Mohon tunggu...
Agung Latief
Agung Latief Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

Human Erorr of the circle T. Belajar, Belanja, Berseni. Oke fine

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Mind-Skizo-Set

9 Agustus 2022   18:52 Diperbarui: 9 Agustus 2022   18:59 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pentingnya kesehatan mental itu seperti pentingnya agama sebagai pondasi. Tanpa mental yang baik, sulit untuk memahami agama yang benar-benar dapat mensucikan jiwa hingga bisa benar-benar berserah diri kepada Tuhan dengan beribadah yang tulus dan berdoa secara disiplin. 

Semenjak tabrakan pola pikir antara kekeliruan yang dibenarkan dan kebenaran yang dikelirukan, saya menjadi belajar memahami pentingnya dari dua sisi. Logika dan batin. Berjalan dengan pola pikir yang keliru, membaca hal-hal yang dibilang merusak Iman bisa menghancurkan ketetapan. 

Hanya ingin tanpa melihat. Hanya menjalankan tanpa berpikir. Bahkan hanya menelan tanpa mengunyah. Sebaliknya, apabila menuruti dengan pola pikir yang benar-benar dari kebenaran, banyak kecohan yang membuat pikiran tertutup. Menahan-menahan dan menangis. Seperti ketika seseorang harus menuruti atasan untuk tidak berbicara dan pikiran tertekan karena harus menutupi sesuatu jika tidak akan di salahkan.

Hal tersebut seringkali terjadi. Atasan melakukan gerakan untuk menculik seseorang misalnya, lalu untuk melindungi nama baik sang atasan, dia membuat rekayasa alih-alih intrik yang menjadi skema atau membalikan fakta. Sehingga bawahannya yang harus menerima kesalahan apabila tragedi tersebut berhasil terungkap. 

Jujur saya berhasil keluar dari skizofrenia yang menghantui kepala saya. Saya terus berpikir bagaimana pemberontakan dalam kepala saya bisa membuahkan sesuatu. Dari keinginan untuk mengerti kasus-kasus yang rumit, dari teori-teori marxisme, hingga peliknya polemik yang selalu kontra dengan ketetapan. 

Dengan mindset yang acak-acakan-hidup di lingkungan keluarga yang sangat religius membuat saya terkekang. Karena saya selalu merasa gusar dengan komitmen yang selalu berlandasan agama. 

Menurut saya tidak seluruhnya bisa dikaitkan dengan agama. Karena agama hanya pondasi, dasar kebatinan untuk ketenangan. Bukan cara berpikir yang rumit karena cerita dan membuat takut seseorang. Karena hal itu seseorang akan melakukan segala cara untuk sang anak atau sang bawahan agar harus benar-benar mengikuti intruksi yang diberikan. Apabila melawan, maka sanksinya adalah kerusakan pada mental.

Saat-saat saya mengalami skizofrenia, saya melihat adegan-adegan yang nyata di kepala saya. Seperti kiamat, didatangi dajjal dan dilindungi sorban Nabi. Melihat pusaran segitiga bermuda yang di dalamnya ada patung ganesha yang sedang bertapa. 

Melihat nuklir-nuklir berteberbangan karena dirasa sudah ingin kiamat, maka direncanakan seperti perang dunia ketiga. Saya juga mendengar suara yang benar-benar jelas. Seperti suara sirine polisi yang mondar-mandir. Suara truk yang silih berganti lewat depan rumah mengangkut daging-daging manusia dan opium. Yang lebih parahnya lagi, saya diancam dibunuh oleh yakuza. 

Kepala yang saya rasakan itu seperti digenggam erat oleh tangan seorang monster. Sangat berat. Seperti ingin meledak, tidak keluar secara perlahan kegusaran dalam kepala saya. 

Waktu juga lebih cepat 1.5 detik dari biasanya, saya merasakan pijakan kaki yang cepat, suara kucuran air keran yang kecil tapi deras, mendengar burung berkata-kata, cicak membuat buaian dan merasa terancam karenanya karena cicak yang memberitahu Nabi pada saat sedang bersembunyi, makannya saya merasa seperti cicak itu adalah mata-mata yang ingin membunuh saya. 

Dengan penelurusan saya, dengan maksud mengetahui benang merah sampai pada titik skizofrenia itu. Saya memang tidak bisa diatur. Tapi saya bandel ketika sudah dimasukan ke pesantren, semenjak dari situ saya menjadi pemberontak. Karena pada saat sd saya masih berprestasi. 

Awal masuk pesantren saya dipaksa, ingin pindah tapi dilarang dan harus terus patuh. Seiring jalannya waktu, di pesantren saya sering kabur ke warnet atau hanya sekedar numpang hidup di warung orang. Saya juga pernah masuk sekolah Negeri tapi tidak naik kelas karena kebiasaan kabur di pesantren, di Negeri jadi saya sering bolos. 

Lalu saya kuliah, di kuliahan pelik karena masih kebiasaan ingin bebas. Saya tidak kunjung menyelesaikan sarjana, yang saya dapatkan hanya diploma. Itu juga untung-untungan. Pada saat saya menyelesaikan diploma, saat penulisan ilmiah, gejala-gejala skizofrenia sudah timbul. 

Diawali dengan depresi berat. Tandanya seperti ketika melihat tulisan, membaca display di kereta, melihat berita, mendengar omongan orang, itu semua seperti membicarakan saya. Padahal tidak sama sekali. 

Kemudian saya cuti untuk kerja dengan menggunakan orang dalam. Di situ puncak tekanan yang saya pikir lebih berat. Karena di awal saya sudah di tanam pikiran seperti saya membawa nama sang orang dalam tersebut, jadi jangan membuat kesalahan sekecil apapun. 

Sampai di perusahaan saya benar-benar di mata-matai. Dari cara saya berteman hingga dengan siapa saya makan di kantor. Hal ini membuat saya kepikiran, satu sisi saya merasa superior karena bisa kenal dengan petinggi suatu perusahaan otomotif tapi satu sisi lagi saya harus mengemban beban karena memabwa nama petinggi tersebut untuk menjalani aktivitas sebagai pesuruh. 

Bukannya menolak menjadi budak korporat. Tapi dengan keadaan pola pikir yang terguncang ditambah hadirnya suara-suara dan melihat yang tidak dilihat oleh kasat mata, saya merasa aneh. 

Tapi dua sisi dari hadirnya skizo yang berhasil saya kendalikan dan benar-benar menghilang sepenuhnya keanehan itu, pertama saya menjadi lebih lega karena banyak benang merah yang bisa saya jadikan materi alih-alih sesuatu yang pernah saya mulai tapi terbengkalai, juga saya menjadi tidak sering gusar ketika ada opsi yang berlawanan, dan juga lebih tabah apabila kekeliruan yang saya lakukan melawan kebenaran. 

Kedua, saya jadi lebih mengenal pribadi saya sendiri untuk bangkit dari keterpurukan yang tidak bisa menjadi karyawan tetap dan hanya mengandalkan kegiatan dengan kontrak saya bersyukur. 

Untuk yang benar-benar mengalami tekanan mental atau batin. Ada baiknya berusaha mencari akarnya terlebih dahulu. Kenapa bisa seperti itu, siapa yang salah, harus bisa bangkit ketika sudah mengetahuinya. Tapi jika benar-benar tidak bisa meneliti kenapa bisa seperti itu, baiknya harus diceritakan seperti ini, lewat tulisan. 

Saya juga menulis agar mengerti letak keinginan dan keporak-poranda-an pikiran saya itu dimana, saya juga jadi bisa kembali membaca bacaan berat dan tetap mensucikan jiwa dengan beribadah. Semoga apa yang kita lakukan memang sesuai dengan kehendak Tuhan. Mengerti sesuatu dengan mengunyah terlebih dahulu lalu menelannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun