Dalam perspektif Risk Management, ketika struktur birokrasi terlalu besar, risiko inefisiensi meningkat. Peran kementerian yang tumpang tindih atau saling beririsan bisa memperlambat implementasi kebijakan. Penambahan menteri mungkin menciptakan lebih banyak posisi jabatan, namun di sisi lain, bisa memunculkan overlap yang tidak perlu, di mana beberapa kementerian bisa memiliki tugas dan fungsi yang serupa.
Sebagai contoh, sektor ekonomi dapat dikoordinasikan oleh satu atau dua kementerian besar, daripada menciptakan kementerian terpisah untuk setiap sub-sektor yang akhirnya memperumit birokrasi.
Hal ini diamini oleh Wakil Presiden RI, KH Ma'ruf Amin, yang menyebut bahwa jumlah 34 menteri saat ini sudah cukup ideal, tetapi perlu dievaluasi sesuai dengan kebutuhan dan efektivitas. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintahan yang efektif bukanlah tentang seberapa banyak kementerian yang ada, melainkan bagaimana setiap kementerian menjalankan tugasnya dengan optimal, berfokus pada tujuan dan hasil nyata.
Pengalaman Internasional: Pelajaran dari Negara Lain
Jika kita menengok praktik di negara-negara lain, banyak negara maju dengan kabinet ramping dan menteri yang fokus pada beberapa sektor utama justru mampu mencapai efisiensi yang lebih baik.
Negara-negara seperti Inggris dan Jerman memiliki struktur kabinet yang lebih sederhana, namun berhasil menjadi salah satu perekonomian terbesar di dunia dengan kemampuan untuk bergerak cepat dalam membuat keputusan besar.
Hal ini menjadi bukti bahwa jumlah menteri yang besar tidak selalu berkorelasi dengan peningkatan kinerja pemerintahan.
Kesimpulan: Menuju Kabinet yang Efisien
Pada akhirnya, tantangan Indonesia bukanlah soal jumlah menteri semata, tetapi bagaimana membentuk kabinet yang tepat guna, terfokus, dan efisien. Opsi moderat, sebagaimana disarankan oleh beberapa pengamat, menempatkan jumlah ideal kementerian di angka 24. Dengan jumlah ini, kabinet tetap bisa mencakup sektor-sektor strategis tanpa terlalu membebani birokrasi.
Mewujudkan pemerintahan yang cepat, sat-set, tidak hanya membutuhkan kabinet yang ramping, tetapi juga kesadaran akan pentingnya manajemen waktu, kolaborasi yang efektif antar kementerian, serta penetapan prioritas yang jelas.
Dari perspektif Risk Management, Human Capital, dan kebijakan publik, rasanya penting bagi kita untuk menekankan pentingnya prinsip efisiensi ini. Pemerintah yang ramping, jelas dalam tugas dan fungsinya, serta minim gesekan birokrasi, akan jauh lebih mampu menjawab tantangan masa depan Indonesia.