Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Wiraswasta - Insan Pembelajar

Insan Pembelajar yang senang mempelajari bidang Personal Development dan Operasional Management, serta penulis buku: Be A Rich Man (Pustaka Hidayah, 2004), Retail Risk Management in Detail (IMan, 2010), dan The Prophet Natural Curative Secret – Divinely, Scientifically and Naturally Tested and Proven (Nas Media Pustaka, 2022). Aktif mengajar di Komunitas E-Flock Indonesia di Indonesia, serta memberikan pelatihan online di Arab Saudi, Ghana, Kamboja, Qatar, dan Thailand. Agung juga dikenal sebagai penulis lepas di berbagai majalah internal perusahaan, blogger di Medium.com, dan penulis aktif di Kompasiana.com. Saat ini aktif memberikan pelatihan di berbagai asosiasi bisnis, kementerian, universitas, sekolah, hingga perusahaan publik di berbagai kesempatan, Agung MSG mengusung filosofi hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain email: agungmsg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Empati, Rahasia Terpenting Memimpin di Era Global dengan EI dan Budaya Inklusif

12 Desember 2024   08:07 Diperbarui: 11 Desember 2024   11:53 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inklusi dimulai dari hati yang memahami dan empati yang memimpin.|Foto: Humas BPTD Gorontalo

"Pemimpin sejati memimpin dengan empati, menciptakan ruang di mana keberagaman menjadi kekuatan dan inklusi menjadi budaya yang menginspirasi."

Di era global yang dinamis, keberagaman adalah kekuatan, namun inklusi adalah kunci keberhasilan. Bagaimana pemimpin dapat mengoptimalkannya? Jawabannya terletak pada Emotional Intelligence.

Mengapa Budaya Inklusif Adalah Keunggulan Strategis?

Dunia kerja modern menghadapi perubahan besar. Perusahaan tidak lagi hanya bersaing di pasar lokal, tetapi juga harus beroperasi di lingkungan global yang penuh dengan keberagaman budaya, bahasa, dan perspektif. Dalam laporan McKinsey (2024), perusahaan dengan tim yang beragam secara budaya dan gender memiliki peluang 36% lebih tinggi untuk mengungguli kinerja finansial kompetitornya. Namun, keberagaman saja tidak cukup.

Inklusi adalah tentang bagaimana setiap individu merasa diterima, dihargai, dan diberdayakan untuk memberikan kontribusi terbaik. Tanpa inklusi, keberagaman berisiko menjadi sekadar angka statistik. Di sinilah Emotional Intelligence (EI) memegang peran penting, membantu pemimpin menciptakan budaya inklusif yang tidak hanya mendorong inovasi, tetapi juga menciptakan keunggulan kompetitif.

Peran Emotional Intelligence dalam Budaya Inklusif

Emotional Intelligence adalah kemampuan mengenali, memahami, dan mengelola emosi diri sendiri serta orang lain. Dalam konteks kepemimpinan, EI tidak hanya tentang empati, tetapi juga tentang membangun lingkungan kerja yang aman secara psikologis (psychological safety).

Menurut Daniel Goleman, EI terdiri atas lima pilar utama:
1. Kesadaran Diri: Mampu memahami kekuatan dan kelemahan diri sendiri.
2. Pengelolaan Diri: Menjaga emosi tetap stabil dalam tekanan.
3. Motivasi: Menciptakan semangat internal untuk terus berkembang.
4. Empati: Memahami perspektif orang lain, terutama dalam tim lintas budaya.
5. Keterampilan Sosial: Membangun hubungan yang kuat dan produktif.

Pemimpin yang menggunakan EI mampu:

* Membangun Kepercayaan: Melalui komunikasi yang autentik.
* Mengelola Konflik: Dengan pendekatan yang konstruktif.
* Menginspirasi Tim: Menciptakan rasa memiliki di setiap anggota tim.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun