surabaya dan Bandung yang secara Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerahnya (APBD) jauh lebih besar. Pemkot Semarang menghabiskan kurang lebih 200 miliar setiap tahun untuk subsidi Trans Semarang, padahal APBD Semarang hanya berkisar 5 miliar. Kondisi yang berbanding terbalik dengan Bandung dan Surabaya dengan APBD lebih besar namun mengeluarkan subsidi lebih kecil. Layanan Trans Semarang juga telah menjangkau banyak wilayah ketimbang dua kota lain yang tadi disebutkan. Jika dibandingkan dengan Ridwan Kamil yang telah memimpin Bandung dan Jawa Barat sekaligus, political will Hendrar Prihadi terkait subsidi transportasi umum jauh lebih baik. Modalitas ini juga bisa jadi momentum untuk semakin meningkatkan kualitas dan kuantitas transportasi publik di Jakarta
2. Berpengalaman Familier dalam Penanganan Banjir
Hendrar Prihadi dapat dibilang familier -jika tidak bisa disebut berpengalaman- dalam mengatasi banjir karena hingga saat ini Kota Semarang masih belum dapat mengatasi persoalan banjir. Namun hal tersebut dapat menjadi pemakluman jika dilihat dari minimnya APBD Kota Semarang dan juga minimnya dukungan dari APBD Provinsi Jawa Tengah apalagi jika dibandingkan dengan APBD DKI Jakarta yang tinggi belum lagi ditambah sokongan dari Pemerintah Pusat. Karakteristik banjir di Semarang dan Jakarta juga menjadi modalitas yang cukup untuk Hendrar Prihadi, Semarang dihadapkan pada banjir rob dan limpahan sungai dari "Semarang Atas" sekaligus. Mirip seperti Jakarta yang juga mengalami banjir rob dan "banjir kiriman." Modalitas ini juga cukup untuk menghadapi Ridwan Kamil yang jika dilihat dari karakteristik banjir di Kota Bandung yang notabene-nya kawasan dataran tinggi termasuk pengentasan banjir Jakarta yang juga seharusnya jadi tanggung jawab Ridwan Kamil saat memimpin Jawa Barat.
3. Penataan Kota, Penjagaan Cagar Budaya yang baik
Kota Semarang juga memiliki penataan kota yang relatif baik termasuk penataan Kota Lama Semarang yang saat ini menjadi andalan pariwisata. Kota Semarang di bawah kepemimpinan Hendrar Prihadi masif membangun jalur pedestrian, taman, dan juga menjaga cagar budaya. Hendrar Prihadi menaruh perhatian lebih pada bangunan cagar budaya, terlihat dari revitalisasi Pasar Johar setelah kebakaran hebat yang mengedepankan bentuk aslinya. Lagi-lagi ini adalah karakteristik yang sama dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat Jakarta.
3. Sosok yang Relatif Aman
Hendrar Prihadi juga merupakan sosok yang relatif aman mengingat Pilkada tahun 2018 lalu. Rekam jejak Hendrar Prihadi kurang lebih sama seperti sosok Jokowi pada Pilkada Jakarta 2012 dalam artian bukan nama yang begitu besar namun tetap berprestasi. Hal ini juga termasuk beliau rekam jejak yang relatif bersih saat beliau terpilih sebagai Kepala LKPP. Sejatinya pasangan ideal untuk Hendrar Prihadi adalah salah seorang anggota DPRD Jakarta dari Fraksi PDIP, Agustina atau yang lebih dikenal sebagai Tina Toon. Selama menjadi anggota DPRD, Agustina aktif dalam mengentaskan berbagai persoalan di daerah pilihnya terutama persoalan banjir. Agustina juga sangat mengerti tugas dan fungsi sebagai anggota dewan dan sangat diandalkan oleh masyarakat.
Namun PDIP memang perlu berhati-hati dalam bermanuver di Pilkada Jakarta sebab hasilnya dapat memengaruhi pemilihan dlam beberapa tahun ke depan. Terlebih lagi masyarakat Jakarta yang sangat dinamis. Jika memang berkomitmen untuk menang, PDIP memang harus memasangkan Hendrar Prihadi dengan Anies Baswedan walaupun Hendrar Prihadi harus ditempatkan sebagai calon wakil gubernur Jakarta. Anies yang telah menjalani satu periode dapat menjadi kesempatan bagi PDIP untuk memimpin kembali di Pilkada setelahnya. Â Pasangan ini juga memungkinkan secara konstitusi ketimbang dipasangkan dengan Basuki Tjahaja Purnama. Dengan visi yang sama antar keduanya, pasangan ini akan menjadi pasangan yang cocok untuk membawa Jakarta -setelah ditinggalkan sebagai ibukota- dalam lima tahun ke depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H