1. Bangun kerjasama antara pemerintah, akademisi, dan praktisi dalam pengambilan kebijakan transportasi. Kolaborasi ini akan memastikan perspektif yang komprehensif dan beragam serta meningkatkan legitimasi keputusan.
2. Integrasikan ilmu sosial dan humaniora dalam kurikulum pendidikan transportasi. Penguatan pendidikan dengan mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial, dan hukum akan menghasilkan profesional yang lebih holistik.
3. Bentuk lembaga atau unit khusus yang fokus pada aspek ekonomi, sosial, dan hukum transportasi. Lembaga ini akan bertanggung jawab untuk penelitian, pengembangan kebijakan, dan pemantauan dampak kebijakan transportasi.
Dengan mengimplementasikan rekomendasi ini, diharapkan peran transportasi dalam kebijakan publik di Indonesia dapat ditingkatkan, menciptakan sistem transportasi yang lebih efisien, inklusif, dan berkelanjutan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kesimpulan :
Saatnya kini kita menyoroti pentingnya mempertimbangkan aspek ekonomi transport, sosial transport, dan hukum transportasi dalam kebijakan transportasi publik. Integrasi ilmu sosial dan humaniora dalam pengambilan keputusan transportasi dapat membantu merancang kebijakan yang holistik dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat, sambil tetap menjunjung tinggi kepentingan publik. Keberhasilan negara lain seperti Belanda, Jerman, Singapura, dan Denmark dalam mengimplementasikan pendekatan ini menunjukkan manfaat dari transportasi yang memperhatikan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan.
Meskipun tidak ada informasi eksplisit tentang integrasi ilmu sosial dan humaniora dalam kebijakan transportasi publik di DKI Jakarta, asumsi dapat dibuat bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mempertimbangkan berbagai aspek tersebut untuk memastikan kebijakan transportasi publik memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat Jakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H