Golongan kedua adalah mereka yang tidak mencela hujan, tetapi juga tidak menjalankan sunnah Nabi . Mereka tahu tentang doa atau adab saat hujan, tetapi memilih untuk tidak mengamalkannya karena alasan malas atau lupa. Dalam pandangan Islam, sikap seperti ini adalah bentuk kelalaian yang merugikan diri sendiri.
Setiap detik kehidupan menawarkan peluang untuk berbuat baik. Melewatkan kesempatan emas seperti ini adalah kerugian yang nyata. Rasulullah bersabda:
"Barang siapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Dia akan memahamkan agama kepadanya.". (HR. Bukhari dan Muslim)
3. Mereka yang Menambah Dosa
Golongan terakhir adalah mereka yang mencela hujan. Perkataan seperti, "Hujan lagi, jadi tidak bisa pergi!", "Susah kering nih pakaian, kalau hujan ngak berhenti-henti, atau "Kapan hujan ini berhenti?" adalah bentuk keluhan yang tidak pantas. Rasulullah mengingatkan dalam hadits qudsi:
"Manusia menyakiti Aku; dia mencaci maki masa (waktu), padahal Aku adalah pemilik dan pengatur masa."(HR. Bukhari dan Muslim)
Hujan adalah nikmat dari Allah. Mencelanya sama dengan mencela pemberi nikmat, yakni Allah Ta'ala. Bahkan, kata-kata yang terucap tanpa berpikir pun dapat membawa murka Allah, sebagaimana sabda Rasulullah :
"Sesungguhnya ada seorang hamba yang berbicara dengan suatu perkataan yang membuat Allah murka, lalu dia dilemparkan ke dalam neraka jahannam." (HR. Bukhari no. 6478)
Sikap yang Harus Kita Pilih
"Hujan adalah tetes rahmat dari langit. Sikapmu saat hujan turun mencerminkan imanmu - apakah kau syukur, lalai, atau kufur?"
Sebagai Muslim, mari kita memilih untuk menjadi bagian dari golongan pertama - mereka yang meraih pahala. Saat hujan turun, jadikan momen ini untuk mengingat kebesaran Allah, bersyukur atas nikmat-Nya, dan mendoakan kebaikan.