6. Transparansi dan akses publik. Pastikan hasil pemilihan umum di setiap tingkat dapat diakses oleh publik melalui situs web resmi dan mekanisme transparansi lainnya. Transparansi merupakan kunci untuk membangun kepercayaan publik dan meminimalkan spekulasi terhadap integritas proses pemilihan.
7. Audit independen. Lakukan audit independen terhadap proses pemilihan dan pelaporan hasil untuk memastikan kebenaran dan integritasnya. Audit ini harus dilakukan oleh lembaga independen dan kredibel untuk menjamin keadilan dan akuntabilitas dalam proses pemilihan.
8. Implementasikan sistem pelaporan berjenjang. Terapkan sistem pelaporan berjenjang yang memungkinkan verifikasi dan validasi data dari tingkat TPS hingga tingkat propinsi. Dengan demikian, kesalahan atau manipulasi data dapat dideteksi dan diatasi dengan lebih efektif.
9. Komitmen pemerintah dan lembaga terkait. Pemerintah dan lembaga terkait harus memiliki komitmen untuk memastikan integritas dan akurasi proses pemilihan umum serta pelaporannya. Kolaborasi antara berbagai lembaga dan pihak terkait sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik dan menjamin keberhasilan pemilihan.
10. Sanksi terhadap pelanggaran. Tetapkan sanksi yang tegas terhadap pelanggaran dalam proses pemilihan dan pelaporan hasil untuk mencegah kecurangan dan memastikan kepatuhan. Sanksi yang jelas dan tegas dapat menjadi deteren untuk mencegah praktik-praktik yang merugikan integritas pemilihan.
Dengan mengikuti langkah-langkah risk management ini, diharapkan pemilihan umum dapat dilaksanakan dengan lebih baik, terpercaya, dan bebas dari kekisruhan yang dapat mengganggu integritas dan legitimasi hasilnya.
Namun sayang, semua langkah-langkah diatas sepertinya tidak dilakukan dengan sempurna. Akibatnya, kini KPU dalam kondisi krisis dan menuai banyak keluhan yang luas.
Langkah-Langkah Taktis dan Solutif
Dalam kondisi krisis dan banyak keluhan terkait kekacauan data pemilu, langkah-langkah nyata, efektif, dan signifikan dalam risk management dapat mencakup:
1. Kawal dari sistem internal tim pengusung. Perolehan suara calon harus dikawal dari sistem internal sendiri yang sudah disiapkan sebelumnya. Mulai dari tingkat daerah hingga nasional, sehingga command center bisa berfokus untuk memantau pergerakan perolehan suara dari data yang ada di sistem. Jadi tidak terpengaruh dengan quick count atau pun exit  poll yang dilakukan lembaga survei, namun juga punya sistem sendiri.
2. Proaktivitas command center dan jaringan relawan. Proses penghitungan suara harus dapat terus dikawal oleh Commnd Center bersama para pakar keamanan siber dan jaringan relawan yang tersebar di seluruh Indonesia, sehingga data internal juga akan menjadi acuan untuk timnas. Ini dilakukan bersamaan, sambil menunggu hasil pemilu (real count) yang dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU)