Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Wiraswasta - Insan Pembelajar

Insan Pembelajar yang senang mempelajari bidang Personal Development dan Operasional Management, serta penulis buku: Be A Rich Man (Pustaka Hidayah, 2004), Retail Risk Management in Detail (IMan, 2010), dan The Prophet Natural Curative Secret – Divinely, Scientifically and Naturally Tested and Proven (Nas Media Pustaka, 2022). Aktif mengajar di Komunitas E-Flock Indonesia di Indonesia, serta memberikan pelatihan online di Arab Saudi, Ghana, Kamboja, Qatar, dan Thailand. Agung juga dikenal sebagai penulis lepas di berbagai majalah internal perusahaan, blogger di Medium.com, dan penulis aktif di Kompasiana.com. Saat ini aktif memberikan pelatihan di berbagai asosiasi bisnis, kementerian, universitas, sekolah, hingga perusahaan publik di berbagai kesempatan, Agung MSG mengusung filosofi hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain email: agungmsg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Calon Pemimpin Masa Depan Indonesia, Tersandera Sistem atau Kegagalan Kaderisasi?

5 September 2024   12:47 Diperbarui: 10 September 2024   17:13 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kita membutuhkan banyak pemimpin yang empatik & cerdas. Namun saat kaderisasi gagal, masa depan pun terancam. | Foto: HERYUNANTO via Kompas

Kandidat dengan dukungan kuat dari elit partai cenderung diusung meskipun belum tentu populer atau kompeten di mata masyarakat. 

Hal ini memunculkan paradoks dalam demokrasi: seolah-olah ada ruang kompetisi, tetapi yang terjadi justru adalah penguatan oligarki politik.

Putusan Mahkamah Konstitusi yang menurunkan ambang batas pencalonan kepala daerah seharusnya menjadi angin segar bagi demokrasi. 

Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa kompromi antar-elit politik sudah terjadi jauh sebelum putusan itu keluar. Partai-partai kecil pun sulit bersaing karena ruang politik sudah dikuasai oleh koalisi besar yang lebih memprioritaskan kepentingan elit daripada membuka ruang bagi munculnya alternatif calon.

Demokrasi Tanpa Kontestasi Sehat: Risiko Bagi Masa Depan

Penting untuk disadari bahwa demokrasi yang sehat membutuhkan kontestasi yang adil dan kompetitif. Fenomena calon tunggal dan dominasi elit dalam proses politik tidak hanya merugikan sistem demokrasi, tetapi juga mengerdilkan esensi dari demokrasi itu sendiri. 

Calon tunggal melawan kotak kosong, yang secara hukum sah, justru memperlihatkan kemunduran demokrasi, karena publik tidak diberikan pilihan yang berarti.

Meskipun demokrasi prosedural tetap berjalan, substansinya hilang. Pemimpin yang muncul dari proses ini belum tentu memiliki kapasitas untuk membawa perubahan yang diperlukan oleh masyarakat. 

Tanpa adanya kompetisi yang sehat, kualitas pemimpin yang dihasilkan menjadi dipertanyakan, dan pada akhirnya, hal ini akan berdampak pada kualitas kebijakan publik yang diambil.

Solusi: Membangun Sistem Politik yang Lebih Kaderisasi dan Kompetitif

Indonesia membutuhkan pembenahan menyeluruh dalam sistem politiknya. Partai politik harus lebih serius dalam menjalankan kaderisasi — bukan sekadar sebagai formalitas, tetapi sebagai proses jangka panjang yang melibatkan pendidikan politik, pelatihan kepemimpinan, dan evaluasi yang ketat terhadap setiap calon. Partai harus menjadi laboratorium pemimpin, bukan sekadar alat untuk memenangkan kekuasaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun