Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Wiraswasta - Insan Pembelajar

Agung MSG adalah seorang trainer dan coach berpengalaman di bidang Personal Development dan Operasional Management, serta penulis buku: Be A Rich Man (Pustaka Hidayah, 2004), Retail Risk Management in Detail (IMan, 2010), dan The Prophet Natural Curative Secret – Divinely, Scientifically and Naturally Tested and Proven (Nas Media Pustaka, 2022). Aktif mengajar di Komunitas E-Flock Indonesia di 93 kota di 22 provinsi di Indonesia, serta memberikan pelatihan online di Arab Saudi, Ghana, Kamboja, Qatar, dan Thailand. Agung juga dikenal sebagai penulis lepas di berbagai majalah internal perusahaan, blogger di Medium.com, dan penulis aktif di Kompasiana.com. Dengan pengalaman memberikan pelatihan di berbagai asosiasi bisnis, kementerian, universitas, sekolah, hingga perusahaan publik di 62 kota di Indonesia, Agung MSG mengusung filosofi hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain email: agungmsg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Senyum Bahagia Mengenang Kenangan Indah Masa Kecil di Bulan Ramadan: Petualangan, Persahabatan, dan Keberanian

2 April 2023   23:02 Diperbarui: 2 April 2023   23:27 1152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kembali ke masa kecil dengan senyum di wajah : mengenang nostalgia di masa kecil di bulan Ramadan ceria | Dokpri

"Senyum bahagia terpancar saat mengenang kenangan indah masa kecil di bulan Ramadan. Petualangan, persahabatan, dan keberanian menjadi sahabat sejati di saat itu, membawa kebahagiaan yang tak terlupakan"

Di masa kecil yang indah itu, bulan Ramadan selalu datang dengan keceriaan yang berbeda. Sebelum waktu berbuka, kami, belasan teman sebaya, senantiasa bermain bersama di sekitar kampung. Kampung Selaeurih nama kampung kami. Ada yang bermain sepak bola, ada juga yang bermain petak umpet. Kami berlarian dan saling mengejar, bergembira di bawah sinar matahari yang terik.

Main galah kalang, main mobil-mobilan dan tentara-tentaraan di halaman rumah yang luas juga menjadi kegemaran kami. Kami melupakan rasa lapar dan haus, menikmati setiap momen kebersamaan. Namun, kebahagiaan yang tak tergantikan adalah ketika kami mandi di empang besar yang berada di dekat rumah kami.

Berpakaian lengkap dengan kain sarung, celana pendek, dan kaos oblong yang sudah basah kuyup, kami lalu bermain endeuk-endeukan di atas pohon kelapa yang jatuh ke kolam. Endeuk-endeukan itu adalah pohon yang digoyang-goyang bersama-sama. Rasanya begitu menyenangkan ketika kelapa yang kita pegang itu berayun-ayun seperti Wahana Kora-Kora di Ancol.

Kami menikmati setiap momen saat kami menggoyangkan pohon kelapa yang membuat kami berteriak dengan riang. Terkadang kami juga mencari ikan kecil di sekitar empang, ngubek namanya. Kalau dapet, maka ikan itu dikumpulkan dan dilombakan siapa yang paling jagoan. Yaitu, yang paling banyak menangkapnya.

Namun, bukan hanya empang besar yang menjadi tempat kami bersenang-senang. Kami juga sering berpetualang ke sungai Munjul di Cianjur untuk mencari batu bulat yang nantinya akan dijadikan alas untuk keset rumah. Atau untuk tempat wudhu di bawah pompa tangan. Atau untuk batu di depan setiap pintu rumah. Perjalanan kami ke sana dan kembali sangatlah melelahkan, namun itu tidak menyurutkan semangat kami untuk terus mencari batu-batu yang indah. Kami menemukan banyak batu bulat yang indah, meskipun tidak sedikit juga batu-batu yang kami dapatkan tidak seindah yang kami harapkan.

Di kampung pesawahan Cantilan, kami juga berburu daun cincau yang tumbuh di pinggir kolam. Tantangan yang harus dihadapi adalah manjat ke pohon cincau, berhadapan dengan rasa takut jatuh ke dalam kolam. Sensasinya waktu itu rasanya selevel dengan sensasi petualangan Indiana Jones zaman sekarang. Kami harus gesit, berebutan naik pohon, sementara yang mau naik itu ada beberapa orang. Namun, rasanya begitu memuaskan saat berhasil mendapatkan daun cincau dan membawanya pulang.

Kami, sekumpulan anak-anak kecil yang hidup di kampung Salaeurih, sering merasakan keceriaan dengan bermain Bebelotokan. Permainan tradisional yang membutuhkan bambu matang dan kertas bekas surat kabar yang dibuat menjadi peluru. Serunya perang-perangan yang terjadi di antara kelompok kami selalu menjadi momen yang penuh tawa dan keceriaan. Dan memang benar, rasanya lebih seru daripada Paint Ball War Game yang ada saat ini.

Kami juga punya kegemaran lain, yaitu membuat mobil-mobilan dari bekas sandal dengan rangka mobil dari awi. Sandal bekas yang kami cari di sungai kemudian dicuci bersih dan diberi ban bulat dari tutup gelas. Meskipun sederhana, mobil-mobilan yang kami buat selalu menjadi favorit kami untuk bermain.

Kalau sore hari kami nggak punya banyak waktu, kami ngurek cari belut di area persawahan, dan nanti hasilnya kami masak sendiri. Tantangannya, waktu itu saya sangat susah dan tak bisa membedakan mana lubang belut, dan mana lubang keuyeup (kepiting sawah). Jadinya, sering kena tegur dan ditertawakan, karena umpannya lebih sering masuk lubang keuyeup daripada lubang belut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun