Manusia adalah makhluk yang memiliki emosi dan persepsi yang unik. Sikap seseorang terhadap kita sering kali dipengaruhi oleh latar belakang, pengalaman hidup, dan kepentingan pribadi mereka. Bahkan Rasulullah SAW, manusia terbaik yang pernah ada, tidak luput dari kebencian sebagian orang di zamannya.
Mengapa demikian? Karena setiap tindakan kebaikan memiliki potensi untuk menginspirasi sekaligus mengancam pihak-pihak tertentu yang merasa kepentingannya terganggu. Namun, kebaikan tidak memerlukan pengakuan dari semua orang. Ia cukup dilakukan dengan keikhlasan dan konsistensi.
Fokus pada Nilai-Nilai Kebaikan
Dalam menghadapi realitas ini, penting bagi kita untuk memfokuskan diri pada apa yang benar di mata Allah SWT, bukan pada penilaian manusia semata. Imam Syafi'i pernah berkata:
"Setiap orang pasti ada yang mencintai dan ada yang membenci. Kalau perkaranya demikian, maka hendaklah seseorang selalu bersama orang-orang yang taat kepada Allah."
Kutipan ini mengajarkan kita untuk tetap bersama orang-orang yang memiliki kesamaan nilai dan tujuan. Kritik dan kebencian tidak seharusnya melemahkan semangat kita untuk terus berbuat baik.
Pelajaran dari Sunnatullah Ini
1. Rendah hatilah dalam kebaikan. Jangan pernah merasa sombong dengan pujian, dan jangan terlalu terpukul oleh celaan. Kedua hal itu adalah ujian dari Allah SWT.
2. Sabar menghadapi kritik. Kritik, bahkan yang paling pedas sekalipun, bisa menjadi sarana introspeksi diri.
3. Autentik dalam berbuat baik. Jangan berbuat baik hanya untuk mendapatkan pujian. Fokuslah pada keikhlasan.
4. Bijak menyikapi perbedaan. Tidak semua orang akan memahami niat baik kita. Oleh karena itu, bijaklah dalam merespons perbedaan pendapat.