Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Wiraswasta - Insan Pembelajar

Agung MSG adalah seorang trainer dan coach berpengalaman di bidang Personal Development dan Operasional Management, serta penulis buku: Be A Rich Man (Pustaka Hidayah, 2004), Retail Risk Management in Detail (IMan, 2010), dan The Prophet Natural Curative Secret – Divinely, Scientifically and Naturally Tested and Proven (Nas Media Pustaka, 2022). Aktif mengajar di Komunitas E-Flock Indonesia di 93 kota di 22 provinsi di Indonesia, serta memberikan pelatihan online di Arab Saudi, Ghana, Kamboja, Qatar, dan Thailand. Agung juga dikenal sebagai penulis lepas di berbagai majalah internal perusahaan, blogger di Medium.com, dan penulis aktif di Kompasiana.com. Dengan pengalaman memberikan pelatihan di berbagai asosiasi bisnis, kementerian, universitas, sekolah, hingga perusahaan publik di 62 kota di Indonesia, Agung MSG mengusung filosofi hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain email: agungmsg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Pamer di Status dan di Media Sosial, Bahaya Pemerria dalam Era Digital

6 Maret 2023   10:00 Diperbarui: 6 Maret 2023   10:48 652
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fenomena pamer, pamerria, atau flexing kini kian parah mewabah. Sadari dampaknya ! | Foto : auquotidien.fr

Media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita. Dalam era digital saat ini, penggunaan media sosial menjadi hal yang sangat populer. Salah satu fitur dari media sosial adalah status, yang memungkinkan pengguna untuk membagikan informasi, pemikiran, dan pengalaman mereka dengan orang lain.

Sayangnya, fitur ini juga dapat menjadi tempat untuk pamer dan memamerkan kehidupan kita kepada orang lain. Pamer di media sosial tidak hanya merusak hubungan sosial, tetapi juga dapat berdampak negatif pada kesehatan mental.

 

Penting Dibahas Karena Jadi Fenomena dan Membahayakan Diri dan Orang Lain

Pamer di media sosial telah menjadi perilaku yang semakin umum terjadi. Banyak orang merasa perlu untuk memamerkan kehidupan mereka di media sosial agar merasa diakui dan dihargai oleh orang lain. Namun, ini dapat menjadi suatu yang berbahaya bagi diri sendiri maupun orang lain. Kita perlu memiliki pemahaman yang lebih baik tentang bahaya pamer dalam penggunaan media sosial dan status. Hal ini diharapkan dapat membantu kita untuk menghindari perilaku tersebut dan menjaga kesehatan mental kita.

Dalam kesempatan ini, saya ingin berbagi mengenai "Pamer di Status dan di Media Sosial : Bahaya Pamerria dalam Era Digital dalam Perspektif Psikologi Sosial".

Fenomena Pamer, Pamerria atau Flexing Di Media Sosial

Pamerria pada dasarnya adalah perilaku menampilkan diri yang eksibisionis dan sering kali mengarah pada "pengejaran likes" atau pengakuan dari orang lain di media sosial. Namun, meskipun terlihat seperti perilaku yang sepele, pamerria dapat mempengaruhi kesehatan mental seseorang.

Dalam psikologi sosial, ada teori yang disebut "social comparison theory". Teori ini menyatakan bahwa manusia secara alami cenderung membandingkan diri mereka dengan orang lain di sekitarnya. Di era digital, ini dapat mengarah pada perasaan tidak adekuat atau kurang bahagia. Khususnya ketika melihat orang lain memamerkan kehidupan yang tampak lebih baik atau lebih glamor di media sosial.

Selain itu, pamerria juga dapat memperburuk masalah sosial seperti kesenjangan ekonomi dan kecemburuan sosial. Khususnya bagi orang yang tidak mampu membeli barang-barang mewah atau melakukan perjalanan yang mahal. Mungkin mereka merasa tidak cukup baik atau gagal karena mereka tidak dapat memamerkan hal yang sama di media sosial. Hal ini dapat meningkatkan perasaan cemburu dan tidak puas dengan hidup mereka sendiri.

Namun, tidak semua pamer di media sosial buruk. Banyak orang yang menggunakan media sosial dan status sebagai sarana untuk menginspirasi orang lain. Atau misalnya untuk memotivasi, atau berbagi pengalaman positif mereka. Dalam hal ini, "pamer" seperti ini dapat menjadi sumber inspirasi dan dukungan bagi orang lain. Namun, penting untuk diingat bahwa tujuan utama media sosial seharusnya bukan untuk memamerkan kehidupan kita. Tetapi untuk terhubung dengan orang lain dan berbagi informasi yang berguna.

Dalam perspektif psikologi sosial, pamerria di media sosial dapat memiliki dampak positif atau negatif pada kesehatan mental seseorang. Oleh karena itu, penting untuk membatasi penggunaan media sosial dan status, dan menggunakannya dengan bijak. Selain itu, penting juga untuk tetap menyadari bahwa kebahagiaan dan keberhasilan sejati ada ukurannya sendiri. Itu tidak dapat diukur dari jumlah likes atau jumlah follower di media sosial, tetapi dari kehidupan yang kita jalani di dunia nyata.

Bila diamati lebih jauh, beberapa hal yang biasa dipamerkan itu sangat beragam. Namun hal yang biasa atau sering dipamerkan itu meliputi : prestasi akademik, keterampilan olahraga, perjalanan internasional, prestasi professional, kegiatan amal, keterampilan seni, keterampilan music, kegiatan pengembangan diri, keterampilan fotografi, kegiatan bersama teman, hobi, keterampilan memasak, keterampilan kecantikan, kegiatan berkeluarga, prestasi dalam organisasi mahasiswa, keterampilan bahasa asing, prestasi dalam kompetisi online, kegiatan outdoor, keterampilan kepemimpinan, pengalaman dalam menjelajahi alam, dan prestasi dalam pengembangan startup.

Pamer dalam Perspektif Psikologi Sosial : Fahami & Sadari Dampaknya

Dalam psikologi sosial, pamer dapat dikaitkan dengan konsep self-presentation atau presentasi diri. Presentasi diri adalah upaya individu untuk menampilkan gambaran diri yang diinginkan kepada orang lain. Biasanya dilakukan untuk mempengaruhi persepsi orang lain terhadap dirinya.

Namun, ketika pamer menjadi berlebihan, hal ini dapat menunjukkan adanya masalah kepercayaan diri atau perasaan tidak aman yang lebih dalam. Seseorang yang sering memamerkan kehidupannya di media sosial mungkin mengalami kebutuhan untuk dipuji atau diakui oleh orang lain, dan hal ini dapat menunjukkan ketidakpuasan dengan dirinya sendiri atau kehidupannya yang sebenarnya.

Selain itu, pamer juga dapat berkaitan dengan konsep social comparison atau perbandingan sosial, di mana seseorang cenderung membandingkan dirinya dengan orang lain. Dalam hal ini, seseorang mungkin memamerkan kehidupannya di media sosial karena ingin terlihat lebih sukses. Ingin terlihat bahagia, atau kaya daripada orang lain. Atau juga karena merasa tekanan sosial untuk terlihat sukses di mata orang lain.

Namun, dampak pamer di media sosial pada kesehatan mental dapat beragam, tergantung pada intensitas dan motivasi di balik perilaku tersebut. "Pamer" yang sehat dapat menjadi sarana untuk memotivasi atau menginspirasi orang lain. Pada orang-orang yang bekerja di bidang jasa misalnya, mereka seringkali melakukannya untuk branding dan promosi, bukan untuk pamer. Sementara "untuk orang biasa", pamer yang berlebihan dapat menyebabkan stres, kecemasan, atau perasaan tidak cukup baik tentang diri sendiri.

Dalam perspektif psikologi sosial, penting untuk mengenali motif di balik perilaku pamer dan memperhatikan dampaknya pada kesehatan mental seseorang. Oleh karena itu, penting untuk mengembangkan kepercayaan diri lebih baik lagi. Juga memahami bahwa kebahagiaan sejati tidak ditentukan oleh jumlah likes atau jumlah follower di media sosial. Tetapi oleh kehidupan yang kita jalani di dunia nyata. Khsususnya, sebanyak dan sebesar apa manfaat atas keberadaan kita bagi orang lain dan orang di sekitar kita.

Motivasi Pamer Di Media Sosial

Pamer di media sosial biasanya dilakukan untuk memperlihatkan kehidupan yang terlihat sempurna, populer, dan sukses. Hal ini dapat dipicu oleh berbagai faktor, seperti:

* Ingin memperoleh pengakuan dan pujian dari orang lain
* Ingin menunjukkan prestasi dan pencapaian kepada orang lain
* Ingin memperlihatkan kehidupan yang terlihat bahagia dan sempurna
* Ingin membangun citra diri yang baik di mata orang lain
* Ingin melampaui "pertunjukkan diri" karena rasa iri atau dengki untuk "membalas" pencapaian atau "penampakan" status sekarang.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Pamer di Media Sosial

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi motivasi seseorang untuk pamer di media sosial antara lain:
* Kebutuhan untuk mendapatkan perhatian dan pengakuan
* Kebutuhan untuk memperoleh dukungan sosial dari orang lain
* Kebutuhan untuk memperoleh status sosial yang lebih tinggi
* Faktor psikologis seperti kecemasan, depresi, dan ketidakpercayaan diri
* Faktor lingkungan seperti tekanan sosial dari lingkungan sekitar dan budaya yang memuja citra diri yang sempurna di media sosial

Namun, perlu diingat bahwa pamer di media sosial dapat berdampak negatif pada kesehatan mental seseorang, seperti rasa tidak puas dengan diri sendiri dan perbandingan sosial yang merugikan. Oleh karena itu, penting untuk menghindari perilaku pamer yang berlebihan dan mempertahankan keseimbangan dalam penggunaan media sosial.

Dampak Negatif Pamer Di Media Sosial Dalam Era Digital

Pamer di media sosial dapat memiliki dampak negatif yang signifikan pada kesehatan mental dan hubungan sosial di era digital saat ini. Salah satu dampaknya adalah tekanan dan kecemasan yang lebih besar pada individu yang sering pamer di media sosial. Mereka terus membandingkan diri dengan orang lain dan merasa tidak bahagia dengan kehidupan mereka sendiri, yang dapat menyebabkan depresi dan masalah kesehatan mental lainnya. Termasuk dapat menyebabkan iri hati dan dengki pada orang lain.

Orang yang melihat postingan pamer tersebut mungkin akan merasa kurang bahagia dengan kehidupan mereka sendiri dan berusaha meniru perilaku tersebut. Hal ini dapat menyebabkan mereka menjadi tidak autentik dan kurang bahagia dalam kehidupan

Sebagai contoh, ketika seseorang melihat postingan temannya yang berlibur ke luar negeri atau membeli barang mewah, mereka mungkin merasa iri dan kurang bahagia dengan kehidupan mereka sendiri. Sebagai hasilnya, mereka mungkin berusaha meniru perilaku tersebut dan memposting hal-hal yang sama ke media sosial mereka, meskipun sebenarnya hal tersebut tidak mencerminkan kehidupan sebenarnya mereka.

Pamer di media sosial juga dapat mempengaruhi hubungan sosial, spiritualitas, dan nilai-nilai sosial yang seharusnya ditekankan. Hal ini dapat menghasilkan perasaan rendah diri dan kecemburuan sosial pada orang lain yang melihat postingan tersebut.

Selain itu, penggunaan media sosial yang berlebihan menurut sebuah riset juga dapat menyebabkan perubahan pada otak. Yaitu membuat seseorang menjadi lebih mudah terangsang secara emosional. Oleh karena itu, penting untuk menghindari perilaku pamer di media sosial dan memperhatikan kesehatan mental kita.

Dalam konteks ibadah, pamer dapat menyebabkan kehilangan nilai dari amal yang dilakukan, serta dapat menimbulkan kesombongan dan keinginan untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain.

Cara Menghindari Perilaku Pamer Di Medsos

Media sosial menjadi bagian yang integral dalam kehidupan kita saat ini. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk menghindari perilaku pamer di media sosial agar tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain. Berikut beberapa strategi untuk menghindari perilaku pamer di media sosial :

1. Menetapkan tujuan yang jelas dalam menggunakan media sosial. Kita harus memiliki tujuan yang jelas dalam menggunakan media sosial sehingga tidak terjerumus pada perilaku pamer.
2. Mengurangi waktu yang kita habiskan di media sosial dan membatasi penggunaan media sosial. Dengan mengurangi waktu kita di media sosial, kita dapat meminimalisir risiko terjerumus pada perilaku pamer.
3. Mempertimbangkan tujuan dari setiap postingan yang kita buat. Kita harus mempertimbangkan tujuan dari setiap postingan yang kita buat sehingga tidak terjerumus pada perilaku pamer.
4. Menanamkan nilai-nilai yang sehat, dan memikirkan dampak dari setiap postingan. Kita harus menanamkan nilai-nilai yang sehat dalam diri kita dan memikirkan dampak dari setiap postingan yang kita buat.
5. Mengembangkan kesadaran tentang akibat dari perilaku pamer di media sosial. Kita harus menyadari akibat dari perilaku pamer di media sosial sehingga tidak terjerumus pada perilaku pamer.
6. Menumbuhkan kesadaran akan bahaya pamer. Kita harus menyadari bahaya dari perilaku pamer sehingga tidak terjerumus pada perilaku pamer.
7. Meningkatkan kecakapan emosi. Kita harus meningkatkan kecakapan emosi sehingga tidak terjerumus pada perilaku pamer.
8. Menerapkan kebijakan privasi yang ketat. Kita harus menerapkan kebijakan privasi yang ketat agar tidak terjerumus pada perilaku pamer.
9. Fokus pada kehidupan kita sendiri dan menghindari membandingkan diri kita dengan orang lain. Kita harus fokus pada kehidupan kita sendiri dan menghindari membandingkan diri kita dengan orang lain agar tidak terjerumus pada perilaku pamer.

Dengan mengikuti tips-tips di atas, kita dapat menghindari perilaku pamer di media sosial dan memastikan bahwa aktifitas, kegiatan, kebaikan atau amal kita bermanfaat bagi diri kita dan orang lain serta memberikan manfaat untuk kesehatan mental dan hubungan sosial kita.

Kesimpulannya, dalam perspektif psikologi sosial, fenomena pamer atau pamerrria (flexing) di media sosial dapat berdampak negatif terhadap kesehatan mental dan hubungan sosial seseorang. Oleh karena itu, penting untuk menghindari perilaku pamer dan mempertimbangkan tujuan dari setiap postingan yang dibuat. Hal ini dapat membantu mengurangi bahaya riya dalam kehidupan sehari-hari dan mendorong pembaca untuk berpikir secara kritis tentang penggunaan media sosial dan memilih perilaku yang sehat dan positif.

Dalam praktiknya, kita dapat menetapkan tujuan yang jelas dalam menggunakan media sosial, mengurangi waktu yang dihabiskan di media sosial, menanamkan nilai-nilai yang sehat, dan memikirkan dampak dari setiap postingan. Selain itu, meningkatkan kesadaran tentang bahaya pamer, meningkatkan kecakapan emosi, menerapkan kebijakan privasi yang ketat, dan fokus pada kehidupan kita sendiri dapat membantu menghindari perilaku pamer di media sosial.

Sebagai saran atau rekomendasi, kita perlu lebih aktif membicarakan dampak negatif dari perilaku pamer di media sosial dan mengajak orang lain untuk mempertimbangkan tujuan dari setiap postingan yang dibuat. Kita juga dapat memilih untuk menggunakan media sosial dengan bijak dan bertanggung jawab, serta menghindari membandingkan diri dengan orang lain. Dengan demikian, kita dapat memastikan bahwa aktivitas, kegiatan, kebaikan, atau amal yang kita lakukan di media sosial bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain, serta dapat memberikan manfaat untuk kesehatan mental dan hubungan sosial kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun