Sebagai contoh, ketika wajib pajak merasa bahwa kebijakan insentif pajak yang diterapkan terlalu rumit atau tidak sesuai dengan realitas bisnis mereka, otoritas pajak dapat melalui pendekatan dialektika untuk memodifikasi kebijakan tersebut, menciptakan suatu mekanisme yang lebih sesuai dengan kebutuhan kedua belah pihak. Dengan demikian, konflik yang muncul dapat diselesaikan dengan cara yang lebih produktif, mencegah ketegangan yang lebih besar di kemudian hari.
Menciptakan Solusi yang Lebih Inovatif dan Efektif
Dalam banyak kasus, pendekatan yang ada dalam praktik audit perpajakan lebih berfokus pada penyelesaian masalah yang ada saat itu juga, tanpa mempertimbangkan potensi inovasi yang dapat mendorong perkembangan sistem perpajakan ke arah yang lebih baik. Dialektika Hegelian, dengan pendekatan tesis, antitesis, dan sintesis, mendorong penciptaan solusi yang lebih inovatif dan berkelanjutan, karena ia menekankan pentingnya sintesis—yaitu hasil dari penggabungan ide-ide yang bertentangan yang menghasilkan solusi baru yang lebih efektif.
Sebagai contoh, konflik yang muncul dari perbedaan pemahaman antara otoritas pajak dan wajib pajak mengenai kewajiban pelaporan dapat menghasilkan solusi berupa pengembangan sistem pelaporan digital yang lebih sederhana dan mudah diakses. Solusi ini tidak hanya menyelesaikan konflik yang ada, tetapi juga mendorong perkembangan sistem perpajakan yang lebih modern, efisien, dan inklusif bagi semua pihak yang terlibat.
How: Implementasi Dialektika Hegelian dalam Audit Perpajakan
Implementasi pendekatan dialektika Hegelian dalam audit perpajakan memerlukan proses yang sistematis dan terstruktur, yang melibatkan tiga tahap utama: identifikasi tesis dan antitesis, analisis data, serta pengembangan sintesis. Ketiga langkah ini saling terkait dan berkelanjutan, dengan tujuan akhir untuk mencapai pemahaman yang lebih mendalam tentang masalah yang ada, serta menghasilkan solusi yang lebih efektif dan berkelanjutan. Proses ini tidak hanya mengutamakan penyelesaian masalah yang bersifat jangka pendek, tetapi juga berfokus pada penciptaan sebuah sistem yang lebih harmonis dan inklusif dalam jangka panjang.
Identifikasi Tesis dan Antitesis: Mengumpulkan Data Kebijakan dan Argumen Wajib Pajak
Langkah pertama dalam implementasi dialektika Hegelian adalah identifikasi tesis dan antitesis. Tesis dalam hal ini adalah posisi atau pandangan yang diambil oleh otoritas pajak terkait dengan kebijakan atau regulasi yang sedang dianalisis dalam proses audit. Sebagai contoh, tesis ini bisa berupa kebijakan perpajakan yang baru diterapkan oleh pemerintah, seperti perubahan dalam tarif pajak, pengenalan insentif pajak, atau ketentuan baru mengenai pelaporan kewajiban pajak.
Sementara itu, antitesis merujuk pada posisi yang berlawanan atau bertentangan yang diambil oleh wajib pajak. Konflik seringkali muncul karena perbedaan persepsi antara otoritas pajak dan wajib pajak terhadap kebijakan yang diterapkan. Wajib pajak mungkin merasa bahwa kebijakan baru tersebut tidak adil, terlalu kompleks, atau merugikan mereka dalam menjalankan kegiatan bisnis mereka. Antitesis ini sering kali muncul dalam bentuk klaim atau keluhan yang diajukan oleh wajib pajak terhadap kebijakan yang dianggap tidak sesuai dengan kondisi mereka.
Pada tahap ini, auditor harus melakukan pengumpulan data secara menyeluruh, baik dari otoritas pajak maupun dari pihak wajib pajak. Pengumpulan data ini melibatkan pemeriksaan dokumen-dokumen yang relevan, seperti peraturan perpajakan yang berlaku, laporan pajak yang diajukan oleh wajib pajak, serta argumen atau klaim yang disampaikan oleh wajib pajak yang merasa dirugikan oleh kebijakan tersebut. Selain itu, auditor juga perlu melakukan wawancara atau diskusi dengan kedua belah pihak untuk menggali lebih dalam tentang pandangan masing-masing terkait masalah yang sedang dianalisis.