"Eh, Din," sapa Pak Boni, "kamu yakin mau nyoblos? Pilihannya cuma satu calon lawan kotak kosong."
Pak Dilan tertawa kecil, "Iya, Bon. Demokrasi itu soal pilihan. Tapi kalau pilihannya cuma satu, apa ini masih disebut memilih?"
Pak Boni mendesah, "Kita ini seolah diundang ke pesta rakyat, tapi cuma ada satu hidangan di meja. Harus suka gak suka, ya makan itu juga."
Seperti Ujian Paling Sulit
Saat masuk ke bilik suara, Pak Dilan melihat surat suara di tangannya. Ada dua pilihan: calon tunggal, dan kotak kosong. Seketika ia terbengong. Perasaannya kosong, pikirannya juga jadi kosong melompong.
Lalu, beberapa menit kemudian dia berpikir, "Ini kok seperti ujian paling sulit, ya? Menang tanpa bertarung sepertinya lebih susah daripada kalah dengan gagah." Pak Dilan pun tergelitik. Apa bedanya memilih calon tunggal atau kotak kosong? Keduanya terasa kosong.
Dia tertawa sendiri, "Kalau lawannya kotak kosong, pemenangnya siapa? Mungkin kotak kosong itu adalah pahlawan yang selama ini kita cari!"
Lari Sendirian Di Lintasan
Selesai nyoblos, Pak Dilan keluar TPS dan bertemu lagi dengan Pak Boni.
"Bon," katanya sambil tersenyum, "ini Pilkada mirip kompetisi olahraga. Lari sendirian di lintasan, tetap dapat medali emas. Pertanyaannya: kita harus bersorak atau ketawa?"
Pak Boni hanya mengangkat bahu, "Kalau aku sih sudah pesimis. Kayak mau pesan makanan di restoran, tapi menunya cuma satu. Ya suka gak suka, pesan itu juga."