Namun, keputusan untuk kembali ke sistem ini menimbulkan kekhawatiran akan transparansi dan partisipasi masyarakat. Terdapat pandangan yang berbeda mengenai sistem pemilu proporsional tertutup dan terbuka, tetapi secara umum sistem terbuka dianggap lebih demokratis karena lebih memperhatikan partisipasi masyarakat.
Penggunaan sistem pemilu proporsional tertutup dapat memunculkan oligarki di partai politik dan mengurangi partisipasi masyarakat. Parpol juga akan menghadapi dampak signifikan jika terjadi perubahan sistem pemilu, terutama dalam membangun basis dukungan dan mengkaderisasi kader politik. Sikap parpol terhadap perubahan ini bervariasi, tergantung pada kepentingan masing-masing parpol.
Lebih jauh, jika sistem pemilu berubah dari sistem proporsional terbuka menjadi sistem proporsional tertutup, ada beberapa dampak potensial yang dapat mempengaruhi parpol. Berikut adalah beberapa dampak yang mungkin terjadi:
1. Kontrol yang lebih besar bagi partai politik sehingga dapat memberikan partai politik kekuatan lebih dalam memilih kader yang akan mewakili mereka di parlemen.
2. Pemusatan kekuasaan pada partai politik yang dapat mengurangi ruang gerak individu dan menghasilkan struktur politik yang lebih terpusat pada partai politik.
3. Dampak pada dinamika internal partai politik dimana partai politik akan perlu memperkuat mekanisme internal mereka untuk memilih calon yang berkualitas dan memenuhi syarat. Lebih jauh hal ini dapat mempengaruhi proses kaderisasi dan institusionalisasi partai politik.
4. Potensi konflik internal.
5. Potensi pergeseran dukungan pemilih.
6. Perubahan dinamika politik dimana partai politik mungkin lebih fokus pada mempertahankan dan memperkuat kekuatan partai sendiri, daripada menjalin koalisi atau berinteraksi dengan partai lain.
Penting untuk dicatat bahwa dampak potensial ini bersifat umum dan dapat bervariasi tergantung pada konteks politik, peraturan yang diterapkan, dan kultur politik di suatu negara.
Sikap Partai Politik Terkait Perubahan Sistem Pemilu: Membahas Antara Proporsional Terbuka dan Tertutup
Saat ini, terdapat sikap yang berbeda-beda dari partai politik terkait kemungkinan perubahan sistem pemilu dari sistem proporsional terbuka menjadi sistem proporsional tertutup. Sistem pemilu proporsional terbuka merupakan perwujudan dari demokrasi yang berasaskan kedaulatan rakyat, di mana rakyat dapat memilih calon wakilnya secara langsung. Faktanya, delapan dari sembilan partai politik di DPR menyatakan sikap menolak pemilihan umum dengan sistem proporsional tertutup.
Kedelapan parpol tersebut adalah Partai Gerindra, Golkar, Nasdem, PKB, Demokrat, PKS, PAN, dan PPP. Mereka menolak sistem proporsional tertutup karena rakyat hanya dapat memilih partai politik, sementara caleg terpilih ditunjuk oleh partai. Terdapat kekhawatiran banyak pihak terkait wacana penerapan sistem proporsional tertutup untuk Pemilu 2024.
Sistem proporsional tertutup antara lain bisa mengurangi esensi demokrasi, menghidupkan kembali oligarki di dalam tubuh partai politik, dan menjauhkan partisipasi masyarakat dalam menentukan calon wakilnya di lembaga legislatif.
MK sendiri akan memutus gugatan sistem pemilu dalam waktu dekat, apakah tetap proporsional terbuka atau kembali ke tertutup. Banyak pihak yang mengingatkan agar MK tidak tergesa-gesa dalam memutuskan gugatan sistem pemilu, benar dan tepat. MK harus memastikan bahwa proses pemutusan gugatan dilakukan dengan substansi norma yang diuji dan melibatkan banyaknya para pihak yang menjadi Pihak Terkait
Parpol dan kader-kader politik memiliki harapan terhadap keputusan MK. Harapannya adalah bahwa putusan MK dapat memberikan kejelasan dan kepastian mengenai sistem pemilu yang akan digunakan dalam pemilihan 2024, sehingga parpol dan kader dapat mempersiapkan diri dengan baik.