Sebuah studi dari Journal of Experimental Social Psychology menemukan bahwa pembaca lebih menghargai tulisan yang lugas dan mudah dimengerti ketimbang karya yang terkesan ingin "mengajari". Kesombongan yang terselip dalam tulisan bisa menciptakan jarak emosional dengan pembaca, dan pada akhirnya, tulisan kehilangan dampak inspirasionalnya.
3. Menyebarkan "Kenyamanan dalam Kesesatan" yang Menenangkan Namun Menjerumuskan
Dalam psikologi komunikasi, dikenal istilah confirmation bias - kecenderungan untuk mencari atau menguatkan keyakinan yang sudah kita miliki. Penulis yang terjebak dalam bias ini cenderung menulis untuk menenangkan audiensnya, bahkan jika itu berarti menyampaikan informasi yang keliru atau kurang akurat. Misalnya, dalam isu kesehatan atau sosial, seringkali penulis memilih pendekatan yang menenangkan agar tidak kontroversial, meskipun sebenarnya kenyataannya berbeda.
Data dari Center for Countering Digital Hate menunjukkan bahwa berita yang mengonfirmasi kepercayaan audiens memiliki engagement lebih tinggi, meskipun akurasinya dipertanyakan. Penulis sejati seharusnya mampu menegakkan kebenaran di atas kenyamanan sesaat.
4. Mendukung Pemimpin atau Tokoh yang Tidak Bersih
Penulis seringkali tergoda untuk memihak tokoh politik atau pemimpin yang bisa meningkatkan popularitas atau koneksi sosial mereka. Namun, ketika penulisan dilakukan demi kepentingan kelompok tertentu atau pesanan, dan melanggar nurani penulis, tulisan tersebut berubah menjadi alat propaganda, bukan karya yang jujur dan beretika.
Banyak jurnalis yang terbukti melanggar prinsip ini, salah satunya kasus yang terjadi pada Jayson Blair, seorang wartawan yang terbukti memalsukan informasi demi karirnya. Seorang penulis perlu bertanya pada diri sendiri, apakah tokoh yang didukung ini pantas mendapatkan pembelaan? Apakah tulisan ini mencerminkan hati nurani?
5. Menulis dengan Motif Egoistik untuk "Pamer"
Seringkali, tanpa disadari, ada dorongan untuk menulis demi memperlihatkan "siapa saya." Ini mungkin berasal dari keinginan untuk terlihat kompeten atau mengesankan pembaca, tetapi tulisan yang didasari oleh egoisme cenderung terasa kering dan kurang menggugah.
Penelitian dari Harvard Business Review menyatakan bahwa tulisan yang berfokus pada pembaca dan memberikan manfaat langsung lebih disukai daripada tulisan yang sekadar mencerminkan ego penulis. Penulis bijak adalah mereka yang menulis dengan keinginan untuk melayani, bukan untuk dipuja.
6. Mengaburkan Fakta demi Mendukung Persepsi Pribadi