Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Wiraswasta - Insan Pembelajar

Insan Pembelajar yang senang mempelajari bidang Personal Development dan Operasional Management, serta penulis buku: Be A Rich Man (Pustaka Hidayah, 2004), Retail Risk Management in Detail (IMan, 2010), dan The Prophet Natural Curative Secret – Divinely, Scientifically and Naturally Tested and Proven (Nas Media Pustaka, 2022). Aktif mengajar di Komunitas E-Flock Indonesia di Indonesia, serta memberikan pelatihan online di Arab Saudi, Ghana, Kamboja, Qatar, dan Thailand. Agung juga dikenal sebagai penulis lepas di berbagai majalah internal perusahaan, blogger di Medium.com, dan penulis aktif di Kompasiana.com. Saat ini aktif memberikan pelatihan di berbagai asosiasi bisnis, kementerian, universitas, sekolah, hingga perusahaan publik di berbagai kesempatan, Agung MSG mengusung filosofi hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain email: agungmsg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pengawasan dan Transparansi: Upaya Ciptakan Lingkungan Belajar di Kampus yang Bebas Korupsi

16 Maret 2023   09:37 Diperbarui: 29 Maret 2023   20:16 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perguruan tinggi juga harus steril dari perilaku koruptif. Caranya antara lain dengan menginjeksi semangat anti-korupsi melalui media perkuliahan, penyebaran wacana melalui publikasi, dan lain-lain. Selain itu, peran mahasiswa juga penting dalam memerangi korupsi dengan memahami hal-hal yang menjadi penyebab korupsi. Termasuk didalamnya untuk melakukan upaya pencegahan dan investigasi.

Pencabutan Gelar Akademik Bagi Pelaku Korupsi di Perguruan Tinggi: Antara Dasar Hukum, Pertimbangan Matang, dan Efek Jera

Kontroversi tentang pencabutan gelar akademik bagi pelaku korupsi di perguruan tinggi telah menjadi topik yang sering diperbincangkan. Meskipun tidak ada aturan yang jelas tentang hal ini, beberapa perguruan tinggi telah memutuskan untuk mencabut gelar akademik pelaku korupsi. Keputusan ini menjadi wewenang dari perguruan tinggi tempat pelaku korupsi mendapatkan gelar akademik.

Dasar hukum pencabutan gelar akademik bagi pelaku korupsi terdapat dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK) serta PERMA No. 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 UU PTPK. Pada UU PTPK, korupsi dibagi ke dalam beberapa jenis tindak pidana. Seperti merugikan keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, dan pemerasan. Sanksi yang dapat diberikan kepada pelaku korupsi termasuk pencabutan gelar akademik.

Sebelum mencabut gelar akademik pelaku korupsi, diperlukan pertimbangan matang dan kajian komprehensif oleh tim penilaian. Putusan hakim terkait perkara korupsi yang berkekuatan hukum tetap ("inkracht van gewijsde") dapat menjadi dasar untuk pencabutan gelar. Tindakan ini dapat memberikan sanksi moral dan efek jera kepada masyarakat. Keputusan harus diambil oleh senat atau institusi perguruan tinggi di mana pelaku korupsi menempuh pendidikan.

Kesimpulannya, korupsi di dunia pendidikan di Indonesia masih sering terjadi, seperti yang terjadi di beberapa perguruan tinggi yang terlibat dalam kasus korupsi. Budaya korupsi di Indonesia juga mempengaruhi sektor pendidikan, termasuk dalam pengadaan material pendidikan, bangunan, dan peralatan, serta dalam praktik jual-beli soal ujian masuk dan suap dalam penerimaan mahasiswa baru.

Untuk mencegah terjadinya tindakan korupsi di lingkungan institusi pendidikan, diperlukan tindakan preventif dan sistemik, seperti peningkatan pengawasan dan transparansi dalam pengelolaan keuangan di lingkungan kampus. Selain itu, perlu juga dilakukan perbaikan sistem seleksi mahasiswa dan peningkatan kualitas moral dan etika dalam dunia pendidikan.

Faktor-faktor yang memicu terjadinya tindakan korupsi pada rektor universitas antara lain kesempatan, kekuasaan, tekanan, dan krisis moral. Oleh karena itu, selain tindakan preventif dan sistemik, perlu juga dilakukan upaya untuk menghilangkan faktor-faktor tersebut dengan memperkuat nilai-nilai moral dan etika dalam dunia pendidikan serta menjalankan tata kelola yang baik dan transparan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun