"Keberagaman adalah kekayaan yang patut dihargai, dan kecantikan sejati tidak terkekang oleh penampilan luar."
Dalam pagi yang indah dan tenang, ada langkah-langkah kaki kecil mengisi ruangan. Sebuah anak kucing kurus, kecil dan lemah, berjalan lunglai dan bersandar di pintu luar. Lalu, anak kucing berbulu hitam ini memasuki rumah kami, tak tahu malu mencari perlindungan. Wajahnya penuh rasa cemas, namun mata indahnya menyiratkan cerita yang belum terungkap.
Kami sekeluarga, tanpa ragu, membuka pintu hati untuknya. Meski bulunya hitam pekat, setiap seratnya menjadi kanvas keajaiban. Seperti catatan yang dipintal Tuhan, keanggunan dan kelembutan menyatu dalam diri mungilnya. Bagai bintang yang bersinar di malam gelap, ia membuktikan bahwa kecantikan sejati tak terkekang oleh warna.
Anak kucing mungil ini rida dengan takdir hidupnya. Dia tidak memilih atau meminta pada Tuhan agar berbulu indah seperti kucing Persia, Norwegian Forest, Maine Coon, Ragdoll, Birman, Siberian Forest, Somali, Himalayan, Bengal, dan Exotic. Juga tak membandingkan dirinya dengan bulu kucing Chartreux, atau pun British Shorthair. Ia happy menjalani kehidupan apa adanya.
Kami namakan kucing kesayangan itu dengan panggilan Teungteung. Karena bulunya hitam, item, atau dalam bahasa Sunda itu hideung. Kami pun sepakat, panggil saja itu Teunteung yang benar-benar hideung. Hideung lestreng.
Setiap hari kami luangkan untuk mengelus dan menyayangi si kucing hitam ini. Meskipun bisa jadi dia tak tahu betapa berbedanya warna bulunya dengan kucing-kucing mewah yang seringkali dipuja manusia. Bagi kami, dia adalah permata yang tak ternilai, diberikan oleh takdir dengan penuh kebijaksanaan.
Di dunia yang terobsesi dengan ras dan keindahan yang didefinisikan oleh manusia, si kucing hitam ini adalah pelajaran hidup. Dia mengajarkan bahwa keberagaman adalah kekayaan sejati, dan kecantikan sejati bukanlah sekadar permukaan yang dapat dilihat oleh mata, melainkan esensi yang dapat dirasakan oleh hati yang penuh cinta.
Waktu terus berlalu. Dua setengah bulan kemudian, kucing ini pun jadi kucing yang kuat, berisi dan lincah meloncat kesana kemari.
Tak jarang, ia pun suka mengikuti di sisi kaki sebelah kanan atau kiri, saat saya ke mesjid di pesantren atau Assuruur. Jalannya kadang loncat-loncat, seolah dia suka dan ceria sekali diajak ke masjid. Ia mengantar sampai pintu saja, dan duduk terdiam di anak tangga hingga salat selesai.
Asalnya ia ikut saat maghrib saja. Lalu ikut juga Isya. Melihat pemandangan itu, belasan anak-anak yang salat di masjid suka berebut ingin memegang dan menggendong Teuteung. Berebut dan bergantian dari satu tangan ke tangan lain, dari satu pelukan ke pelukan lain.
Sekarang, karena banyak yang suka padanya, Teungteung jadi kian rajin ke masjid. Salat subuh dan ashar pun ke masjid. Bahkan salat Jumat pun ke mesjid pesantren pun dia ikut. Dia seperti menikmati salat jumat, karena selama datang dan pergi dia khusus berdiam diri di sisi tangga masjid.
Sekilas, kucing ini tak ada indah-indahnya. Semuanya berwarna hitam "lestreng". Namun, anak-anak tak melihat itu. Anak-anak hanya suka kehadiran dan kelincahan kucing hitam ini.
Terbukti, saat dia tak ikut salat Isya di masjid, anak-anak banyak yang tanya. "Teungteung, kemana..?". "Kenapa Teungteung kenapa ngak ikut?". "Bawa atuh Teungteungnya, biar rame disini".
Yap, perlahan dan pasti, Teungteung jadi sosok yang dibutuhkan dan dirindukan.
Sesaat, saya pun sempat terdiam. Dalam dunia di mana penampilan sering kali diutamakan, kisah tentang Teuteung, si kucing hitam lestreng, memberikan pelajaran berharga tentang penerimaan dan keindahan yang sesungguhnya.
Melalui kasih sayang yang diberikan padanya, Teuteung menjadi bagian tak terpisahkan dari keluarga dan komunitasnya, membawa kegembiraan di setiap langkahnya.
Kisahnya mengajarkan kita untuk melihat melebihi penampilan fisik dan menghargai keunikannya masing-masing.
Dengan membuka hati kita untuk menerima keberagaman dan menghargai esensi sejati setiap sosok, kita dapat menemukan kebahagiaan yang sejati dalam kehidupan ini. Percayalah !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H