Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Wiraswasta - Insan Pembelajar

Insan Pembelajar yang senang mempelajari bidang Personal Development dan Operasional Management, serta penulis buku: Be A Rich Man (Pustaka Hidayah, 2004), Retail Risk Management in Detail (IMan, 2010), dan The Prophet Natural Curative Secret – Divinely, Scientifically and Naturally Tested and Proven (Nas Media Pustaka, 2022). Aktif mengajar di Komunitas E-Flock Indonesia di Indonesia, serta memberikan pelatihan online di Arab Saudi, Ghana, Kamboja, Qatar, dan Thailand. Agung juga dikenal sebagai penulis lepas di berbagai majalah internal perusahaan, blogger di Medium.com, dan penulis aktif di Kompasiana.com. Saat ini aktif memberikan pelatihan di berbagai asosiasi bisnis, kementerian, universitas, sekolah, hingga perusahaan publik di berbagai kesempatan, Agung MSG mengusung filosofi hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain email: agungmsg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Komunikasi Efektif dan Empati dalam Kepemimpinan, Kunci Sukses Manajer di Era Digital

7 November 2024   08:37 Diperbarui: 7 November 2024   08:47 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kepemimpinan yang efektif dimulai dari komunikasi dan empati.|Foto: graduate.northeastern.edu

"Komunikasi yang efektif dan empati adalah jembatan yang menghubungkan visi kepemimpinan dengan hati manusia. Pemimpin sejati tidak hanya mencapai tujuan, tetapi juga membangun hubungan yang mendalam, saling menghargai, dan menginspirasi."

Di tengah "gemuruh dan kegaduhan" era digital yang penuh dinamika, apa yang sebenarnya membuat seorang pemimpin benar-benar dihormati dan diingat oleh timnya? Apakah sekadar kemampuan mencapai target atau strategi bisnis yang cerdas? Ternyata, ada dua hal yang sering kali diabaikan namun memiliki dampak luar biasa: komunikasi efektif dan empati. Kedua elemen ini bukan sekadar pelengkap dalam kepemimpinan---mereka adalah fondasi yang membedakan pemimpin besar dari sekadar manajer.

Sekarang, coba bayangkan seorang manajer yang mampu mendengarkan setiap anggota tim dengan penuh perhatian, memahami tekanan yang mereka alami, dan mampu mengubah kekhawatiran menjadi dorongan untuk berkembang. Di sinilah rahasia pemimpin sejati berada.

Pada artikel ini, kita akan mengungkap mengapa komunikasi dan empati bukan hanya alat bantu, tetapi merupakan kekuatan yang mampu membangun kepercayaan, mempererat kolaborasi, dan akhirnya membawa tim menuju kesuksesan bersama di tengah dunia yang terus berubah.

1. Mengapa Komunikasi Efektif dan Empati Menjadi Kunci Utama dalam Kepemimpinan?

Komunikasi efektif memungkinkan pemimpin menyampaikan visi dan tujuan dengan jelas sehingga setiap anggota tim memahami arah yang dituju. Empati, di sisi lain, mengasah kemampuan untuk melihat dunia dari perspektif tim, memahami kebutuhan mereka, dan merespons dengan penuh perhatian. Menurut riset Gallup, 70% variasi dalam keterlibatan karyawan bisa ditelusuri pada kepemimpinan manajer langsung. Pemimpin yang mampu berkomunikasi secara efektif dan berempati cenderung menghasilkan karyawan yang lebih puas dan termotivasi.

Sebagai contoh, CEO Microsoft, Satya Nadella, yang dikenal mengedepankan empati, berhasil mendorong budaya kerja yang inklusif di perusahaan teknologi terbesar ini. Nadella menekankan pentingnya mendengar kebutuhan tim, terutama saat terjadi perubahan besar, seperti transisi ke layanan cloud. Dampak empatinya menciptakan lingkungan yang memungkinkan inovasi dan dukungan antarkaryawan, sehingga produktivitas pun meningkat.

2. Keterampilan Mendengarkan Aktif sebagai Dasar Komunikasi Efektif

Mendengarkan aktif adalah inti komunikasi yang kuat dan merupakan keterampilan yang perlu dikuasai oleh pemimpin. Dalam praktik mendengarkan aktif, seorang pemimpin tak hanya mendengarkan kata-kata, tetapi juga membaca intonasi dan bahasa tubuh. Sebuah studi dari Center for Creative Leadership menyatakan bahwa pemimpin yang mendengarkan dengan baik cenderung meningkatkan 40% efektivitas komunikasi.

Sebagai ilustrasi, dalam rapat tim yang sedang menghadapi kendala proyek, seorang manajer yang mendengarkan secara aktif tidak terburu-buru memberikan solusi. Alih-alih, ia memberi waktu bagi anggota tim untuk mengutarakan pandangan dan kekhawatiran. Pendekatan ini membantu tim merasa dihargai, meningkatkan kepercayaan diri, dan mengurangi kecemasan dalam menghadapi tantangan.

3. Empati sebagai Jembatan Antarbudaya dalam Tim yang Beragam

Di era globalisasi, tim lintas budaya kini semakin lazim. Pemimpin dengan empati tinggi mampu memahami nilai-nilai dan kebiasaan yang berbeda dalam tim mereka, yang memperkuat keterlibatan dan kolaborasi. McKinsey menyatakan bahwa organisasi yang inklusif secara budaya memiliki peluang 35% lebih besar untuk mencapai kinerja yang lebih baik dibandingkan organisasi yang homogen.

Misalnya, ketika manajer memimpin tim yang beranggotakan karyawan dari budaya yang berbeda, ia perlu memahami dan menghormati nilai-nilai setiap anggota. Jika ada perbedaan dalam waktu kerja atau cara berkomunikasi, pemimpin yang empatik akan mencari solusi fleksibel yang dapat diadaptasi untuk menciptakan harmoni dalam tim.

4. Menggunakan Teknologi sebagai Alat, Bukan Pengganti Interaksi Interpersonal

Teknologi komunikasi seperti Slack, Zoom, dan Microsoft Teams kini menjadi alat utama untuk kolaborasi. Namun, penggunaan teknologi ini harus diimbangi dengan pendekatan personal agar komunikasi tetap bermakna. Sebuah survei dari Harvard Business Review menunjukkan bahwa 89% karyawan merasa lebih terhubung dengan perusahaan jika mereka merasa "didengar" meskipun melalui platform digital.

Misalnya, dalam rapat online, manajer yang efektif akan menyempatkan diri menanyakan kabar anggota tim atau memberikan apresiasi sebelum masuk ke topik utama. Sentuhan kecil seperti ini memberi kesan bahwa pemimpin memperhatikan kesejahteraan timnya, yang memperkuat loyalitas dan komitmen dalam bekerja.

5. Komunikasi dan Empati sebagai Pilar Utama di Era Transformasi Digital

Selama proses transformasi digital, banyak karyawan mengalami ketidakpastian. Di sini, kemampuan untuk berkomunikasi secara jelas dan empatik sangatlah penting. Penelitian oleh Deloitte menunjukkan bahwa karyawan yang merasa didukung dan dihargai lebih mampu beradaptasi dengan perubahan. Empati menjadi penopang bagi mereka dalam menghadapi tantangan ini, sementara komunikasi yang jelas mengurangi keraguan dan meningkatkan kepercayaan diri mereka.

Sebagai contoh, saat mengimplementasikan sistem baru, seorang pemimpin dapat menjelaskan dengan transparan alasan perubahan, serta melibatkan tim dalam proses ini. Dengan demikian, tim merasa menjadi bagian dari perubahan, bukan sekadar pelaksana yang pasif, sehingga meningkatkan keterlibatan mereka dalam menyukseskan transformasi.

6. Mengintegrasikan Komunikasi dan Empati sebagai Budaya Organisasi

Pemimpin yang efektif tidak hanya mempraktikkan komunikasi dan empati pada tingkat individu tetapi juga membangun budaya yang menghargai keterbukaan dan rasa peduli dalam organisasi. Menurut penelitian oleh Society for Human Resource Management (SHRM), 58% karyawan menyatakan bahwa budaya kerja yang suportif meningkatkan motivasi dan kebahagiaan mereka.

Misalnya, seorang manajer yang berkomitmen terhadap komunikasi terbuka akan mendorong anggota tim untuk memberikan umpan balik tanpa rasa takut. Ketika anggota tim merasa lingkungan kerja mendukung ekspresi dan ide mereka, mereka akan lebih termotivasi untuk berkontribusi maksimal dan merasa dihargai.

Kesimpulan: Memimpin dengan Komunikasi Efektif dan Empati

Di era digital, keberhasilan kepemimpinan tidak hanya diukur dari pencapaian target atau hasil akhir, tetapi juga dari kualitas hubungan yang terjalin. Pemimpin yang memprioritaskan komunikasi efektif dan empati menciptakan lingkungan kerja yang kondusif, produktif, dan kolaboratif. Ini bukan hanya soal hasil bisnis, tetapi juga soal menciptakan rasa memiliki dan keterhubungan yang mendalam di antara tim.

Sebagai seorang manajer, memahami pentingnya komunikasi dan empati akan membuat Anda bukan sekadar pemimpin, tetapi juga inspirator bagi tim Anda. Pemimpin yang mampu menyelaraskan tujuan bisnis dengan kesejahteraan tim adalah pemimpin yang mampu bertahan dalam jangka panjang dan menciptakan warisan kepemimpinan yang bermakna di era digital yang terus berkembang ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun