Perguruan tinggi juga harus steril dari perilaku koruptif. Caranya antara lain dengan menginjeksi semangat anti-korupsi melalui media perkuliahan, penyebaran wacana melalui publikasi, dan lain-lain. Selain itu, peran mahasiswa juga penting dalam memerangi korupsi dengan memahami hal-hal yang menjadi penyebab korupsi. Termasuk didalamnya untuk melakukan upaya pencegahan dan investigasi.
Pencabutan Gelar Akademik Bagi Pelaku Korupsi di Perguruan Tinggi: Antara Dasar Hukum, Pertimbangan Matang, dan Efek Jera
Kontroversi tentang pencabutan gelar akademik bagi pelaku korupsi di perguruan tinggi telah menjadi topik yang sering diperbincangkan. Meskipun tidak ada aturan yang jelas tentang hal ini, beberapa perguruan tinggi telah memutuskan untuk mencabut gelar akademik pelaku korupsi. Keputusan ini menjadi wewenang dari perguruan tinggi tempat pelaku korupsi mendapatkan gelar akademik.
Dasar hukum pencabutan gelar akademik bagi pelaku korupsi terdapat dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK) serta PERMA No. 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 UU PTPK. Pada UU PTPK, korupsi dibagi ke dalam beberapa jenis tindak pidana. Seperti merugikan keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, dan pemerasan. Sanksi yang dapat diberikan kepada pelaku korupsi termasuk pencabutan gelar akademik.
Sebelum mencabut gelar akademik pelaku korupsi, diperlukan pertimbangan matang dan kajian komprehensif oleh tim penilaian. Putusan hakim terkait perkara korupsi yang berkekuatan hukum tetap ("inkracht van gewijsde") dapat menjadi dasar untuk pencabutan gelar. Tindakan ini dapat memberikan sanksi moral dan efek jera kepada masyarakat. Keputusan harus diambil oleh senat atau institusi perguruan tinggi di mana pelaku korupsi menempuh pendidikan.
Kesimpulannya, korupsi di dunia pendidikan di Indonesia masih sering terjadi, seperti yang terjadi di beberapa perguruan tinggi yang terlibat dalam kasus korupsi. Budaya korupsi di Indonesia juga mempengaruhi sektor pendidikan, termasuk dalam pengadaan material pendidikan, bangunan, dan peralatan, serta dalam praktik jual-beli soal ujian masuk dan suap dalam penerimaan mahasiswa baru.
Untuk mencegah terjadinya tindakan korupsi di lingkungan institusi pendidikan, diperlukan tindakan preventif dan sistemik, seperti peningkatan pengawasan dan transparansi dalam pengelolaan keuangan di lingkungan kampus. Selain itu, perlu juga dilakukan perbaikan sistem seleksi mahasiswa dan peningkatan kualitas moral dan etika dalam dunia pendidikan.
Faktor-faktor yang memicu terjadinya tindakan korupsi pada rektor universitas antara lain kesempatan, kekuasaan, tekanan, dan krisis moral. Oleh karena itu, selain tindakan preventif dan sistemik, perlu juga dilakukan upaya untuk menghilangkan faktor-faktor tersebut dengan memperkuat nilai-nilai moral dan etika dalam dunia pendidikan serta menjalankan tata kelola yang baik dan transparan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H