Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Wiraswasta - Insan Pembelajar

Insan Pembelajar yang senang mempelajari bidang Personal Development dan Operasional Management, serta penulis buku: Be A Rich Man (Pustaka Hidayah, 2004), Retail Risk Management in Detail (IMan, 2010), dan The Prophet Natural Curative Secret – Divinely, Scientifically and Naturally Tested and Proven (Nas Media Pustaka, 2022). Aktif mengajar di Komunitas E-Flock Indonesia di Indonesia, serta memberikan pelatihan online di Arab Saudi, Ghana, Kamboja, Qatar, dan Thailand. Agung juga dikenal sebagai penulis lepas di berbagai majalah internal perusahaan, blogger di Medium.com, dan penulis aktif di Kompasiana.com. Saat ini aktif memberikan pelatihan di berbagai asosiasi bisnis, kementerian, universitas, sekolah, hingga perusahaan publik di berbagai kesempatan, Agung MSG mengusung filosofi hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain email: agungmsg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Fenomena Pamerria: Benarkah Bisa Memicu Anak Pamer Harta?

28 Februari 2023   06:38 Diperbarui: 2 Maret 2023   15:15 1170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terkadang kita melihat ayah yang berlomba-lomba memamerkan keahliannya. Atau bahkan sering memamerkan hobi dan aktivitasnya bersama komunitasnya. Sementara sang Ibu memamerkan gaya hidup sosialita mewah dan hedonistik. Pertanyaannya, apakah perilaku ini dapat memicu anak menjadi suka pamer harta?

Ternyata, tidak selalu demikian.

Kebiasaan pamer, gaya hidup sosialita dan mewah kini semakin jadi fenomena. Sungguh, itu dapat mempengaruhi perilaku dan pandangan anak tentang kekayaan dan status sosialnya. Namun, tidak semua anak akan mengembangkan perilaku pamer harta. 

Ada banyak faktor yang memengaruhi apakah seorang anak akan menjadi pamer harta atau tidak. Termasuk nilai-nilai yang ditanamkan oleh orang tua, lingkungan sosial anak, serta pengalaman dan pendidikan yang diterima anak.

Sebagai orang tua, Anda dapat memainkan peran penting dalam membentuk pandangan anak tentang kekayaan dan materialisme. Ajarkan anak untuk menghargai nilai-nilai yang lebih penting daripada harta dan status. Seperti kesederhanaan, kerja keras, dan keterlibatan sosial. 

Lingkungan sosial anak juga dapat memengaruhi perilaku dan pandangan anak tentang kekayaan. Anak yang tumbuh di lingkungan yang tidak terlalu memprioritaskan materialisme, mungkin lebih cenderung tidak menjadi pamer harta.

Namun, perilaku hedonistik yang merembet pada gaya hidup konsumtif dapat berdampak buruk terhadap keuangan. Hal ini dipengaruhi oleh stigma negatif di tengah masyarakat seperti dinilai suka pamer kekayaan dan hidup bersenang-senang. 

Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk memberikan contoh dan keteladanan. Mengajarkan kepada mereka nilai-nilai yang positif agar tumbuh menjadi individu yang memiliki sikap bijaksana. Juga sikap yang tepat dan sehat terhadap kekayaan.

Dalam menjalani kehidupan, tidak ada salahnya untuk menikmati hasil kerja keras dengan mengapresiasi diri dan keluarga dengan kenyamanan. Fasilitas yang bagus, berkelas, dan mensyukuri semua itu dengan baik. 

Bukan dengan sikap gaya hidup mewah dan hedonistik. Pandangan yang sehat dan perilaku yang bijak terhadap kekayaan dan materialisme, harus ditanamkan sejak dini. 

Dengan demikian, kita dapat memainkan peran penting dalam membentuk pandangan anak tentang nilai-nilai positif dan sikap yang bijaksana terhadap kekayaan.

Fenomena Pamer Kekayaan dan Gaya Hidup Hedon: Dampak Negatif pada Individu dan Masyarakat

Fenomena pamer kekayaan dan gaya hidup hedon di era media sosial seringkali menjadi sorotan publik. Fenomena ini terus merembet juga ke bidang akademik. Gelar pendidikan dan gelar non akademik berbayar, pun dipertontonkan ke publik. 

Perlahan, kebiasaan ini bisa menciptakan citra palsu yang bagi pelakunya tak disadari. Tetapi juga dapat memiliki dampak negatif pada individu dan masyarakat di sekitarnya. 

Ada banyak dampak negatif ikutan dari kebiasaan pamer kekayaan dan kemewahan. Seperti menimbulkan rasa iri dan tidak puas, meningkatkan tekanan sosial, meningkatkan risiko kejahatan, menyebabkan pemborosan, dan menimbulkan kesan palsu tentang kekayaan seseorang.

Orang yang suka pamer sebenarnya sedang menunjukkan kurangnya empati terhadap orang lain yang mengalami kesulitan finansial. Pamer dapat menciptakan persepsi yang salah tentang kekayaan seseorang. 

Lalu tanpa disadari dapat meningkatkan tekanan sosial untuk meniru gaya hidup yang sama. Padahal, kekayaan dan kemewahan bukanlah ukuran kebahagiaan dan kesuksesan seseorang. 

Malah terlalu fokus pada pamer kekayaan dan kemewahan hanya akan mengarah pada pemborosan. Lebih jauh itu akan menajdi orang yang kurang bersyukur atas hal-hal yang telah dimiliki.

Sebagai individu, kita harus memfokuskan diri pada pencapaian tujuan dan merayakan pencapaian tersebut secara positif. Kita juga perlu menunjukkan empati dan membantu orang lain yang membutuhkan. Bukan dengan memamerkan kekayaan dan kemewahan kita. Sadarilah dan pahamilah, bahwa pamer kekayaan dan kemewahan dapat menciptakan dampak negatif pada individu dan masyarakat di sekitarnya.

Edukasi dan kampanye kesadaran ini harus terus digulirkan dan diingatkan. Yaitu untuk dapat membantu mengubah persepsi tentang kekayaan dan kemewahan. 

Termasuk menghargai kebahagiaan dan kesuksesan yang tidak dapat diukur dengan materi. Kesadaran ini dapat membantu mencegah dampak negatif pamer kekayaan dan kemewahan. Seperti menimbulkan rasa iri dan tidak puas, meningkatkan tekanan sosial, dan meningkatkan risiko kejahatan. Juga bisa menyebabkan pemborosan, dan menimbulkan kesan palsu tentang kekayaan seseorang.

Mengapa Seseorang Suka Pamer Kekayaan dan Kemewahan?

Fenomena pamer dan gaya hidup hedon seringkali terjadi pada remaja dan anak muda. Ada beberapa faktor penyebab yang menjadi latar belakang perilaku ini:

Pertama, kebutuhan akan pengakuan, status sosial dan keinginan untuk dianggap sebagai orang penting. Kekayaan dianggap sebagai alat untuk memperoleh pengakuan dari orang lain.

Kedua, kebutuhan untuk menunjukkan kesuksesan atau prestasi, dan citra akan sebuah kebahagiaan.

Ketiga, gaya hidup dan budaya materialistik yang mendorong konsumsi berlebihan. Materialisme dan konsumsi berlebihan dianggap sebagai norma atau bahkan dihargai dalam beberapa kelompok sosial. Rasa superioritas itu mereka tunjukkan dalam gaya hidup yang mahal, mewah dan "wah".

Terakhir, rasa tidak aman atau tidak puas dengan diri sendiri. Jadi pelampiasannya, pada kebiasaan pamer ini dan itu, disana sini.

Namun, perlu diingat bahwa kebiasaan memamerkan apa pun tidak selalu membawa kebahagiaan atau kepuasan hidup yang sebenarnya. Kedermawanan, kebersamaan, dan kerendahan hati seringkali lebih berharga dan memberikan kebahagiaan yang lebih tahan lama.

Oleh karena itu, penting untuk menghargai nilai-nilai ini daripada terus menerus memamerkan ini dan itu.

Merendahkan Diri dan Tidak Pamer: Ajaran Agama yang Mengajarkan Kebijaksanaan

Dalam ajaran agama, pamer dianggap sebagai tindakan yang buruk dan tidak dianjurkan. Dalam sejarah umat manusia, rasanya tidak ada Nabi yang suka pamer. Para nabi justru mendorong umatnya untuk merendahkan diri. Bersikap sederhana dan hidup bersahaja. Juga tidak memperlihatkan kekayaan atau prestasi yang dimilikinya untuk tujuan pamer atau mencari perhatian.

Keinginan untuk pamer adalah keinginan untuk merasa lebih baik baik dari orang lain. Namun, Tuhan sudah mengingatkan bahwa orang yang suka memamerkan hanya akan memperoleh kehinaan. Juga siksa di akhirat. Tuhan sudah mengingatkan bahwa kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan senda gurau saja. Dunia ini hanyalah perhiasan semata dan sementara. 

Jangan berbangga-bangga dan membanggakan dunia. Termasuk janganlah hidup dalam persaingan dengan memamerkan banyaknya kekayaan dan anak-anak. Itu hanya sebuah kesenangan yang memperdayakan yang membawa duka dan lara.

Sebagai umat beragama, kita harus memperlihatkan rasa sabar untuk tidak tergoda dalam fenomena pameria. Rida dengan apa yang Tuhan berikan kepada kita. Lalu bersyukur kepada Allah atas karunia yang diberikan kepada kita, dengan tidak memperlihatkan apa yang kita punya. 

Sebaliknya, justru kita harus berusaha untuk memberikan manfaat kepada masyarakat. Memberikan sumbangan kepada yang membutuhkan. Dan menghindari perilaku pamer yang dapat menimbulkan kesombongan dan merusak tatanan sosial.

Selain itu, berhati-hatilah dan janganlah berpamerria di media sosial. Mengunggah foto dengan niat pamer di media sosial termasuk dalam kategori riya. Yaitu perbuatan untuk memperlihatkan amal kebaikan agar dilihat orang. Riya juga termasuk di dalam dosa besar yang dapat mengurangi pahala amal kebaikan.

Sebagai manusia, kita seringkali tergoda ingin menunjukkan prestasi dan keberhasilan kita. Namun, sebagai umat beragama, kita harus lebih bijaksana dalam memandang keberhasilan dan prestasi yang kita miliki. Merendahkan diri dan tidak pamer adalah sebuah kebijaksanaan yang harus diterapkan oleh umat beragama dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan tidak pamer, kita akan terhindar dari perilaku yang tidak baik. Malah akan mendapatkan banyak manfaat di dunia dan akhirat.

Merendahkan diri juga akan membuat kita lebih dekat dengan Tuhan. Karena kita akan selalu mengingat bahwa segala sesuatu yang kita miliki hanyalah karena karunia-Nya. Semua itu hanya titipan-Nya saja. Karena manusia paling suka mengaku-ngaku saja. Ini punya saya, itu punya saya. Itu prestasi saya, itu karya saya.

Bagaimana Cara Menghadapi Orang yang Suka Pamer dengan Bijak?

Ketika kita berinteraksi dengan orang yang suka pamer, seringkali kita merasa tidak nyaman dan kesal. Namun, untuk menghadapinya dengan bijak, kita perlu melakukan beberapa hal.

Pertama, kita harus tetap bersyukur dan percaya diri terhadap apa yang kita miliki. Jangan merasa minder atau iri dengan apa yang dimiliki oleh orang tersebut. Kita harus ingat bahwa kekayaan dan harta bukanlah segalanya dalam hidup ini.

Kedua, kesabaran dan trik tersendiri juga diperlukan untuk menghadapi orang yang suka pamer. Jangan memberikan apresiasi pada apa yang ia pamerkan. Karena itu hanya akan membuat mereka semakin pamer. Sebaliknya, cobalah untuk tetap bersikap sopan dan hormat kepada mereka.

Ketiga, flexing atau pamer kekayaan di media sosial semakin marak dewasa ini. Oleh karena itu, penting untuk mengingatkan orang-orang agar tidak melakukannya. 

Ajak mereka untuk bersedekah atau memberikan sumbangan kepada yang membutuhkan. Ingatkan mereka bahwa berderma dan memberikan sumbangan akan mereka rasakan dengan nilai kebahagiaan dan kepuasan yang lebih besar.

Keempat, sebagai umat beragama, kita diajarkan untuk selalu bersikap rendah hati dan tidak pamer atau mencari perhatian. Beri pengertian dengan cara yang baik dan lembut tentang nilai-nilai keagamaan. Yaitu dengan menekankan pada pentingnya keberkahan dan kebahagiaan dalam memberi dan berbagi. 

Doakan agar orang tersebut mendapatkan hidayah dan kesadaran untuk tidak memamerkan apa pun. Hobi, komunitas, aktivitas, isian waktu luang, liburan, gelar, harta, kekayaan, jabatan, networking, kedekatan, kekuasaan, atau apa pun.

Terakhir, dalam hal apapun, kita sebagai umat beragama harus selalu mengedepankan akhlak yang baik. Berusaha untuk memberikan pengaruh positif pada lingkungan sekitar kita. 

Dengan begitu, kita dapat menjadi panutan bagi orang lain. Lalu mengajak mereka untuk bersikap rendah hati dan memberikan manfaat bagi orang lain.

Hidup sederhana, bersahaja, berlatih bersabar, rida atas pemberian-Nya, dan senantiasa bersyukur dengan apa yang kita punya. Maka, Insya Allah, anak-anak kita, sahabat dan kolega kita, akan mendapat manfaat dari kehadiran kita di dunia.

Ingatlah pesan ini: Saat anak serba mudah diberi, ia akan jadi generasi strawberi. Saat anak dipacu sering berlatih mandiri dan berlari, ia akan terbang tinggi jadi rajawali. Percayalah ini!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun