Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Wiraswasta - Insan Pembelajar

Insan Pembelajar yang senang mempelajari bidang Personal Development dan Operasional Management, serta penulis buku: Be A Rich Man (Pustaka Hidayah, 2004), Retail Risk Management in Detail (IMan, 2010), dan The Prophet Natural Curative Secret – Divinely, Scientifically and Naturally Tested and Proven (Nas Media Pustaka, 2022). Aktif mengajar di Komunitas E-Flock Indonesia di Indonesia, serta memberikan pelatihan online di Arab Saudi, Ghana, Kamboja, Qatar, dan Thailand. Agung juga dikenal sebagai penulis lepas di berbagai majalah internal perusahaan, blogger di Medium.com, dan penulis aktif di Kompasiana.com. Saat ini aktif memberikan pelatihan di berbagai asosiasi bisnis, kementerian, universitas, sekolah, hingga perusahaan publik di berbagai kesempatan, Agung MSG mengusung filosofi hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain email: agungmsg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Benteng Takeshi Versi Atlet: Jalan ke Medali, Lewat Jembatan Kayu

20 September 2024   10:20 Diperbarui: 20 September 2024   10:59 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kalau mau medali emas, jangan lupa bawa peta & sepatu boot - buat medan berlumpur!|Foto: KOMPAS.com/RAHMAT UTOMO

"Kalau jalan menuju medali saja penuh rintangan seperti jembatan kayu, mungkin ini alam semesta yang mengingatkan kita: juara sejati bukan cuma soal fisik, tapi juga ketahanan mental. Lebih baik jatuh di jembatan, daripada jatuh dalam mentalitas kita!"

Bayangkan, kita sedang menyaksikan Pekan Olahraga yang Penuh Cerita Drama. Di layar, alih-alih pertandingan seru, yang muncul malah deretan drama memalukan yang bikin tepok jidat.

Kalau olahraga biasanya tentang laga fisik dan ketahanan mental, di sini kita belajar hal lain: kesabaran menunggu pertandingan yang tak kunjung mulai. Mungkin, alih-alih mencari medali, kita lebih baik cari penulis skenario yang handal - karena jalan ceritanya lebih mirip drama TV.

Di arena voli, para atlet bukan cuma bertanding, tapi juga berpetualang. Mereka bukan cuma meniti karier olahraga, tapi juga meniti jembatan kayu dadakan di tengah jalan berlumpur! Saking serunya akses ke venue, para atlet voli terlihat lebih mirip kontestan Benteng Takeshi daripada atlet. Mungkin tahun depan, mereka bisa alih profesi jadi petualang ekstrem!

Oh, dan jangan lupakan cabang angkat besi. Di sini, para atlet menghadapi dua jenis beban: yang satu beban di arena, yang satu lagi beban janji-janji pembangunan yang nggak pernah selesai. Pertanyaannya, mana yang lebih berat?

Sementara itu, ada cabang olahraga menembak. Nah, cabang ini menarik. Bukan karena jago tembak, tapi karena atap gedungnya yang ambrol duluan sebelum pertandingan dimulai. Kalau atapnya bisa ngomong, mungkin dia mau ikut berkompetisi dalam cabang "jatuh dari ketinggian."

Dan kalau bicara soal anggaran, ini beneran plot twist yang epik! Dengan anggaran triliunan rupiah, yang kita dapatkan justru cerita lucu soal angkot yang jadi transportasi resmi atlet nasional, jembatan kayu untuk meniti venue, dan makanan bermenu sederhana atlet yang datang telat.

Ada yang bilang: "Jalan ke venue-nya lebih mirip reality show survival!" Benar juga, kayaknya yang bertahan hidup di tengah semua kekacauan yang amburadul ini, yang pantas dapat medali emas.

Oh, dan jangan lupakan pertandingan sepak bola yang penuh aksi. Wasitnya terlihat lebih sibuk memberi kartu merah daripada memimpin pertandingan. Tiga kartu merah buat satu tim, surprise juga ya? Mungkin wasitnya salah paham, dia pikir ini Monopoli, bukan sepak bola.

Saking anehnya, pertandingan itu lebih mirip tarkam (tarung kampung) daripada laga profesional. Alhasil, pemain dari satu tim melakukan tindakan spontan di saat tensi permainan makin tinggi, ia malah memukul wasit. Eh, jangan salah, ini mungkin bagian dari plot yang tak terduga!

Pekan olahraga ini benar-benar memberikan kita banyak pelajaran dan keprihatinan yang mendalam. Salah satunya adalah bahwa koordinasi yang buruk bisa jadi bumbu utama untuk sebuah komedi. Dengan kondisi ini, sepertinya kita perlu merenung: apa kita sedang menggelar kompetisi olahraga, atau audisi serius untuk film laga? Karena dengan semua rintangannya, yang berhasil sampai ke tempat pertandingan mungkin layak disebut pemenang, bahkan sebelum peluit dibunyikan.

Jadi, apa pelajaran dari semua ini? Kita berharap PON ini meraih lima sukses. Sukses administrasi, sukses pemanfatan fasilitas pasca-even, sukses penyelengaraan dan media peningkatan kompetensi, sukses prestasi, dan sukses pemberdayaan ekonomi bagi rakyat.

Bila sesuatu tidak berjalan secara normal dan tidak seperti yang diharapkan, maka tentu hanya ada dua kemungkininan. Sesuatu itu tidak dilakukan serius, atau cara yang digunakan tidaklah efektif. Tidak profesional, dan terkesan asal-asalan. Dan bersiaplah, akan ada ajang saling mengelak dan saling menyalahkan. Pada hujan, pada angin, pada hal lain yang masuk akal.

Kalau Pekan Olahraga Acak-adul masih berjalan seperti ini, kita bukan cuma butuh medali, tapi juga piala keseriusan dan piala kesabaran! Juga sabar menunggu, apakah ada evaluasi menyeluruh, sebelum dicatat sejarah tanpa rasa malu, gundah, dan gerah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun