Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Kabinet Besar, Kemajuan Lambat: Waktunya Indonesia Berbenah

12 September 2024   07:27 Diperbarui: 12 September 2024   13:40 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kurangi birokrasi, percepat tindakan, majukan bangsa | Foto: wapresri.go.id

"Kecepatan dan efisiensi bukan hanya soal teknologi, tetapi tentang kesederhanaan dalam kepemimpinan. Negara yang gemuk dalam kabinet hanya memperlambat langkahnya menuju kemajuan."

Gelombang dan badai PHK dengan dampak yang luar biasa menerpa Indonesia bertubi-tubi hingga kini. Karenanya, guna mengatasi hal itu, pemerintah baru mendatang haruslah bekerja eksra keras.

Karena itu, dalam konteks pemerintahan Indonesia, pembentukan kabinet menjadi salah satu elemen krusial dalam menjalankan roda pemerintahan secara efektif. Banyak pihak berdebat mengenai jumlah ideal kementerian. Pertanyaan pentingnya, apakah kabinet yang gemuk dengan jumlah menteri yang banyak mampu mempercepat kinerja pemerintahan, atau sebaliknya, malah menjadi beban?

Pembentukan Kabinet: Apakah Jumlah Menteri Menentukan Efektivitas?

Penting untuk diakui bahwa jumlah kementerian yang terlalu banyak dapat memicu tantangan besar dalam hal koordinasi dan efektivitas. Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, Agung Baskoro, melalui risetnya menyatakan bahwa jumlah ideal kementerian berkisar antara 22-24 kementerian. Jumlah ini dianggap cukup untuk mencakup fungsi-fungsi pemerintahan yang vital tanpa membebani proses pengambilan keputusan yang cepat dan efisien.

Di sisi lain, Miftah Thoha, mantan Wakil Menteri PANRB, menekankan pentingnya memperkecil jumlah kementerian hingga sekitar 20 kementerian, dengan penambahan unit kerja di kantor kepresidenan yang memegang lima fungsi penting. Logikanya sederhana: semakin sedikit kementerian, semakin terfokus dan ramping birokrasi, sehingga keputusan dapat diambil lebih cepat tanpa hambatan birokrasi yang berlapis.

Pengalaman dari Kabinet yang Gemuk

Saat ini, Indonesia memiliki 34 kementerian. Bahkan, muncul wacana dari Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet), bahwa jumlah kementerian di bawah pemerintahan mendatang bisa bertambah hingga 44. Sekilas, gagasan ini seolah memberikan ruang lebih besar bagi berbagai pihak untuk berkontribusi. Namun, kita perlu mengkaji lebih dalam tentang konsekuensinya terhadap kecepatan dan efisiensi pemerintahan.

Meskipun niatnya baik untuk mencakup berbagai sektor dan mengakomodasi koalisi, kabinet yang "gemuk" justru bisa menciptakan fragmentasi dalam pengambilan kebijakan. Alih-alih sat-set dalam bekerja, kabinet dengan banyak pos justru memperlambat proses karena setiap kementerian harus berkoordinasi dengan kementerian lain yang lebih banyak. Akibatnya, komunikasi internal menjadi kompleks, dan proses pengambilan keputusan memakan waktu lebih lama.

Dampak Terhadap Efisiensi Pemerintahan

Dalam perspektif Risk Management, ketika struktur birokrasi terlalu besar, risiko inefisiensi meningkat. Peran kementerian yang tumpang tindih atau saling beririsan bisa memperlambat implementasi kebijakan. Penambahan menteri mungkin menciptakan lebih banyak posisi jabatan, namun di sisi lain, bisa memunculkan overlap yang tidak perlu, di mana beberapa kementerian bisa memiliki tugas dan fungsi yang serupa.

Sebagai contoh, sektor ekonomi dapat dikoordinasikan oleh satu atau dua kementerian besar, daripada menciptakan kementerian terpisah untuk setiap sub-sektor yang akhirnya memperumit birokrasi.

Hal ini diamini oleh Wakil Presiden RI, KH Ma'ruf Amin, yang menyebut bahwa jumlah 34 menteri saat ini sudah cukup ideal, tetapi perlu dievaluasi sesuai dengan kebutuhan dan efektivitas. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintahan yang efektif bukanlah tentang seberapa banyak kementerian yang ada, melainkan bagaimana setiap kementerian menjalankan tugasnya dengan optimal, berfokus pada tujuan dan hasil nyata.

Pengalaman Internasional: Pelajaran dari Negara Lain

Jika kita menengok praktik di negara-negara lain, banyak negara maju dengan kabinet ramping dan menteri yang fokus pada beberapa sektor utama justru mampu mencapai efisiensi yang lebih baik.

Negara-negara seperti Inggris dan Jerman memiliki struktur kabinet yang lebih sederhana, namun berhasil menjadi salah satu perekonomian terbesar di dunia dengan kemampuan untuk bergerak cepat dalam membuat keputusan besar.

Hal ini menjadi bukti bahwa jumlah menteri yang besar tidak selalu berkorelasi dengan peningkatan kinerja pemerintahan.

Kesimpulan: Menuju Kabinet yang Efisien

Pada akhirnya, tantangan Indonesia bukanlah soal jumlah menteri semata, tetapi bagaimana membentuk kabinet yang tepat guna, terfokus, dan efisien. Opsi moderat, sebagaimana disarankan oleh beberapa pengamat, menempatkan jumlah ideal kementerian di angka 24. Dengan jumlah ini, kabinet tetap bisa mencakup sektor-sektor strategis tanpa terlalu membebani birokrasi.

Mewujudkan pemerintahan yang cepat, sat-set, tidak hanya membutuhkan kabinet yang ramping, tetapi juga kesadaran akan pentingnya manajemen waktu, kolaborasi yang efektif antar kementerian, serta penetapan prioritas yang jelas.

Dari perspektif Risk Management, Human Capital, dan kebijakan publik, rasanya penting bagi kita untuk menekankan pentingnya prinsip efisiensi ini. Pemerintah yang ramping, jelas dalam tugas dan fungsinya, serta minim gesekan birokrasi, akan jauh lebih mampu menjawab tantangan masa depan Indonesia.

Referensi:
1. Bamsoed Ngaku Dengar Jumlah Menteri Prabowo Jadi 44, Kompas.com
2. Lupakan Koalisi Gemuk, Ini Jumlah Ideal Menteri Prabowo Versi Pengamat, CNBC Indonesia.
3. Membentuk Kabinet Tak Sekedar Profesional, makarti.lan.go.id.
4. Wapres KH Maruf Amin Sebut Jumlah Ideal Menteri dan Kriterianya, nu.or.id
5. JK Nilai Jumlah Kementrian Saat Ini Sudah Ideal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun