"Lahan bukan hanya sekadar tanah untuk ditanami, tetapi warisan bagi generasi mendatang. Mari bersama-sama merawatnya dengan ilmu, teknologi, dan keikhlasan demi Indonesia yang berdaulat pangan."
Menghadapi potensi darurat pangan nasional, Kementerian Pertanian (Kementan) mengambil langkah sigap dengan berbagai program dan kegiatan, salah satunya melalui program Optimasi Lahan (Oplah).
Oplah sendiri merupakan salah satu program strategis untuk meningkatkan produktivitas lahan pertanian di Indonesia. Melalui perbaikan tata kelola lahan dan tata air, serta penerapan teknologi pertanian yang modern, program ini bertujuan untuk mendukung tercapainya swasembada pangan nasional dan meningkatkan kesejahteraan petani.
Namun, di balik ambisi besar tersebut, terdapat berbagai isu krusial yang perlu ditangani dengan pendekatan yang holistik dan berkelanjutan.
1. Alih Fungsi Lahan: Ancaman Terhadap Ketahanan PanganÂ
Alih fungsi lahan dari pertanian menjadi kawasan perumahan, industri, atau komersial menjadi isu yang semakin mendesak. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia kehilangan ribuan hektare lahan produktif setiap tahunnya. Praktik alih fungsi ini tidak hanya mengurangi luas lahan pertanian, tetapi juga mengancam ketahanan pangan jangka panjang. Â Pemerintah mencatat luas lahan pertanian di Indonesia hilang sekitar 100 ribu hektare per tahun. Akibatnya jumlah petani gurem pun meledak, dan ketahanan pangan RI terancam. (cnbcindonesia.com, 14/08/2024)
Solusinya, pemerintah perlu memperkuat regulasi perlindungan lahan pertanian produktif. Juga dengan memastikan insentif bagi petani agar tidak menjual lahan mereka.
2. Regenerasi Petani: Menuju Pertanian BerkelanjutanÂ
Mayoritas petani Indonesia saat ini berusia di atas 50 tahun, sementara minat generasi muda terhadap sektor pertanian masih rendah. Hasil Sensus Pertanian 2023 menunjukkan bahwa sekitar 58% tenaga kerja pertanian berumur 45 tahun ke atas pada Februari 2023, dan tren ini diperkirakan akan berlanjut hingga akhir tahun. Hal ini menciptakan kesenjangan pengetahuan dan keterampilan dalam mengadopsi teknologi pertanian modern.Â
Solusinya, program pendidikan dan pelatihan berbasis teknologi pertanian bagi pemuda harus ditingkatkan. Best practice dari negara seperti Jepang menunjukkan bahwa insentif finansial dan peluang bisnis dapat menarik minat generasi muda kembali ke sektor pertanian.
3. Infrastruktur dan Aksesibilitas: Fondasi Produktivitas LahanÂ
Infrastruktur pertanian, seperti jaringan irigasi, pompa air, dan jalan tani, sering kali dalam kondisi yang memprihatinkan. Hal ini berdampak pada efektivitas distribusi air dan hasil panen.Â
Pemerintah, jadi kunci solusi masalah ini. Yaitu pemerintah harus memprioritaskan pengalokasian anggaran untuk pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur pertanian. Sistem irigasi pintar (smart irrigation) di Thailand bisa dijadikan contoh sukses.
4. Ketergantungan pada Teknologi Tradisional: Tantangan Modernisasi Pertanian
Banyak petani masih mengandalkan metode tradisional dalam bertani, yang tidak lagi relevan dengan tantangan pertanian masa kini. Penggunaan teknologi canggih, seperti sensor tanah, drone untuk pemantauan tanaman, dan sistem irigasi otomatis, masih terbatas.Â
Pemerintah dan sektor swasta, sebagai solusi, perlu bekerja sama dalam menyediakan akses teknologi murah dan pelatihan berkelanjutan untuk petani.
5. Perubahan Iklim dan Cuaca Ekstrem: Ancaman yang Tak TerelakkanÂ
Fenomena perubahan iklim, seperti banjir, kekeringan, dan perubahan pola hujan, berdampak signifikan pada produktivitas pertanian. Hal ini membuat hasil panen menjadi tidak stabil dan sulit diprediksi.Â
Solusinya, diperlukan penerapan teknologi pertanian ramah lingkungan dan pengembangan varietas tanaman yang tahan terhadap perubahan iklim.
6. Kualitas Sumber Daya Manusia: Investasi dalam Pengetahuan dan KeterampilanÂ
Rendahnya tingkat pendidikan dan pelatihan petani menyebabkan rendahnya efektivitas implementasi praktik pertanian modern. Kurangnya pengetahuan tentang teknik budidaya, pemupukan, dan pengelolaan lahan yang optimal menjadi kendala serius.Â
Solusinya, pemerintah perlu memperluas program pelatihan berbasis keterampilan. Termasuk didalamnya adalah dengan membentuk pusat penyuluhan pertanian terpadu di setiap daerah.
7. Validasi Data Pertanian: Basis Pengambilan Keputusan yang AkuratÂ
Data yang tidak valid atau ketinggalan zaman sering kali menjadi hambatan dalam perencanaan program pertanian yang efektif. Akibatnya, banyak kebijakan yang tidak tepat sasaran.Â
Untuk mengatasi hal ini, solusinya adalah dengan mengedepankan pengembangan sistem digitalisasi pertanian. Termasuk penggunaan teknologi seperti IoT (Internet of Things) dan blockchain untuk validasi data, harus dipercepat.
Best Practice: Studi Kasus dari Vietnam dan Belanda
Vietnam sukses dalam program intensifikasi lahan pertanian dengan memaksimalkan irigasi dan dukungan teknologi tepat guna. Sementara itu, Belanda, meskipun memiliki keterbatasan lahan, berhasil menjadi salah satu eksportir produk pertanian terbesar di dunia dengan teknologi canggih dan kebijakan yang efektif.
Kesimpulan
"Optimalisasi lahan bukan sekadar soal mengolah tanah, tetapi tentang menanam harapan, memanen kesejahteraan, dan memastikan masa depan pangan yang berkelanjutan bagi generasi mendatang."
Mengatasi tujuh isu utama dalam program OPLAH memerlukan sinergi antara pemerintah, sektor swasta, lembaga pendidikan, dan masyarakat. Dengan pendekatan yang sistematis, berbasis data yang valid, dan dukungan teknologi modern, Indonesia dapat mewujudkan ketahanan pangan yang berkelanjutan serta meningkatkan kesejahteraan petani.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H