Mengapa Teori Permainan Relevan?
Teori permainan sangat penting dalam CRM karena memberikan kerangka untuk memahami bagaimana aktor dalam organisasi bertindak berdasarkan kepentingan pribadi mereka. Dalam banyak kasus, CRM yang hanya mengandalkan aturan dan regulasi gagal memperhitungkan bahwa aktor di dalam organisasi tidak selalu mematuhi aturan karena adanya aturan tersebut, melainkan karena mereka memiliki motivasi atau insentif yang mempengaruhi perilaku mereka.
Teori Permainan dalam CRM
Penerapan teori permainan dalam CRM dapat dilakukan dengan cara merancang insentif yang menciptakan keseimbangan strategis antara kepentingan karyawan, manajemen, pemegang saham, dan regulator.Â
Insentif yang efektif tidak hanya mengharuskan aktor untuk mematuhi peraturan, tetapi juga memberikan manfaat yang membuat kepatuhan tersebut menjadi pilihan yang rasional dan menguntungkan bagi mereka. Sebagai contoh, program bonus atau penghargaan bagi karyawan yang berkontribusi terhadap budaya kepatuhan dapat memotivasi mereka untuk berperilaku sesuai aturan.
Di sisi lain, sanksi yang diterapkan harus cukup kuat untuk mencegah perilaku melanggar. Namun, sanksi saja tidak cukup; pendekatan CRM berbasis teori permainan juga menekankan pentingnya insentif positif.
 Aktor dalam organisasi akan berperilaku sesuai dengan strategi yang mereka anggap paling menguntungkan, baik itu mematuhi atau melanggar aturan. Dengan menyeimbangkan antara sanksi dan insentif, organisasi dapat memastikan bahwa aktor akan mematuhi aturan karena itu merupakan pilihan terbaik bagi mereka dari sudut pandang strategis.
Evaluasi CRM yang menggunakan teori permainan menuntut fleksibilitas dalam kebijakan serta pemahaman mendalam mengenai motivasi aktor. Strategi CRM tidak boleh dipandang sebagai pendekatan yang statis, melainkan harus terus diperbarui berdasarkan dynamika kepentingan dan perubahan dalam lingkungan regulasi dan bisnis.
 Dalam konteks teori permainan, organisasi harus selalu siap untuk menyesuaikan kebijakan CRM mereka guna mencapai keseimbangan strategis yang ideal antara berbagai aktor yang terlibat. Dengan begitu, kepatuhan bukan lagi sekadar kewajiban, tetapi menjadi pilihan rasional yang memberikan manfaat nyata bagi semua pihak yang berinteraksi dalam sistem.
Evaluasi dan Kritik
Etika (Aristoteles): Evaluasi dari sudut pandang Aristoteles menunjukkan bahwa CRM saat ini sering mengabaikan aspek pengembangan karakter moral individu. Karyawan yang hanya mengikuti peraturan karena adanya ancaman hukuman tidak menghasilkan kepatuhan yang berkelanjutan. Kritiknya adalah bahwa CRM harus menekankan pentingnya integritas dan moralitas sebagai nilai inti dalam organisasi.
Skeptisisme Rasional (Descartes): Dari sudut pandang Descartes, kritik utama terhadap CRM adalah kurangnya evaluasi yang berkelanjutan terhadap efektivitas kebijakan yang ada. Banyak organisasi mengandalkan aturan yang sudah ketinggalan zaman dan gagal memeriksa relevansinya secara kritis. CRM yang sukses harus menanamkan budaya skeptisisme rasional, di mana evaluasi yang cermat dan terus-menerus dilakukan.