Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Wiraswasta - Insan Pembelajar

Insan Pembelajar yang senang mempelajari bidang Personal Development dan Operasional Management, serta penulis buku: Be A Rich Man (Pustaka Hidayah, 2004), Retail Risk Management in Detail (IMan, 2010), dan The Prophet Natural Curative Secret – Divinely, Scientifically and Naturally Tested and Proven (Nas Media Pustaka, 2022). Aktif mengajar di Komunitas E-Flock Indonesia di Indonesia, serta memberikan pelatihan online di Arab Saudi, Ghana, Kamboja, Qatar, dan Thailand. Agung juga dikenal sebagai penulis lepas di berbagai majalah internal perusahaan, blogger di Medium.com, dan penulis aktif di Kompasiana.com. Saat ini aktif memberikan pelatihan di berbagai asosiasi bisnis, kementerian, universitas, sekolah, hingga perusahaan publik di berbagai kesempatan, Agung MSG mengusung filosofi hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain email: agungmsg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Kabinet Besar, Kemajuan Lambat: Waktunya Indonesia Berbenah

12 September 2024   07:27 Diperbarui: 12 September 2024   13:40 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kurangi birokrasi, percepat tindakan, majukan bangsa | Foto: wapresri.go.id

Dalam perspektif Risk Management, ketika struktur birokrasi terlalu besar, risiko inefisiensi meningkat. Peran kementerian yang tumpang tindih atau saling beririsan bisa memperlambat implementasi kebijakan. Penambahan menteri mungkin menciptakan lebih banyak posisi jabatan, namun di sisi lain, bisa memunculkan overlap yang tidak perlu, di mana beberapa kementerian bisa memiliki tugas dan fungsi yang serupa.

Sebagai contoh, sektor ekonomi dapat dikoordinasikan oleh satu atau dua kementerian besar, daripada menciptakan kementerian terpisah untuk setiap sub-sektor yang akhirnya memperumit birokrasi.

Hal ini diamini oleh Wakil Presiden RI, KH Ma'ruf Amin, yang menyebut bahwa jumlah 34 menteri saat ini sudah cukup ideal, tetapi perlu dievaluasi sesuai dengan kebutuhan dan efektivitas. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintahan yang efektif bukanlah tentang seberapa banyak kementerian yang ada, melainkan bagaimana setiap kementerian menjalankan tugasnya dengan optimal, berfokus pada tujuan dan hasil nyata.

Pengalaman Internasional: Pelajaran dari Negara Lain

Jika kita menengok praktik di negara-negara lain, banyak negara maju dengan kabinet ramping dan menteri yang fokus pada beberapa sektor utama justru mampu mencapai efisiensi yang lebih baik.

Negara-negara seperti Inggris dan Jerman memiliki struktur kabinet yang lebih sederhana, namun berhasil menjadi salah satu perekonomian terbesar di dunia dengan kemampuan untuk bergerak cepat dalam membuat keputusan besar.

Hal ini menjadi bukti bahwa jumlah menteri yang besar tidak selalu berkorelasi dengan peningkatan kinerja pemerintahan.

Kesimpulan: Menuju Kabinet yang Efisien

Pada akhirnya, tantangan Indonesia bukanlah soal jumlah menteri semata, tetapi bagaimana membentuk kabinet yang tepat guna, terfokus, dan efisien. Opsi moderat, sebagaimana disarankan oleh beberapa pengamat, menempatkan jumlah ideal kementerian di angka 24. Dengan jumlah ini, kabinet tetap bisa mencakup sektor-sektor strategis tanpa terlalu membebani birokrasi.

Mewujudkan pemerintahan yang cepat, sat-set, tidak hanya membutuhkan kabinet yang ramping, tetapi juga kesadaran akan pentingnya manajemen waktu, kolaborasi yang efektif antar kementerian, serta penetapan prioritas yang jelas.

Dari perspektif Risk Management, Human Capital, dan kebijakan publik, rasanya penting bagi kita untuk menekankan pentingnya prinsip efisiensi ini. Pemerintah yang ramping, jelas dalam tugas dan fungsinya, serta minim gesekan birokrasi, akan jauh lebih mampu menjawab tantangan masa depan Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun