Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Wiraswasta - Insan Pembelajar

Agung MSG adalah seorang trainer dan coach berpengalaman di bidang Personal Development dan Operasional Management, serta penulis buku: Be A Rich Man (Pustaka Hidayah, 2004), Retail Risk Management in Detail (IMan, 2010), dan The Prophet Natural Curative Secret – Divinely, Scientifically and Naturally Tested and Proven (Nas Media Pustaka, 2022). Aktif mengajar di Komunitas E-Flock Indonesia di 93 kota di 22 provinsi di Indonesia, serta memberikan pelatihan online di Arab Saudi, Ghana, Kamboja, Qatar, dan Thailand. Agung juga dikenal sebagai penulis lepas di berbagai majalah internal perusahaan, blogger di Medium.com, dan penulis aktif di Kompasiana.com. Dengan pengalaman memberikan pelatihan di berbagai asosiasi bisnis, kementerian, universitas, sekolah, hingga perusahaan publik di 62 kota di Indonesia, Agung MSG mengusung filosofi hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain email: agungmsg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tawadhu: Kunci Kehidupan Mulia di Dunia dan Akhirat

28 Juni 2024   06:07 Diperbarui: 28 Juni 2024   07:42 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seperti halnya ilmu padi, tawadhu pun harus mencerminkan esensi bahwa makin berusia makin berisi. | Foto: bobo.grid.id

"Tawadhu adalah kunci yang membuka pintu kemuliaan sejati. Dalam kerendahan hati, kita menemukan kekuatan, dan dalam pengakuan akan kelemahan, kita menemukan kebesaran Allah yang sesungguhnya."

Di tengah gemerlap dunia yang kerap menggoda manusia dengan gemerincing materi dan status, terdapat sebuah harta yang jauh lebih berharga, namun sering kali terlupakan. Harta itu adalah tawadhu, atau sikap rendah hati. Bagi seorang muslim, tawadhu bukanlah sekadar sikap, melainkan manifestasi dari keimanan yang mendalam.

Dalam kajian tauhid dan aqidah, sikap ini adalah cerminan dari pengakuan terhadap kebesaran Allah dan pengakuan terhadap kelemahan diri manusia.

Asal Usul Kita yang Hina

Untuk memahami pentingnya tawadhu, kita harus kembali kepada hakikat penciptaan manusia. Asal muasal kita adalah dari setetes air yang hina. Bayangkan jika air itu menempel di tangan, badan, atau pakaian kita, tentu kita merasa jijik dan ingin segera membersihkannya.

Kita keluar dari rahim ibu melalui jalan yang dipenuhi kotoran, dan saat lahir, kita tak berdaya, tidak bisa berbuat apa-apa, tidak tahu apa-apa.

Segala yang Kita Miliki Hanyalah Titipan

Seringkali kita terlupa bahwa apa pun yang kita miliki di dunia ini bukanlah murni hasil jerih payah kita semata. Keahlian, keberhasilan, bahkan harta yang kita kumpulkan, semuanya adalah titipan dari Allah.

Kita harus sadar bahwa semua itu bukan milik kita yang sesungguhnya, dan kelak kita harus mempertanggungjawabkannya di hadapan-Nya. Tanpa bantuan orang lain dan pertolongan Allah, keberhasilan yang kita capai tidak akan mungkin terwujud.

Manusia adalah Hamba yang Lemah

Kita adalah hamba, dan sebagai hamba, kita tidak pernah lepas dari perbudakan. Pilihannya hanya dua: menjadi hamba Allah atau hamba setan. Tidak ada pilihan ketiga. Sadarilah bahwa setiap keberhasilan dan pencapaian kita selalu membutuhkan bantuan dari orang lain dan yang terpenting, dari Allah. Kita lemah, sangat bergantung kepada orang lain dan terutama kepada-Nya.

Allah Menutup Aib dan Kekurangan Kita

Salah satu anugerah terbesar yang Allah berikan adalah menutup aib dan kekurangan kita. Bayangkan jika setiap dosa dan kelemahan kita diperlihatkan kepada orang lain, sebagaimana pejabat yang diadili dan keluarganya dipermalukan di pengadilan.

Jika semua aib kita terbuka, sungguh kita tidak akan bernilai apa-apa di mata manusia.

Kebesaran Allah dan Kerendahan Manusia

Ketika Allah berkehendak, Dia bisa mengambil segala yang kita miliki dalam sekejap mata. Segala kebanggaan yang kita miliki, baik harta maupun status, akan hilang begitu saja setelah kematian.

Tubuh kita yang dulu gagah akan menjadi bangkai, harta akan diwariskan, dan kita tidak memiliki apa-apa lagi. Maka, apalagi yang bisa kita banggakan?

Kesadaran Diri dan Kebodohan Kesombongan

Jika seseorang masih memiliki sifat sombong, maka itu adalah bukti nyata dari kebodohan tentang dirinya sendiri. Bagaimana mungkin seseorang bisa merasa bangga, congkak, dan sombong jika ia sadar akan asal-usulnya, kelemahan dirinya, dan kekuasaan Allah?

Mengamalkan Tawadhu dalam Kehidupan Sehari-hari

Tawadhu tidak berarti merendahkan diri hingga hina, melainkan menempatkan diri pada posisi yang semestinya. Berikut adalah beberapa contoh praktis dalam mengamalkan tawadhu dalam kehidupan sehari-hari:

1. Menghindari sikap takabur. Takabur atau menyombongkan diri adalah sifat yang sangat dibenci Allah. Dengan tawadhu, kita mengangkat diri kita dengan rantai ke langit ke tujuh dan merendahkan diri dengan rantai ke bumi ke tujuh jika kita sombong.

2. Mengakui kekurangan dan ketidaksempurnaan diri. Tawadhu mengajarkan kita untuk tidak memandang diri lebih tinggi dari orang lain, meskipun kita memiliki kelebihan.

3. Bersyukur atas karunia Allah. Kesadaran akan karunia yang Allah berikan membuat kita selalu bersyukur dan tidak sombong terhadap apa yang kita miliki.

4. Terbuka untuk belajar dan berkembang. Tawadhu menjadikan kita selalu terbuka untuk belajar dari siapa saja dan tidak merasa paling pintar atau paling benar.

5. Menempatkan diri pada posisi yang semestinya. Dengan tawadhu, kita tidak ingin diangkat lebih tinggi dari yang semestinya, dan kita selalu menganggap diri kita lebih rendah dari yang dilakukan.

Kesimpulan

Tawadhu adalah sikap yang sangat dianjurkan dalam Islam dan memiliki manfaat besar dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Sikap ini tidak hanya memperbaiki hubungan kita dengan Allah, tetapi juga dengan sesama manusia. Dengan tawadhu, kita dapat hidup dalam harmoni, penuh syukur, dan senantiasa berada di bawah naungan rahmat-Nya.

Maka, mari kita introspeksi diri, menghilangkan segala bentuk kesombongan dan takabur, serta senantiasa menumbuhkan sikap tawadhu dalam hati.

Ingatlah selalu akan kelemahan dan kekurangan kita, serta kebesaran dan kasih sayang Allah yang tidak pernah putus. Hanya dengan tawadhu, kita bisa meraih kehidupan yang mulia di dunia dan akhirat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun