Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Wiraswasta - Insan Pembelajar

Insan Pembelajar yang senang mempelajari bidang Personal Development dan Operasional Management, serta penulis buku: Be A Rich Man (Pustaka Hidayah, 2004), Retail Risk Management in Detail (IMan, 2010), dan The Prophet Natural Curative Secret – Divinely, Scientifically and Naturally Tested and Proven (Nas Media Pustaka, 2022). Aktif mengajar di Komunitas E-Flock Indonesia di Indonesia, serta memberikan pelatihan online di Arab Saudi, Ghana, Kamboja, Qatar, dan Thailand. Agung juga dikenal sebagai penulis lepas di berbagai majalah internal perusahaan, blogger di Medium.com, dan penulis aktif di Kompasiana.com. Saat ini aktif memberikan pelatihan di berbagai asosiasi bisnis, kementerian, universitas, sekolah, hingga perusahaan publik di berbagai kesempatan, Agung MSG mengusung filosofi hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain email: agungmsg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kasus Korupsi Pegawai Pajak: Solusi Efektif Mengatasi dan Meningkatkan Integritas

26 Februari 2023   11:41 Diperbarui: 26 Februari 2023   11:41 1022
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Skandal kekayaan tak wajar dan kasus korupsi yang melibatkan pegawai pajak kembali mencuat ke permukaan. Kasus korupsi yang melibatkan pegawai pajak telah menjadi perbincangan publik yang tak pernah reda. Skandal kekayaan fantastis, termasuk bisnis kuliner dan kepemilikan rumah mewah yang menjadi sorotan, menimbulkan tanda tanya akan efektivitas kode etik yang ada. Tukin terbesar yang diterima oleh para ASN di DJP seharusnya telah menjamin integritas, namun kenyataannya korupsi masih terjadi. Salah satu faktor penyebabnya adalah rendahnya integritas pegawai pajak. Oleh karena itu, upaya komprehensif untuk meningkatkan integritas dan menangani kasus korupsi di DJP perlu dilakukan.

Belakangan, pegawai pajak kembali menjadi sorotan setelah terungkapnya kekayaan tak wajar seorang pegawai pajak yang disinyalir terlibat dalam pencucian uang. Anaknya yang suka pamer kemewahan menjadi pemicu terungkapnya kasus ini. Pemeriksaan asal muasal kekayaannya menemukan deretan rumah mewah, sejumlah kendaraan mewah dan bisnis kulinernya. Hartanya bahkan disebut melebihi menteri dan presiden. Padahal, sebagai ASN dengan besaran tunjangan terbesar dibandingkan instansi pemerintahan lainnya, para pegawai pajak seharusnya tidak tergoda oleh suap.

Sejumlah Kasus Koq Berulang Terus ?

Kasus korupsi yang melibatkan pegawai pajak terus terjadi di Indonesia. Modusnya bervariasi, seperti rekening gendut hingga kekayaan fantastis. Sejumlah pegawai telah terseret dalam skandal korupsi. Antara lain : Gayus Tambunan (Oktober, 2009), Bahasyim Assifie (Februari 2011), Dhana Widyatmika (Maret 2012), Totok Hendriyatno (2012), Denok Taviperiana (2013), Tomy Hindratno (2013), Pargono Riyadi (April 2013), Eko Darmayanto dan Muhammad Dian Irwan Nuqisra (Desember 2013), Dandan Ramdani (2016), Handang Soekarno (November 2016); Ramli Anawar (Agustus 2018), Yul Dirga, Hadi Sutrisno, Jumar dan M Naim Fahmi (Oktober 2019), Angin Prayitno (Februari 2021), Abdul Rachman (Agustus 2022), Rafael Alun Trisambodo (Pebruari 2023)

Peraturan Presiden Nomor 37 Tahun 2015 mengatur besaran Tunjangan Kinerja Pegawai Negeri Sipil (Tukin) Pajak. Meski gaji dan tunjangan petugas pajak negara tergolong tinggi, masih terdapat peluang bagi penyalahgunaan wewenang dan korupsi.

Sebagai gambaran dari peraturan itu, Tukin terendah diberikan kepada pegawai dengan jabatan pelaksana atau peringkat jabatan 4, dengan besaran sebesar Rp 5.361.800. Sedangkan Tukin tertinggi diberikan kepada pejabat struktural Eselon I dengan peringkat jabatan 27, dengan besaran sebesar Rp 117.375.000.

Sama seperti Pegawai Negeri Sipil (PNS) lainnya, pegawai pajak juga mendapatkan tunjangan tambahan selain gaji pokok. Tunjangan-tunjangan tersebut meliputi tunjangan suami/istri sebesar 5 persen dari gaji pokok, tunjangan anak sebesar 2 persen dari gaji pokok dengan batas maksimal 3 anak, tunjangan makan dengan besaran Rp 35.000 - 41.000 per hari, tunjangan jabatan, dan tunjangan perjalanan dinas.

Meski gaji ditambah tunjangan jadi lebih tinggi dibandingkan dengan pegawai lain, masih saja korupsi dan penyalahgunaan wewenang terjadi. Oleh karena itu, diperlukan upaya yang lebih komprehensif dan terus-menerus untuk meningkatkan integritas, transparansi, akuntabilitas, dan profesionalisme petugas pajak di Indonesia.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah penerapan teknologi informasi yang lebih canggih, pengembangan sistem pengawasan yang efektif, pelatihan dan pengembangan karir bagi petugas pajak, serta pengadaan sarana dan prasarana yang memadai untuk mendukung kinerja mereka. Selain itu, kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam pengawasan dan pelaporan praktek korupsi dan penyalahgunaan wewenang oleh petugas pajak negara juga perlu ditingkatkan.

Untuk meningkatkan integritas, upaya pencegahan yang lebih efektif juga dapat dilakukan dengan memberikan sanksi tegas bagi pelanggar kode etik dan hukum. Transparansi dan keterbukaan informasi terkait gaji dan tunjangan yang diterima oleh petugas pajak juga dapat membantu meningkatkan akuntabilitas dan mencegah penyalahgunaan wewenang.

Dalam hal ini, pengelolaan risiko dan manajemen krisis juga dapat menjadi solusi efektif dalam mengatasi praktek korupsi dan penyalahgunaan wewenang oleh petugas pajak. Dengan mengembangkan sistem pengawasan dan tata kelola yang baik, serta meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan dan pelaporan, Indonesia dapat meminimalisasi kasus korupsi dan meningkatkan integritas petugas pajak untuk mencapai tujuan pembangunan nasional yang lebih baik.

Pentingnya Pencegahan Dini dan Pengamanan Berlapis Sistem Pajak Indonesia

Kasus petugas pajak yang terlibat tindakan korupsi di Indonesia adalah masalah yang berulang dan dapat mengganggu stabilitas ekonomi dan sosial. Faktor utama yang memicu perilaku tercela ini antara lain korupsi, kekurangan pengawasan, kebijakan pajak yang tidak efektif, dan budaya organisasi yang buruk.

Untuk mengatasi masalah ini, perlu adanya upaya pencegahan korupsi dan peningkatan pengawasan oleh otoritas terkait. Selain itu, dibutuhkan juga kebijakan pajak yang efektif dan transparan serta perubahan budaya organisasi yang mendukung etika dan integritas.

Selain faktor utama, beberapa faktor lain yang dapat memicu perilaku tercela petugas pajak antara lain beban kerja yang berat, ketidakpercayaan pada sistem pajak, keinginan untuk mendapatkan kekuasaan dan uang, dan lingkungan kerja yang tidak sehat.

Untuk mencegah terjadinya perilaku tercela dari petugas pajak, pemerintah perlu memperbaiki faktor-faktor di atas, seperti meningkatkan gaji dan insentif petugas pajak, memberikan beban kerja yang realistis, memperkuat sistem pengawasan, dan memperbaiki tata kelola dan budaya organisasi yang baik.

Pencegahan dini dan pengamanan berlapis dapat membantu mencegah terjadinya tindakan korupsi dan pelanggaran lainnya. Namun, motivasi pribadi, keinginan untuk memperkaya diri sendiri, dan kesempatan yang tersedia juga dapat mempengaruhi perilaku petugas pajak. Oleh karena itu, sistem pengawasan dan pengendalian dalam lembaga pemerintah dan organisasi sektor publik lainnya perlu ditingkatkan.

Intinya, mengatasi kasus korupsi petugas pajak di Indonesia membutuhkan upaya yang sistematis dan holistik. Peningkatan integritas dan etika dalam budaya organisasi, penguatan pengawasan dan pengendalian, serta kebijakan pajak yang efektif dan transparan adalah kunci untuk mengatasi masalah ini. Pemerintah dan praktisi risiko dan crisis management perlu bekerja sama untuk menerapkan solusi efektif dan mencegah terjadinya perilaku tercela petugas pajak di masa depan.

Penguatan Sistem Penegakan Hukum untuk Cegah Kasus Penyalahgunaan Wewenang: Pentingnya Hukuman Sebanding dan Transparansi Proses Hukum

Kasus penyalahgunaan wewenang oleh petugas pajak sering terjadi karena hukuman yang tidak cukup tegas dan efektif. Hukuman yang tidak sebanding dengan kerugian yang ditimbulkan dan proses hukum yang lambat dan tidak transparan memicu tindakan korupsi.

Untuk mengatasi masalah ini, penguatan sistem penegakan hukum yang tegas dan efektif diperlukan, dengan memperkuat lembaga penegak hukum dan memberikan dukungan yang memadai. Hukuman yang sebanding dengan kerugian dan proses hukum yang transparan dan akuntabel dapat memberikan efek jera yang cukup bagi pelaku dan mencegah terjadinya tindakan serupa di masa depan.

Masyarakat harus dapat memantau dan mengawasi kinerja lembaga penegak hukum secara efektif agar tercipta integritas yang tinggi di dalam institusi pemerintah.

Menjawab Pertanyaan Kritis untuk Mengatasi Penyalahgunaan Wewenang Petugas Pajak di Indonesia

Beragam saran, ulasan dan masukan dari masyarakat, birokrat, teknokrat hingga para pakar sudah pernah menyampaikan pendapatnya untuk DJP. Mengatasi masalah penyalahgunaan wewenang petugas pajak akan lebih baik bila dilihat dari perspektif reformasi birokrasi.

Saatnya kita kini Kembali pada tujuan awal reformasi birokrasi. Antara lain dengan mempertanyakan ulang, sejumlah pertanyaan yang dirasakan akan membantu reformasi birokrasi ini. Ada beberapa pertanyaan yang dapat diajukan untuk mengatasi masalah penyalahgunaan wewenang petugas pajak di Indonesia, di antaranya :

1. Bagaimana mekanisme pengawasan dan pengendalian yang efektif dapat diterapkan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang oleh petugas pajak?
2. Apa saja tindakan konkret yang dapat dilakukan untuk meningkatkan transparansi dalam pelaksanaan tugas dan wewenang petugas pajak, sehingga dapat mencegah terjadinya praktek korupsi dan penyalahgunaan wewenang?
3. Bagaimana memastikan bahwa petugas pajak hanya menerima penghasilan yang sesuai dengan tugas dan wewenang mereka, dan tidak memperoleh kekayaan yang tidak wajar atau tidak sesuai dengan profil pekerjaannya?
4. Bagaimana cara untuk meningkatkan integritas petugas pajak, misalnya dengan melibatkan masyarakat dalam pengawasan kinerja petugas pajak dan memberikan sanksi yang tegas bagi pelaku penyalahgunaan wewenang?
5. Apa langkah-langkah konkret yang dapat dilakukan untuk meningkatkan profesionalisme dan etika kerja petugas pajak, seperti pelatihan, pengembangan karir, dan sistem penghargaan berbasis kinerja?
6. Bagaimana memastikan bahwa petugas pajak tidak terlibat dalam praktik korupsi, baik langsung maupun tidak langsung, misalnya melalui penggunaan jasa pihak ketiga yang tidak dapat dipertanggungjawabkan?

Dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, diharapkan dapat membantu menciptakan lingkungan kerja yang bersih, transparan, dan profesional bagi petugas pajak di Indonesia.

Menjaga Integritas dan Efektivitas Sistem Pajak Negara: 6 Pertanyaan Strategis yang Perlu Diatasi"

Dengan pola yang sama, untuk menjaga integritas dan efektifitas system pajak, maka perlu dimunculkan setidaknya 6 pernyaan strategis. Berikut adalah beberapa pertanyaan tajam, penting, dan stratejik lainnya yang dapat membantu menciptakan integritas, transparansi, akuntabilitas, dan profesionalisme petugas pajak negara :

1. Bagaimana mengintegrasikan teknologi informasi dalam pengelolaan data dan informasi pajak untuk mencegah terjadinya penyelewengan dan korupsi?
2. Bagaimana mengembangkan sistem pengawasan yang independen dan efektif, yang dapat mengidentifikasi tindakan-tindakan yang mencurigakan dan meminimalkan risiko pelanggaran oleh petugas pajak?
3. Bagaimana memastikan bahwa petugas pajak memiliki sumber daya dan dukungan yang cukup untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab mereka dengan profesional, termasuk dalam hal pelatihan, sertifikasi, dan fasilitas kerja yang memadai?
4. Bagaimana membangun mekanisme pengaduan yang terbuka dan dapat diakses oleh masyarakat, sehingga masyarakat dapat melaporkan pelanggaran pajak dan penyalahgunaan wewenang oleh petugas pajak dengan mudah dan aman?
5. Bagaimana memastikan bahwa petugas pajak melakukan tugasnya dengan mengutamakan kepentingan masyarakat dan negara, dan bukan kepentingan pribadi atau kelompok tertentu?
6. Bagaimana membangun sistem insentif dan penghargaan yang mendorong petugas pajak untuk bekerja dengan integritas, profesionalisme, dan transparansi yang tinggi, sehingga tercipta budaya kerja yang sehat dan positif?

Dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, diharapkan dapat membantu menciptakan sistem pajak yang efektif, efisien, dan adil, serta meminimalkan risiko penyalahgunaan wewenang dan praktek korupsi oleh petugas pajak negara.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Sejumlah kasus korupsi dan pencucian uang yang pernah terjadi dan melibatkan pegawai DJP kini kembali mendapat sorotan tajam. Termasuk kasus terbaru melibatkan anak dari pegawai DJP yang melakukan tindak kejahatan secara biadab.

Padahal, besaran tunjangan dan gaji pegawai DJP termasuk yang tertinggi dibandingkan dengan instansi pemerintahan lainnya. Meskipun demikian, masih ada kemungkinan terjadinya penyalahgunaan wewenang dan praktek korupsi. Oleh karena itu, diperlukan upaya yang lebih komprehensif dan terus-menerus untuk meningkatkan integritas, transparansi, akuntabilitas, dan profesionalisme petugas pajak di Indonesia.

Sebagai praktisi risk management dan praktisi crisis management, penting untuk memahami bahwa kasus seperti ini dapat berdampak pada reputasi perusahaan atau instansi terkait, baik secara internal maupun eksternal. 

Oleh karena itu, perusahaan atau instansi tersebut perlu melakukan evaluasi risiko secara terus-menerus dan menetapkan strategi untuk mencegah terjadinya kasus serupa. Selain itu, juga perlu ada peningkatan pengawasan dan kontrol internal untuk memastikan bahwa pegawai mematuhi kode etik dan melakukan tindakan dengan integritas yang tinggi.

Sebagai rekomendasi, perusahaan atau instansi terkait perlu meningkatkan transparansi dan keterbukaan informasi terkait gaji dan tunjangan yang diterima oleh petugas pajak serta mengambil tindakan tegas dan sanksi bagi pelanggar.

Selain itu, perusahaan atau instansi tersebut juga perlu melakukan pelatihan dan pengembangan karir bagi petugas pajak, pengadaan sarana dan prasarana yang memadai untuk mendukung kinerja mereka, dan peningkatan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam pengawasan dan pencegahan tindakan korupsi.

Lebih jauh pemangku kepentingan seperti DJP, perusahaan, kepolian, kejaksaan, KPK, PPATK, BI dan perusahaan go publik, perlu duduk bersama. Yaitu untuk membangun sistem pajak di Indonesia yang baik, benar, transparan, akuntabel dan profesional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun