Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Mengoptimalkan Kesejahteraan di Era Disrupsi: Strategi Mengelola Toxic Productivity

11 Maret 2024   06:07 Diperbarui: 11 Maret 2024   06:20 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesejahteraan kerja harus dirancang sedemikian rupa untuk mencegah Toksisitas Produktivitas | Image: ideogram

"Kesejahteraan individu harus menjadi prioritas utama. Dengan memprioritaskan kesejahteraan, lingkungan kerja yang berdaya tahan dan mendukung dapat diciptakan bagi individu dan organisasi."

Dalam dunia kerja yang berubah dengan cepat dan teknologi yang terus berkembang, produktivitas menjadi fokus utama. Namun, ada masalah yang muncul: "Toxic Productivity". Ini terjadi ketika orang atau organisasi terlalu mengejar produktivitas, mengabaikan kesejahteraan pribadi. Tekanan untuk terus produktif semakin meningkat, terutama dengan perkembangan teknologi.

Artikel ini akan menjelaskan tentang Toxic Productivity: apa itu, gejalanya, penyebabnya, dan bagaimana mengatasinya. Kami juga akan melihat bagaimana perilaku ini dapat berdampak negatif pada kesehatan mental dan fisik, serta tantangan dalam mengelola produktivitas di lingkungan kerja yang berubah-ubah.

Dengan memahami masalah ini dan mengambil langkah-langkah tepat, kita bisa menciptakan budaya kerja yang lebih seimbang dan berkelanjutan di masa depan.

Memahami Produktivitas Beracun

Istilah Toxic Productivity (Produktivitas Beracun) mengacu pada keadaan di mana individu atau organisasi terlalu mengejar produktivitas, sering kali dengan mengorbankan kesejahteraan pribadi dan kebutuhan manusiawi lainnya. Fenomena ini bisa terlihat di berbagai situasi, baik dalam konteks profesional maupun kehidupan sehari-hari.

1. Burnout dan kehabisan energi. Terlalu banyak bekerja dapat menyebabkan kelelahan emosional, fisik, dan mental. Penyebabnya karena tekanan yang terus-menerus untuk menjadi produktif.
2. Obsesi dengan produktivitas. Terobsesi mencapai target, bahkan hingga mengorbankan waktu istirahat.
3. Terburu-buru terus-menerus. Selalu merasa terburu-buru untuk menyelesaikan tugas berikutnya.
4. Perasaan bersalah dan tidak puas. Meskipun produktif, masih merasa tidak puas dan bersalah.
5. Perfeksionisme. Tekanan untuk mencapai tingkat produktivitas sempurna.
6. Mengabaikan perawatan diri. Menganggap waktu untuk diri sendiri sebagai pemborosan.
7. Sulit bersantai atau menikmati waktu luang. Kesulitan untuk bersantai atau menikmati waktu luang.
8. Menilai diri berdasarkan produktivitas. Produktivitas dijadikan penentu nilai diri.

Toxic Productivity dapat berdampak negatif pada kesehatan mental dan fisik:

1. Kesehatan mental yang buruk, seperti stres, kecemasan, dan depresi.
2. Gangguan fisik, seperti gangguan tidur dan masalah kesehatan fisik lainnya.
3. Kurangnya kualitas hubungan dan kehidupan pribadi, termasuk kurangnya perhatian pada hubungan dan kegiatan di luar pekerjaan.

Penting untuk mengenali dan memahami tanda-tanda serta dampak negatif dari Toxic Productivity. Ini dimaksudkan agar bisa menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan berkelanjutan, dengan kesejahteraan individu sebagai prioritas utama.

Gejala Toxic Productivity

Daftar tanda-tanda klasik atau gejala dari Toxic Productivity yang paling umum adalah :
1. Bekerja terlalu keras, dimana terlalu banyak bekerja sehingga mengorbankan waktu istirahat.
2. Burnout. Gejalanya seperti kelelahan kronis, kehilangan motivasi, dan penurunan produktivitas.
3. Kecemasan. Tingkat kecemasan yang tinggi terkait kinerja kerja dan kehidupan pribadi.
4. Perasaan tidak berarti. Uniknya, meskipun produktif, merasa usaha tidak dihargai atau kurang bermakna.

Studi Kasus dari Perusahaan-perusahaan Terkemuka:

1. Google. Meskipun dikenal karena budaya kerjanya yang inovatif dan fleksibel, Google juga telah menghadapi masalah Toxic Productivity di antara karyawannya. Beberapa studi kasus menunjukkan bahwa kelebihan kerja dan tekanan untuk terus mencapai standar tinggi telah menyebabkan burnout dan penurunan kesejahteraan karyawan.
2. Amazon. Perusahaan raksasa e-commerce ini telah mendapat sorotan karena budaya kerjanya yang kompetitif dan berorientasi pada hasil. Namun, investigasi internal dan laporan media menunjukkan bahwa tekanan untuk terus produktif di Amazon telah menyebabkan tingkat burnout yang tinggi di antara karyawan, dengan dampak negatif terhadap kesehatan mental dan fisik.

Studi kasus ini menunjukkan bahwa bahkan perusahaan-perusahaan terkemuka sekalipun tidak luput dari masalah Toxic Productivity. Penting bagi organisasi untuk mengenali gejala-gejala ini dan mengambil langkah-langkah proaktif untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan berkelanjutan bagi karyawan mereka.

Dua Penyebab Utama Toxic Productivity    

Penyebab dan faktor pemicu Produktivitas Beracun itu beragam. Namun pada umumnya hanya ada 2 poin penting terkait kultur kerja dan peran teknologi dalam mendorong Toxic Productivity. Yaitu :

1. Kultur kerja yang mendukung produktivitas berlebihan. Kultur kerja yang menekankan produktivitas dan persaingan dapat mendorong karyawan untuk bekerja lebih keras dan lebih lama, terutama jika mereka merasa perlu untuk meniru tingkat kinerja rekan kerja atau atasan.
2. Peran teknologi dan AI. Meskipun teknologi seperti kecerdasan buatan (AI) meningkatkan efisiensi, penggunaannya juga dapat menambah tekanan pada karyawan. Perubahan cepat dalam teknologi memaksa karyawan untuk terus meningkatkan keterampilan mereka, sementara ketersediaan teknologi membuat karyawan merasa perlu untuk selalu terhubung dan "online" di luar jam kerja.

Penting bagi organisasi untuk menyadari dampak teknologi terhadap kesejahteraan karyawan dan mengelola penggunaannya dengan bijak. Menciptakan budaya kerja yang mendukung keseimbangan antara kerja dan kehidupan dapat membantu mencegah munculnya Toxic Productivity.

Langkah-langkah Praktis Mengatasi Toxic Productivity

Dalam mengatasi fenomena Toxic Productivity, diperlukan langkah-langkah konkret yang memperkuat kesadaran akan masalah ini, serta pendekatan baru terhadap produktivitas yang lebih seimbang dan berkelanjutan.

1. Perubahan Paradigma Produktivitas. Mengajarkan bahwa produktivitas yang sehat bukanlah tentang bekerja lebih banyak, tetapi bekerja lebih cerdas dan efektif. Prioritaskan keseimbangan kerja-hidup.
2. Strategi Karyawan. Hal penting yang bisa dilakukan adalah menetapkan batas waktu kerja dan istirahat yang jelas. Kemudan menerapkan manajemen waktu yang efektif dengan pembagian tugas dan prioritas. Terakhir, berkomunikasi terbuka tentang kebutuhan pribadi dalam menjaga keseimbangan kerja-hidup.
3. Peran Manajemen. Penting bagi jajaran manajemen untuk menjadi contoh yang baik dengan menunjukkan pola kerja seimbang. Mendorong fleksibilitas dalam waktu kerja. Juga menyediakan dukungan dan sumber daya untuk manajemen stres dan kesejahteraan mental karyawan.

Dengan menerapkan solusi ini, organisasi dapat menciptakan lingkungan kerja yang seimbang dan mendukung bagi karyawan, mempromosikan produktivitas yang sehat dan berkelanjutan.

Menghadapi Tantangan di Era Multi Disruptif

Dalam menghadapi tantangan di era multi disruptif, individu dan organisasi perlu mengembangkan keterampilan adaptasi. Keterampilan yang diperlukan untuk berhasil beroperasi dalam lingkungan yang terus berubah. Berikut adalah dua aspek penting yang perlu diperhatikan:

1. Keterampilan adaptasi yang diperlukan. Pertama, fleksibilitas yang bisa beradaptasi cepat dan mengubah pendekatan. Kedua, kepemimpinan inklusif yang mendorong partisipasi semua anggota tim untuk solusi inovatif. Dan ketiga, manajemen perubahan yang mampu mengelola perubahan dengan efektif, termasuk atasi resistensi.
2. Pemanfaatan ai untuk kesejahteraan. Gunakan applikasi Teknologi untuk Keseimbangan dan Produktivitas yang bisa memanfaatkan AI untuk dukung kesejahteraan. Seperti manajemen waktu dan identifikasi pola perilaku.

Contoh aplikasi dan alat bantu yang mungkin bisa membantu antara lain adalah Headspace. Sebuah aplikasi meditasi dan mindfulness untuk membantu mengurangi stres dan meningkatkan fokus. Juga Toggl, yaitu alat pelacakan waktu yang membantu mengelola produktivitas dan menetapkan batas antara kerja dan waktu luang.

Dengan mengembangkan keterampilan adaptasi yang diperlukan dan memanfaatkan teknologi AI dengan bijak, individu dan organisasi dapat meningkatkan ketahanan mereka terhadap perubahan yang terjadi di era multi disruptif. Ini akan memungkinkan mereka untuk tetap kompetitif dan berkelanjutan dalam lingkungan kerja yang terus berkembang.

Menangani Toksisitas Produktivitas: Prioritaskan Kesejahteraan di Tempat Kerja

Kesimpulannya, toksisitas produktivitas adalah masalah serius yang harus ditangani dalam era ini. Untuk meningkatkan kesejahteraan individu dan kelangsungan organisasi, diperlukan perubahan dalam pendekatan terhadap produktivitas di tempat kerja.

Dengan mengenali gejala dan penyebab toksisitas produktivitas, langkah-langkah proaktif dapat diambil. Ini termasuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya keseimbangan kerja-hidup dan mempromosikan budaya kerja yang mendukung kesejahteraan karyawan.

Dalam dunia kerja yang modern, kesejahteraan individu harus menjadi prioritas utama. Meskipun teknologi dan perubahan terus berlanjut, kesejahteraan tidak boleh dikorbankan demi produktivitas. Dengan memprioritaskan kesejahteraan, lingkungan kerja yang berdaya tahan dan mendukung dapat diciptakan bagi individu dan organisasi.

Tinjauan Terbaru untuk Teknologi, Manajemen, dan Kesejahteraan Karyawan

Studi terbaru menyoroti dampak teknologi dan kecerdasan buatan (AI) terhadap kesejahteraan karyawan. Meskipun teknologi dapat meningkatkan efisiensi, penggunaan berlebihan bisa menyebabkan stres dan ketidakseimbangan kerja-hidup.

Inovasi dalam praktik manajemen menekankan keseimbangan kerja-hidup. Ini termasuk fleksibilitas waktu kerja, promosi kesehatan, dan adaptasi terhadap perubahan. Organisasi yang menerapkan praktik ini melihat peningkatan retensi karyawan dan produktivitas.

Meskipun tantangan di era multi disruptif semakin kompleks, ada upaya signifikan untuk memahami dan mengatasi dampak negatifnya. Dengan memperbarui praktik manajemen dan menggunakan teknologi dengan bijak, lingkungan kerja yang lebih seimbang dan berdaya tahan dapat diciptakan di masa depan.

Menuju Lingkungan Kerja yang Seimbang dan Berkelanjutan

Mengatasi toksisitas produktivitas di era multi disruptif dan kecerdasan buatan membutuhkan kesadaran dan tindakan tepat. Perubahan budaya dan pendekatan baru diperlukan untuk menyeimbangkan produktivitas dan kesejahteraan.

Dengan menggeser fokus pada keseimbangan kerja-hidup dan penggunaan teknologi yang bijak, lingkungan kerja yang lebih sehat dapat diciptakan. Kita perlu komitmen untuk budaya kerja yang inklusif dan peduli terhadap kesejahteraan individu, demi kesuksesan bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun