Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menemukan Hakikat Ilmu: Antara Kesombongan, Ketawadhu'an, dan Kesadaran Diri

14 September 2024   06:07 Diperbarui: 14 September 2024   06:09 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu yang membawa kesombongan adalah ilusi, ilmu yang membawa kerendahan hati adalah pencerahan.|Foto: genmuslim.id

Disini ia mulai menghormati ulama dan para sesepuh yang telah mendahuluinya. Inilah saat di mana hati mulai terbuka untuk memahami hakikat ilmu, yaitu bukan untuk membanggakan diri, tetapi untuk mendekatkan diri kepada Allah dan menebarkan kebaikan di tengah umat.

Level Ketiga: Pengakuan Akan Ketidaktahuan

Level ketiga adalah puncak kesadaran seorang ulama sejati. Mereka yang mencapai level ini, bukan hanya tajam dalam ilmunya, tetapi juga kokoh dalam bashirah (pandangan yang mendalam). Para ulama di level ini menyadari bahwa sesungguhnya mereka tidak mengetahui apapun, kecuali sedikit sekali. Inilah yang dikatakan oleh Imam Az-Zuhri ketika ia berkata, “Aku terus menuntut ilmu, hingga aku merasa cukup dengan apa yang telah kuraih, hingga aku bertemu dengan Ubaidullah bin Utbah. Akhirnya aku sadar, bahwa aku belum meraih (ilmu) apapun.”

Para ulama di level ini tidak lagi membanggakan ilmu mereka. Mereka justru menjadi pelita bagi yang lain, mengajarkan ilmu dengan kerendahan hati, memimpin generasi baru untuk menapaki jalan yang benar dalam menuntut ilmu. Seperti pelita yang menerangi jalan dalam kegelapan, mereka menjadi cahaya di tengah kebodohan, kebingungan, dan fanatisme buta.

Cermin dari Salafus Salih

Mari kita berkaca kepada para salafus salih (para pendahulu yang salih), generasi yang mencontohkan keteladanan dalam menuntut ilmu. Mereka memulai langkah dengan niat yang lurus, berjuang untuk ilmu yang bermanfaat, dan bukan untuk ilmu yang menyesatkan. Az-Zuhri, Ubaidullah bin Utbah, dan para fuqaha (para ahli fiqih) lainnya adalah contoh bagaimana ketekunan dalam menuntut ilmu diiringi dengan kesadaran akan kebesaran Allah dan kerendahan manusia di hadapan-Nya.

Kesimpulan

Perjalanan ilmu adalah perjalanan yang panjang, penuh ujian, dan penuh tantangan. Kita mungkin merasa tahu banyak, namun sejatinya kita hanya mengetahui sedikit. Karena itu, mari kita hiasi diri dengan ketawadhu'an, mengakui keterbatasan kita, dan terus berusaha menambah ilmu dengan niat yang ikhlas. Ilmu yang sejati tidak akan membawa kita pada kesombongan, tetapi akan membawa kita lebih dekat kepada Allah dan kepada kebenaran.

Sebagaimana kata-kata hikmah, "Ilmu yang tidak disertai dengan ketawadhu'an adalah racun yang mematikan." Mari kita luruskan niat, hargai ilmu, dan jadikan setiap pengetahuan yang kita raih sebagai jalan menuju ridha-Nya. Karena pada akhirnya, kita tidak mengetahui apapun dari ilmu kecuali sedikit sekali.

Wallahu a'lam bish-shawab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun