"Ketika cinta kepada Allah dan Rasul-Nya menjadi pusat kehidupan, ujian menjadi jalan menuju kemuliaan, dan kesabaran menjadi bukti kekuatan jiwa."
Ketika cinta tertanam dalam hati yang penuh dengan keikhlasan dan keteguhan iman, ia menjadi sumber kekuatan yang tak terkalahkan. Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya menjadi cahaya yang menerangi kegelapan, menuntun jiwa dalam kesabaran, dan melindungi hati dari goresan fitnah serta kezaliman yang menyakitkan.
Lihatlah bagaimana cinta tersebut tertanam dalam hati Imam Bukhari, seorang ulama besar yang namanya telah mengharumkan Islam. Kisah hidup beliau tidak hanya dipenuhi dengan ilmu yang gemilang, tetapi juga dengan ujian-ujian yang berat. Celaan, fitnah, bahkan kezaliman yang diarahkan kepadanya tidak sedikit. Namun, yang luar biasa dari sosok ini adalah kemampuannya untuk tetap tenang, sabar, dan tidak membalas keburukan dengan keburukan.
Suatu ketika, ada yang bertanya kepadanya, “Mengapa engkau tidak pernah mendoakan keburukan terhadap orang-orang yang telah menzalimi, menyakiti, dan memfitnah dirimu?”
Imam Bukhari menjawab dengan lembut, "Karena Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Bersabarlah sehingga kalian dapat berjumpa denganku di telaga (pada hari kiamat)'." (HR. Bukhari).
Jawaban ini menyiratkan cinta yang dalam, cinta yang tak terbatas kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Cinta inilah yang membuat beliau bertahan. Ia tidak hanya memelihara ilmunya, tetapi juga jiwanya, dari rasa benci dan dendam.
Beliau paham bahwa hidup adalah ujian, dan ujian itu datang dalam berbagai bentuk—termasuk dari manusia yang menyakiti dan mencela. Namun, cinta yang sejati menuntun kepada kesabaran, bukan kepada kemarahan. Cinta yang tulus kepada Allah dan Rasul-Nya menjadi alasan terbesar mengapa beliau tetap bertahan dan tidak membalas kezaliman dengan keburukan.
Cinta yang Membuat Sabar
Saudaraku, hidup ini adalah perjalanan penuh ujian. Setiap manusia pasti menghadapi badai kehidupan. Kadang, badai itu datang dalam bentuk kata-kata yang menyakitkan, fitnah yang tak berdasar, atau kezaliman yang begitu meremukkan hati. Namun, sebagaimana yang diajarkan oleh Imam Bukhari, cinta kepada Allah dan Rasul-Nya adalah perisai yang melindungi hati dari kerusakan.
Cinta yang tulus tidak akan membiarkan kita tenggelam dalam kebencian atau balas dendam. Ia mengajarkan kita untuk bersabar, seperti sabarnya Nabi Yusuf ‘alaihissalam yang dikhianati oleh saudara-saudaranya, namun tetap memaafkan mereka. Atau seperti Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang memaafkan penduduk Makkah setelah segala kezaliman yang mereka lakukan terhadapnya.
Ingatlah, cinta kepada Allah dan Rasul-Nya akan mengajarkan kita untuk fokus pada akhirat, bukan pada kepedihan duniawi yang sementara. Cinta itulah yang membimbing kita untuk tetap teguh, seperti teguhnya Nabi Musa ‘alaihissalam di hadapan Fir’aun, atau seperti teguhnya Nabi Nuh ‘alaihissalam yang bertahun-tahun dihina namun tidak pernah menyerah dalam dakwahnya.
Keteguhan Hati Berkat Cinta
Cinta kepada Allah adalah cinta yang agung, yang melampaui segala urusan dunia. Ketika seseorang mencintai Allah dengan segenap hatinya, ia akan menyadari bahwa segala ujian yang datang adalah bagian dari takdir Ilahi. Dan takdir Allah tidak pernah keliru. Ia adalah jalan menuju penghapusan dosa, peningkatan derajat, dan pertemuan yang dinanti-nanti dengan Sang Pencipta dan Rasul-Nya.
Imam Bukhari yang nama aslinya adalah Muhammad bin Isma'il, mengajarkan kita untuk tidak membiarkan kebencian masuk ke dalam hati. Apalagi merasuk dalam jiwa. Ia tahu bahwa hati yang penuh cinta kepada Allah akan memandang segala ujian sebagai ladang untuk menumbuhkan pahala.
Beliau mengingatkan kita akan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa kesabaran itu akan membawa kita kepada perjumpaan dengan beliau di Telaga Kautsar. Inilah impian setiap mukmin—berjumpa dengan Nabi yang dicintainya, di tempat yang telah dijanjikan.
Menghadapi Ujian dengan Cinta
Saudaraku, mari kita bertanya kepada diri sendiri, "Sudahkah cinta kita kepada Allah dan Rasul-Nya cukup kuat untuk membuat kita bersabar dalam menghadapi ujian?" Cinta yang sejati tidak hanya diucapkan dengan lisan, tetapi dirasakan dalam hati dan diwujudkan dalam perbuatan. Ketika seseorang menyakiti kita, apakah kita akan membalasnya dengan keburukan, ataukah kita memilih untuk memaafkan dan bersabar, dengan harapan bertemu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di akhirat kelak?
Kisah Imam Bukhari adalah cerminan dari keteguhan iman dan cinta yang sejati. Beliau memilih untuk tidak melawan kezaliman dengan kezaliman, tetapi dengan kesabaran. Inilah cinta yang benar-benar membuat seseorang bertahan—bukan cinta kepada dunia, tetapi cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.
Penutup
Di tengah hiruk-pikuk kehidupan, jangan biarkan hati kita ternodai oleh kebencian dan dendam. Jadikan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya sebagai pemandu hati, sebagaimana cinta itu telah membimbing para ulama terdahulu seperti Imam Bukhari untuk tetap bertahan. Hanya dengan cinta yang tulus dan kesabaran yang mendalam, kita akan mampu melewati setiap ujian dengan keteguhan hati.
Semoga kita semua termasuk hamba-hamba yang senantiasa bersabar dan mencintai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, hingga tiba saatnya kita berjumpa dengannya di Telaga Kautsar. Aamiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H