"Senyum bahagia terpancar saat mengenang kenangan indah masa kecil di bulan Ramadan. Petualangan, persahabatan, dan keberanian menjadi sahabat sejati di saat itu, membawa kebahagiaan yang tak terlupakan"
Di masa kecil yang indah itu, bulan Ramadan selalu datang dengan keceriaan yang berbeda. Sebelum waktu berbuka, kami, belasan teman sebaya, senantiasa bermain bersama di sekitar kampung. Kampung Selaeurih nama kampung kami. Ada yang bermain sepak bola, ada juga yang bermain petak umpet. Kami berlarian dan saling mengejar, bergembira di bawah sinar matahari yang terik.
Main galah kalang, main mobil-mobilan dan tentara-tentaraan di halaman rumah yang luas juga menjadi kegemaran kami. Kami melupakan rasa lapar dan haus, menikmati setiap momen kebersamaan. Namun, kebahagiaan yang tak tergantikan adalah ketika kami mandi di empang besar yang berada di dekat rumah kami.
Berpakaian lengkap dengan kain sarung, celana pendek, dan kaos oblong yang sudah basah kuyup, kami lalu bermain endeuk-endeukan di atas pohon kelapa yang jatuh ke kolam. Endeuk-endeukan itu adalah pohon yang digoyang-goyang bersama-sama. Rasanya begitu menyenangkan ketika kelapa yang kita pegang itu berayun-ayun seperti Wahana Kora-Kora di Ancol.
Kami menikmati setiap momen saat kami menggoyangkan pohon kelapa yang membuat kami berteriak dengan riang. Terkadang kami juga mencari ikan kecil di sekitar empang, ngubek namanya. Kalau dapet, maka ikan itu dikumpulkan dan dilombakan siapa yang paling jagoan. Yaitu, yang paling banyak menangkapnya.
Namun, bukan hanya empang besar yang menjadi tempat kami bersenang-senang. Kami juga sering berpetualang ke sungai Munjul di Cianjur untuk mencari batu bulat yang nantinya akan dijadikan alas untuk keset rumah. Atau untuk tempat wudhu di bawah pompa tangan. Atau untuk batu di depan setiap pintu rumah. Perjalanan kami ke sana dan kembali sangatlah melelahkan, namun itu tidak menyurutkan semangat kami untuk terus mencari batu-batu yang indah. Kami menemukan banyak batu bulat yang indah, meskipun tidak sedikit juga batu-batu yang kami dapatkan tidak seindah yang kami harapkan.
Di kampung pesawahan Cantilan, kami juga berburu daun cincau yang tumbuh di pinggir kolam. Tantangan yang harus dihadapi adalah manjat ke pohon cincau, berhadapan dengan rasa takut jatuh ke dalam kolam. Sensasinya waktu itu rasanya selevel dengan sensasi petualangan Indiana Jones zaman sekarang. Kami harus gesit, berebutan naik pohon, sementara yang mau naik itu ada beberapa orang. Namun, rasanya begitu memuaskan saat berhasil mendapatkan daun cincau dan membawanya pulang.
Kami, sekumpulan anak-anak kecil yang hidup di kampung Salaeurih, sering merasakan keceriaan dengan bermain Bebelotokan. Permainan tradisional yang membutuhkan bambu matang dan kertas bekas surat kabar yang dibuat menjadi peluru. Serunya perang-perangan yang terjadi di antara kelompok kami selalu menjadi momen yang penuh tawa dan keceriaan. Dan memang benar, rasanya lebih seru daripada Paint Ball War Game yang ada saat ini.
Kami juga punya kegemaran lain, yaitu membuat mobil-mobilan dari bekas sandal dengan rangka mobil dari awi. Sandal bekas yang kami cari di sungai kemudian dicuci bersih dan diberi ban bulat dari tutup gelas. Meskipun sederhana, mobil-mobilan yang kami buat selalu menjadi favorit kami untuk bermain.
Kalau sore hari kami nggak punya banyak waktu, kami ngurek cari belut di area persawahan, dan nanti hasilnya kami masak sendiri. Tantangannya, waktu itu saya sangat susah dan tak bisa membedakan mana lubang belut, dan mana lubang keuyeup (kepiting sawah). Jadinya, sering kena tegur dan ditertawakan, karena umpannya lebih sering masuk lubang keuyeup daripada lubang belut.
Namun, tidak hanya di sekitar kampung saja kami bermain. Kami sering juga pergi ke Stasiun Kereta Api atau Alun-Alun Cianjur dan Masjid Agung. Walaupun jaraknya cukup jauh dan harus ditempuh dengan berjalan kaki, kami tetap semangat untuk pergi karena petualangan kami seperti Petualangan Si Bolang selalu menyenangkan. Seperti cerita Kabayan Saba Kota yang dari kampung Salaeurih kami bisa melihat keramaian pusat kota, pasar Bojong Meron dan keramaiannya.
Ketika kami pergi dari Salaeurih, kami selalu berangkat bersama teman-teman dari kampung sebelah. Seperti Pamokolan, Munjul, Kebon Kalapa, dan kemudian nyampeur (menjemput) teman-teman di Ashabul Yamin Pabuaran untuk berangkat ngabuburit di kota. Kami selalu kompak dalam mengaturnya. Kami pergi ke Stasiun Kereta Api hari ini, lalu besok ke Alun-Alun Cianjur dan Masjid Agung Cianjur.
Dan meskipun bermain dan berpetualang membuat kami lelah dan haus, kami tetap mampu bertahan dan berpuasa hingga tamat satu bulan penuh. Kebahagiaan yang kami rasakan saat bermain dan berpuasa di masa kecil yang indah selalu menjadi kenangan yang tak tergantikan. Tidak hanya itu, dalam setiap cerita kecil yang kami bagikan, terkandung nilai-nilai persahabatan, keberanian, dan semangat untuk bertahan dalam menghadapi segala rintangan yang ada di depan kami. Kehidupan yang sederhana dan penuh dengan keceriaan ini menjadi pembelajaran yang berharga bagi kami di masa depan.
Ada Nilai-Nilai Keindahan dalam Persahabatan di Masa Kecil di Bulan Ramadan
Sekarang, setelah sekian lama berlalu, saat mengenang masa kecil yang indah itu, kami tersenyum bahagia. Keceriaan yang kami rasakan di bulan Ramadan dan setiap momen bersama teman-teman kami tak akan pernah terlupakan. Dan dalam setiap cerita kecil yang kami bagikan, terkandung nilai-nilai persahabatan, keberanian, dan ketulusan hati. Kami belajar untuk saling mendukung dan bekerja sama dalam setiap permainan yang kami mainkan. Terkadang ada persaingan, namun tidak pernah sampai melupakan nilai-nilai kebersamaan yang telah kami bangun bersama.
Ketika kami berpetualang ke sungai Munjul untuk mencari batu bulat, kami belajar tentang ketekunan dan kerja keras. Perjalanan yang melelahkan tidak membuat kami menyerah, tetapi justru semakin memperkuat tekad untuk mencari batu yang indah dan berharga.
Ketika kami berburu daun cincau di pinggir kolam, kami belajar tentang keberanian dan kegigihan. Terlebih lagi, kami belajar tentang arti penting dari rasa takut dan bagaimana menghadapinya dengan bijaksana.
Sedangkan ketika kami mandi di empang besar, kami belajar tentang kebahagiaan dan kebersyukuran. Meskipun kami merasakan lapar dan haus, namun tetap bahagia karena memiliki teman-teman yang selalu ada di samping kami.
Inilah cerita tentang masa kecil yang indah dan penuh makna di kampung halaman kami. Meskipun waktu telah berlalu dan kini kami sudah beranjak dewasa, namun kenangan-kenangan tersebut tetap membekas. Juga membentuk kami menjadi pribadi yang lebih baik dan berharga. Semoga nilai-nilai yang kami pelajari tersebut dapat menjadi inspirasi bagi orang lain. Yaitu untuk selalu menghargai persahabatan, ketekunan, keberanian, kebersamaan, dan kebahagiaan dalam hidup.
Kebahagiaan sejati dalam bulan Ramadan terwujud dalam momen-momen kebersamaan dengan sahabat. Di mana, senyum bahagia mengenang kenangan indah masa kecil, tercipta melalui petualangan, persahabatan, dan keberanian yang tak terlupakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H