"Ketika guru tercinta kita pergi mendahului, air mata boleh mengalir, namun semangat untuk melanjutkan warisannya harus tetap menyala. Kehilangan adalah ujian, dan melalui kesabaran, kita akan temukan kekuatan baru untuk meneruskan langkah-langkah mulianya."
Dalam sunyi yang menghampar di malam kelam, kita terhenyak dalam sepi yang mendalam. Kehilangan guru tercinta kita, seorang pembimbing yang bijak dan sederhana, adalah peristiwa yang mengguncang jiwa. Hati kita menangis, dan air mata tertahan tapi tetap tergenang. Namun, di balik kesedihan ini, kita menemukan makna yang mendalam, sebuah pelajaran tentang cinta, ketabahan, dan keikhlasan.
Kematian adalah janji yang pasti. Setiap yang bernyawa pasti akan merasakannya, dan kita tidak pernah tahu kapan ia datang menjemput. Saat orang yang kita sayangi, terlebih seorang guru yang selalu membimbing kita dengan hikmah dan kearifan, dipanggil terlebih dahulu oleh Sang Pencipta, wajar jika hati kita dirundung pilu.
Sebagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun pernah meneteskan air mata ketika kehilangan. Ketika ditanya oleh 'Abdurrahman bin 'Auf radhiyallahu 'anhu, "Mengapa engkau menangis, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Wahai Ibnu 'Auf, sesungguhnya ini adalah rahmat (tangisan kasih sayang)."Â (HR. Bukhari no. 1303 dan Muslim no. 2315). Sebuah tangisan yang bukan sekadar luapan emosi, namun sebuah manifestasi kasih sayang yang mendalam.
Kehilangan guru tercinta, seperti kepergian Almarhum Bapak Endang Syarif, adalah kehilangan seorang penuntun cahaya, sosok yang dalam diamnya mengajarkan kita kesabaran, dalam tegasnya mengajarkan kita keteguhan iman. Beliau adalah cahaya bagi kita yang terombang-ambing dalam kegelapan, memberikan petunjuk dan bimbingan menuju jalan yang lurus. Kita bersedih karena fitrah manusia yang mencintai, dan kita juga bersedih karena tak ada lagi kesempatan untuk berbakti dan bersilaturahmi kecuali melalui doa.
Namun, dalam kesedihan ini, kita harus menemukan ketegaran. Kita harus ingat bahwa setiap perpisahan adalah bagian dari rencana Ilahi yang penuh hikmah. Kita harus percaya bahwa Allah memiliki rencana yang lebih baik bagi kita dan bagi guru tercinta kita. Sesungguhnya, segala yang telah terjadi, sedang terjadi, dan akan terjadi, adalah atas izin dan ketetapan-Nya.
Ketika air mata hangat menetes di pipi, biarlah itu menjadi saksi cinta kita kepada beliau. Dan ketika hati merasa hampa, biarlah itu menjadi ruang bagi kita untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah, memohonkan ampunan dan rahmat untuk beliau.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengajarkan, "Kedua mata boleh mencucurkan air mata, hati boleh bersedih, namun kita tidak mengucap kecuali apa yang diridai oleh Rabb kita." (HR. Bukhari no. 1303 dan Muslim no. 2315).
Bapak Endang, sosok yang begitu kita cintai dan hormati, telah meninggalkan kita. Tetapi warisan beliau - ilmu yang beliau ajarkan, hikmah yang beliau tanamkan, dan kasih sayang yang beliau tebarkan - akan selalu hidup dalam diri kita. Mari kita lanjutkan perjalanan ini dengan penuh keikhlasan, melanjutkan perjuangan beliau dalam menyebarkan kebaikan dan menegakkan tauhid.
Tidak ada lagi yang dapat kita lakukan selain mengirimkan doa-doa terbaik, memohon agar Allah tempatkan beliau di surga-Nya, di tempat terbaik di sisi-Nya.
Semoga Allah merahmati beliau, mengampuni segala dosa dan kesalahannya, serta memberinya kedudukan yang tinggi di akhirat kelak. Aamiin Ya Rabbal 'Alamin.